*

*

Ads

Rabu, 04 April 2018

Asmara Berdarah Jilid 190

Hui Song yang biasanya lincah gembira itu, kini wajahnya menjadi agak pucat dan lesu. Dia mengenal watak ayahnya yang keras dan memegang peraturan dengan patuh, sedikitpun tidak dapat ditawar-tawar lagi. Membantah ayahnya tiada gunanya, hanya menimbulkan gambaran bahwa dia tidak berani menghadapi akibat daripada hukuman itu saja.

Akan tetapi, menerima hukuman itupun merupakan sesuatu yang amat penasaran karena dia sama sekali tidak pernah melakukan perbuatan laknat seperti yang dituduhkan Lam-nong kepadanya.

"Ayah, aku bukan seorang pengecut yang suka mengelak hukuman, kalau memang aku bersalah. Dan aku merasa tidak bersalah. Akan tetapi, kalau ayah menetapkan demikian, terserah kepada ayah!"

Dengan berani dia menatap pandang mata ayahnya dan melihat betapa sinar mata orang tua itu suram dan layu. Teringatlah dia bahwa baru saja ayahnya kehilangan ibunya dan juga kongkongnya. Dia tahu betapa hebat penderitaan yang terasa dalam batin ayahnya dan kini harus menghadapi urusannya pula. Dia merasa kasihan sekali.

"Ayah, kalau hal itu menyenangkan hatimu, laksanakanlah hukuman itu!" katanya dengan gagah dan ikhlas.

Ucapan Hui Song ini oleh Cia Kong Liang yang sedang merasa terhimpit batinnya itu diterima sebagai tantangan dan keikhlasan itu dianggap sebagai pengakuan bersalah, maka dia mengambil keputusan bulat untuk melaksanakan hukuman itu atas diri putera tunggalnya!

Hatinya akan hancur dan kecewa sekali, akan tetapi di samping itu masih akan terhibur oleh rasa bangga bahwa keluarganya tetap bersikap jantan dan tidak lari daripada pertangungan jawab! Maka, karena tahu akan kelihaian puteranya, diapun menggerakkan pedangnya dengan jurus yang diambil dari ilmu Pedang Siang-bhok Kiam-sut.

Bukan main hebatnya serangan ini, ketika pedang yang dipinjamnya dari Siang Wi karena pedangnya sendiri lenyap ketika dia tertawan, berkelebat menyambar ke arah lengan Hui Song!

Biarpun yang hadir disitu adalah orang-orang sakti yang berilmu tinggi, namun tak seorangpun diantara mereka yang berani mencampuri. Apa yang sedang terjadi itu adalah urusan antara anak dan ayah dan sang ayah adalah ketua Cin-ling-pai yang sikapnya demikian keras, angkuh dan penuh wibawa. Mereka semua hanya memandang dengan mata terbelalak dan hati diliputi ketegangan.

"Crakkkk...!"

Terdengar jeritan Siang Wi dan Sui Cin dan nampak sebuah lengan kiri sebatas siku terbabat putus dan jatuh ke atas tanah, darahpun muncrat keluar dari lengan yang buntung.

"Ci Kang...!"

Cia Sun dan Ciu-sian Lo-kai menubruk Ci Kang yang agak terhuyung itu. Kiranya tadi, ketika melihat pedang menyambar ke arah tubuh Hui Song, Ci Kang yang berdiri dekat dengan Hui Song, cepat menangkis dengan lengan kirinya. Dia sudah mengerahkan sin-kang ketika menangkis. Akan tetapi, gerakan pedang itu bukanlah gerakan biasa, melainkan merupakan jurus ampuh dari Ilmu Pedang Siang-bhok Kiam-sut (Ilmu Pedang Kayu Harum), maka tak dapat dihindarkan lagi, lengan kiri Ci Kang mulai bawah siku terbabat buntung!

Cia Sun merangkul sahabatnya dan Ciu-sian Lo-kai menyuruh muridnya duduk bersila, lalu dia menotok jalan darah di pundak dan pangkal lengan untuk menghentikan darah yang bercucuren keluar.

"Aku membawa obat luka yang amat manjur!" kata Toan Kim Hong yang bersama suaminya bersikap biasa saja.

Mereka berdua ini sudah terlalu sering menyaksikan hal-hal yang amat hebat terjadi di dunia persilatan, dilakukan oleh kaum persilatan yang memang berwatak aneh-aneh. Biarpun mereka terkejut juga melihat kenekatan Ci Kang, namun mereka tidak sampai menjadi bingung seperti yang lain.

Dengan cekatan nyonya ini lalu menaruhkan obat bubuknya pada lengan yang buntung dan membalut lengan buntung itu dengan sehelai saputangan bersih. Ci Kang tadi duduk bersila dan mengumpulkan hawa murni untuk melawan rasa nyeri dan kini sudah bersikap biasa.

Cia Kong Liang yang terbelalak kaget melihat betapa pedangnya ditangkis orang dan malah membuntungkan lengan Ci Kang yang dikaguminya, melepaskan pedang itu dan dia hanya dapat mengeluh dan menghapus peluhnya dengan saputangan, tak mampu mengeluarkan kata-kata.






Setelah pemuda itu diobati dan semua orang memandang kepadanya, barulah ketua Cin-ling-pai itu berkata kepada Ci Kang,

"Ci Kang, apa artinya perbuatanmu itu? Mengapa engkau melakukan itu?"

Ci Kang mengangkat muka memandang ketua Cin-ling-pai itu dan tersenyum masam.
"Locianpwe tidak boleh menghukum orang yang tidak bersalah dan akulah agaknya satu-satunya orang yang menjadi saksi bahwa Cia Hui Song memang tidak bersalah."

Tentu saja ketua Cin-ling-pai itu terkejut bukan main, juga semua orang yang hadir di situ kini memandang Ci Kang dengan penuh perhatian. Lam-nong melangkah maju dengan marah.

"Orang muda, apa yang kau lakukan ini memang aneh dan gagah perkasa, dan untuk pengorbanan lenganmu guna orang lain ini sudah membuat aku kagum sekali. Akan tetapi jangan kau main-main dengan kesaksian itu. Ingat, orang-orangku sendiri sampai mati tidak akan berbohong dan mereka melihat dengan mata kepala sendiri betapa Cia Hui Song ini telah..."

"Harap suka dengarkan dulu penjelasanku. Akupun mendengar rahasia itu secara kebetulan saja dan dibicarakan oleh pelaku-pelakunya sendiri."

Dia lalu dengan singkat menceritakan betapa dia melihat Hui Song ditawan oleh Sim Thian Bu dan kemudian mendengar pula percakapan antara Sim Thian Bu dan Hui Song, betapa Sim Thian Bu membujuk Hui Song untuk menakluk kepada Raja Iblis, juga mendengar betapa Thian Bu telah memaksa isteri-isteri Lam-nong untuk merayu Hui Song dan sengaja membiarkan kakek anak buah Lam-nong untuk melihat adegan itu sehingga nama baik Hui Song akan tercemar dan akan terjadi bentrok antara Lam-nong dan Hui Song.

"Semua itu kudengar sendiri dan aku tahu siapa Sim Thian Bu. Dia adalah bekas suteku dan aku tahu akan kejahatannya. Cia Hui Song telah difitnah dan laporan kakek anak buah bangsa Mancu itu memang benar, hanya dia tidak tahu bahwa pada waktu dia melihat empat orang isteri-isteri saudara Lam-nong berada dalam satu kamar bersama Hui Song, dia sedang dalam keadaan tertotok dan tidak mampu bergerak."

"Ahhh...!"

Lam-nong berseru dan laki-laki ini lalu menangis! Dia sudah dihimpit kedukaan karena keluarganya binasa semua, kini ditambah lagi dengan kekeliruan sangka sehingga mengakibatkan sahabat baiknya Cia Hui Song hampir saja terhukum.

"Hemm...!"

Cia Kong Liang juga mengeluarkan seruan tertahan dan bermacam perasaan terkandung dalam seruan itu. Ada perasaan lega karena ternyata putera kandungnya itu tidak berdosa, akan tetapi juga ada perasaan menyesal karena pedangnya, walaupun tidak disengaja, telah membuntungkan lengan Ci Kang yang gagah perkasa.

"Ci Kang... ah, Ci Kang...!"

Tiba-tiba Hui Song menjatuhkan dirinya berlutut di depan Ci Kang dan merangkul pundak pemuda tinggi besar itu. Biarpun Hui Song seorang pemuda perkasa yang gagah berani dan berbatin kuat, namun sekali ini keharuan membuat dia tidak kuasa menahan mengalirnya air matanya.

"Aku... aku telah berdosa kepadamu dan engkau malah melimpahkan budi tiada hentinya kepadaku! Engkau pernah membebaskan aku dari tawanan Sim Thian Bu dan aku malah mengajakmu berkelahi. Engkau datang ke benteng Jeng-hwa-pang untuk bergabung dengan para pendekar dan aku malah menghinamu dan mengajak para pendekar menyerangmu karena engkau putera mendiang Iblis Buta. Dan aku... tadi aku telah menuduhmu melakukan perbuatan keji terhadap Cin-moi... dan kini... engkau malah membelaku, engkau membersihkan namaku dan engkau... engkau bahkan rela mengorbankan sebuah lenganmu untukku...! Ci Kang, mengapa engkau begini baik sedangkan aku begini jahat dan kejam karena cemburu?"

Ci Kang menepuk-nepuk pundak Hui Song dengan tangan kanannya, lalu dia bangkit berdiri, mengebut-ngebutkan bajunya dengan tangan kanan, wajahnya pucat dan senyumnya pahit.

"Sudahlah Hui Song. Aku melakukan ini memang sudah seharusnya, dan disamping itu, aku... aku..." Dia mellrik ke arah Sui Cin, "aku tidak ingin melihat nona Sui Cin menderita, dan kalau lenganmu buntung, tentu nona Sui Cin akan menderita. Aku... aku hanya anak seorang datuk sesat yang amat jahat, biarlah buntungnya lenganku ini sedikit meringankan hukuman bagi ayah kandungku di neraka... nah, selamat tinggal. Suhu, ampunkan teecu, selamat tinggal!"

Dia menjura kepada Ciu-sian Lo-kai, lalu memungut buntungan lengannya dari atas tanah.

"Ci Kang...! Kau... maafkanlah aku...!"

Sui Cin terisak sambil menyentuh lengan kanan pemuda itu. Sejenak Ci Kang memandang kepada wajah gadis itu, menarik napas panjang dan berbisik lirih.

"Nona... semoga engkau berbahagia..." Dan diapun cepat meloncat dan melarikan diri pergi dari tempat itu.

Tiba-tiba Ciu-sian Lo-kai tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha, Go-bi San-jin, bagaimana sekarang? Masih engkau menganggap keliru sikap pendekar besar Cia Han Tiong? Lihat, bagaimana seorang putera datuk sesat yang amat kejam dan jahat telah berobah menjadi seorang pendekar budiman yang mengagumkan. Ha-ha-ha!"

Go-bi San-jin mengelus mukanya dan diapun menarik napas panjang.
"Engkau benar... engkau benar... akan tetapi bagaimanapun juga, muridku tidak berobah menjadi seorang yang jahat, melainkan tetap seorang pendekar yang adil dan jujur."

Tentu saja tidak ada yang mengerti apa maksudnya percakapan antara dua orang kakek itu, bahkan Cia Sun sendiri hanya memandang heran mendengar betapa nama ayahnya terbawa dalam percakapan itu.

Sementara itu, Wu-yi Lo-jin dan Siang-kiang Lo-jin melangkah maju dan keduanya tertawa ha-ha-hi-hi setelah tadi saling memberi isyarat dengan pandang mata mereka. Mereka itu seperti saling dorong dengan sikap mereka, seperti dua orang anak-anak yang malu-malu ingin mengatakan sesuatu, dan akhirnya Wu-yi Lo-jin mengalah dan kakek pendek inilah yang bicara.

"Heh-heh-heh, kebetulan sekali disini hadir orang-orang gagah Cia Kong Liang dan suami isteri Ceng Thian Sin, dan juga anak-anak mereka atau murid-murid kami. Sungguh kebetulan sekali karena saat inilah yang teramat baik untuk bicara soal perjodohan. Pangcu dari Cin-ling-pai sudah mendengar bahwa puteranya jatuh cinta kepada muridku, Ceng Sui Cin dan bagaimana pendapat pangcu kalau saat pertemuan ini, selagi kita semua berkumpul, dibicarakan tentang ikatan jodoh antara Hui Song dan Sui Cin?"

Ketua Cin-ling-pai itu mengerutkan alisnya, memandang kepada kakek pendek itu lalu menarik napas panjang dua kali.

"Locianpwe, sudah banyak aku mencampuri urusan dan semuanya menjadi gagal dan rusak. Oleh karena itu, urusan perjodohan Hui Song terserah kepadanya dan kepada locianpwe yang sudah menjadi gurunya. Aku sih setuju saja, akan tetapi sekarang aku masih mempunyai kepentingan lain, biarlah lain hari saja kita bicarakan hal itu. Cu-wi maafkan, aku harus pergi dulu. Song-ji, mari bantu aku mencari dan mengurus jenazah ibumu dan kong-kongmu."

Mendengar ini, semua orang terkejut dan baru teringat bahwa ketua Cin-ling-pai ini baru saja tertimpa musibah, bahkan belum sempat mencari jenazah isterinya dan ayah mertuanya. Juga Hui Song tidak berani membantah perintah ini, maka pemuda itupun menoleh kepada Sui Cin, melempar pandang mata penuh arti lalu memberi hormat kepada empat orang kakek itu dan juga kepada Ceng Thian Sin dan isterinya. Kemudian ketua Cin-ling-pai menjura kepada semua orang lalu pergi dengan cepat diikuti Hui Song, Siang Wi dan para anggota Cin-ling-pai.

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: