*

*

Ads

Rabu, 04 April 2018

Asmara Berdarah Jilid 189

"Nona Ceng Sui Cin, bicaralah yang jelas. Nona mengakui bahwa muridku ini telah berusaha memperkosamu, akan tetapi selanjutnya nona katakan bahwa dia tidak bersalah! Apa artinya keteranganmu yang bertentangan itu?" Ciu-sian Lo-kai mendesak.

Kini Ci Kang sendiri merasa amat tertarik. Selama ini, dia hanya merasa amat menyesal atas perbuatannya terhadap Sui Cin itu. Dia sendiri tidak tahu mengapa dia sampai melakukan hal terkutuk itu. Kini, mendengar keterangan Sui Cin, tentu saja dia tertarik sekali dan dia mengangkat muka memandang kepada gadis itu.

"Ketika aku mengunjungi perkemahan saudara Ci Kang untuk mengobatinya, aku membawa juga obat dari subo Yelu Kim. Dan ternyata obat itu manjur. Akan tetapi baru kemudian aku mendengar dari subo Yelu Kim bahwa obat itu mengandung racun perangsang dan racun inilah yang membuat saudara Ci Kang melakukan perbuatan itu terhadap diriku. Dia keracunan, bukan sengaja hendak berbuat keji terhadap diriku. Dia tidak bersalah, yang salah adalah obat pemberian subo Yelu Kim itu."

Bukan main lega rasa hati Cia Sun, Ciu-sian Lo-kai dan terutama Ci Kang sendiri. Pemuda ini menjadi merah lagi mukanya dan dia memandang kepada Sui Cin dengan perasaan terima kasih yang besar. Gadis itu seolah-olah telah mengangkatnya keluar dari dalam jurang kehinaan yang membuatnya berduka dan murung. Akan tetapi diapun marah kepada nenek Yelu Kim dan dia mengepal tinju.

"Ah, nenek Yelu Kim sungguh keji dan jahat!" katanya.

"Saudara Ci Kang hendaknya tidak salah sangka terhadap subo Yelu Kim!" Sui Cin berkata melihat sikap pemuda itu. "Subo Yelu Kim tidak berniat jahat dengan pemberian obat itu."

"Tidak jahat? Nona, ia hampir membuat aku menjadi seorang hina, membuat aku hampir putus asa karena penyesalan, dan engkau masih mengatakan bahwa dia tidak jahat?" Ci Kang berseru heran.

Sui Cin menggeleng kepala dan tersenyum simpul.
"Tidak, ia sama sekali tidak jahat, saudara Ci Kang. Semua terjadi karena salah pengertian. Ketika subo melihat betapa aku merasa menyesal melukaimu dan hendak mengobatimu, ia salah sangka. Ia mengira bahwa aku jatuh cinta padamu... dan... dengan obat itu, ia bermaksud hendak membantuku...! Ingat, subo adalah pemimpin suku-suku liar, jadi... dalam hal itu, mungkin saja cara berpikirnya dan kebiasaan suku liar itu sendiri jauh berbeda dengan kita..."

Cia Kong Liang memandang kepada puteranya.
"Song-ji, engkau sudah mendengar sendiri sekarang! Lain kali, jangan sembarangan menjatuhkan tuduhan kalau belum mengerti benar apa yang menjadi sebab-sebab perbuatan itu. Tuduban yang tanpa dasar bisa merupakan fitnah keji."

Wajah Hui Song menjadi merah padam, akan tetapi dengan gagah diapun menjura kepada Ci Kang.

"Siangkoan Ci Kang, maafkanlah aku. Akan tetapi, siapa dapat menduga tentang racun itu? Cin-moi sendiri sebelum mendengar dari nenek Yelu Kim juga tidak tahu. Jadi, aku tidak menuduh secara membabi-buta, harap kau dapat memakluminya."

Diam-diam Ci Kang merasa kagum. Pemuda itu, biarpun karena cemburunya menjatuhkan tuduhan penuh kebencian kepadanya, namun kini mau mengakui kesalahannya secara gagah perkasa dan minta maaf. Seperti juga ayahnya yang telah melakukan salah langkah yang amat hebat dan membawa anak buah membantu para pemberontak, akan tetapi setelah sadar berani bertindak membetulkan langkah, bahkan dengan pengorbanan nyawa isteri dan ayah mertuanya, dan banyak pula anak murid yang menjadi korban.

"Sui Cin! Apa saja yang telah kau lakukan selama ini?"

Tiba-tiba terdengar suara teguran yang nyaring, suara seorang wanita dan begitu suara itu berhenti, nampak dua bayangan orang berkelebat dan disitu telah berdiri seorang pria berusia hampir lima puluh tahun yang tampan dan gagah, bersama seorang wanita yang usianya sebaya, cantik dan berpakaian mewah indah seperti pria itu pula. Mereka ini adalah Ceng Thian Sin atau Pendekar Sadis, bersama isterinya, Toan Kim Hong yang pernah berjuluk Lam-sin (Malaikat Selatan).

"Ayah...! Ibu...!"

Sui Cin berseru girang bukan main dan cepat ia lari menghampiri mereka dan saling rangkul dengan ibunya. Gadis itu pakaiannya sederhana saja, bahkan agak nyentrik, sedangkan ibunya berpakaian rapi dan mewah, sungguh besar perbedaan pakaian mereka. Akan tetapi wajah mereka sama-sama cantik dan manis.






"Ayah, ibu, mari kuperkenalkan kepada orang-orang gagah ini!" kata Sui Cin dengan lincah gembira sambil menuntun tangan ibunya. "Cu-wi yang gagah, mereka ini adalah ayahku dan ibuku! Ayah, ibu, empat orang kakek ini adalah tokoh-tokoh sakti yang memimpin para pendekar menghadapi Raja Iblis dan kaki tangannya. Ini adalah suhu Wu-yi Lo-jin yang terkenal dengan sebutan Dewa Arak dan beliau ini telah menjadi guruku, membimbingku selama tiga tahun."

"Heh-heh, aku tua bangka ini telah lancang dan tak tahu diri berani menjadi guru puteri Pendekar Sadis yang amat lihai!" kata Wu-yi Lo-jin.

Akan tetapi sambil tertawa Ceng Thian Sin menjura.
"Bimbingan locianpwe terhadap anak kami yang bodoh merupakan budi yang besar sekali dan kami berterima kasih."

Sui Cin melanjutkan.
"Dan ini adalah locianpwe Siang-kiang Lo-jin yang disebut Dewa Kipas, lihai dan lucu, juga amat baik hati. Dan yang ini locianpwe Ciu-sian Lo-kai dan Go-bi San-jin. Pemuda ini adalah Cia Sun toako, putera dari paman Cia Han Tiong..."

Cia Sun cepat memberi hormat kepada Pendekar Sadis dan isterinya. Ceng Thian Sin girang sekali melihat Cia Sun dan memegang pundak pemuda itu sambil memandang wajahnya dengan penuh perhatian.

"Ah, kanda Cia Han Tiong memiliki seorang putera yang gagah perkasa, aku girang sekali."

"Ayah dan ibu, ini adalah enci Tan Siang Wi dan ini koko Cia Hui Song dan ayahnya, ketua Cin-ling-pai, lociawpwe Cia Kong Liang."

Mereka berhadapan dan saling pandang, kemudian Ceng Thian Sin dan isterinya menjura dengan hormat kepada ketua Cin-ling-pai yang dibalas dengan sikap sederhana oleh Cia Kong Liang sambil berkata,

"Gembira sekali dapat bertemu lagi dengan ji-wi di tempat ini."

Sebelum mereka sempat bercakap-cakap, tiba-tiba nampak seorang laki-laki berlari-lari mendatangi dan dengan napas agak terengah-engah, pria ini lalu maju dan menudingkan telunjuknya ke arah Hui Song.

"Itu dia! Itulah dia si Jahanam Cia Hui Song, keparat tak mengenal budi. Penjahat keji yang terkutuk itu!" Orang itu lalu menoleh ke arah Pendekar Sadis dan isterinya. "Orang gagah, engkau telah berjanji, cepat tangkap dan seret dia seperti yang telah kau janjikan!"

Sementara itu, melihat pria ini, Hui Song sudah melangkah maju.
"Eh-eh, saudaraku, Lam-nong, apakah yang telah terjadi? Kenapa engkau bersikap seperti ini?"

Lam-nong meloncat ke belakang dan matanya melotot.
"Jangan sentuh aku! Apakah engkau mau bunuh aku juga? Sebelum engkau membunuhku, biarlah semua orang gagah ini mendengar perbuatan apa yang telah kau lakukan kepada keluargaku, kepada suku kami!"

Hui Song mengerutkan alisnya dan memandang bingung. Apakah Lam-nong telah menjadi gila, pikirnya.

"Saudara Lam-nong, mengapa kau begini?"

"Tak usah berpura-pura. Anak buahku sendiri melihat dengan mata sendiri, dan dia tidak mungkin berbohong. Kami telah menerimamu sebagai seorang sahabat baik, membagimu makanan yang kami makan, minuman yang kami minum. Akan tetapi engkau telah membalas dengan perbuatan terkutuk! Engkau telah membantu pemberontak, menghancurkan semua anak buahku, bahkan engkau telah merampas isteri-isteriku, memaksa mereka untuk berjina denganmu dan akhirnya membunuh mereka. Engkau manusia iblis! Terkutuk!"

Lam-nong maju menyerang dengan nekat, akan tetapi sekali dorong saja Hui Song membuat dia terpelanting.

Ceng Thian Sin sudah maju dan menangkis tangan Hui Song yang hendak menampar Lam-nong.

"Dukkk...!" Dan Hui Song merasa lengannya tergetar hebat, maka diapun meloncat ke belakang.

"Aku dan isteriku bertemu dengan dia ini yang hampir gila karena duka mendengar betapa keluarganya hancur. Dan anak buahnya melihat sendiri semua yang telah diceritakannya tadi, karena itu, sebelum kesemuanya jelas, jangan persalahkan dia."

"Tapi, tapi... saya tidak..." Hui Song tergagap, tentu saja tidak berani melawan ayah Sui Cin!

"Song-ji!" Tiba-tiba terdengar suara ayahnya membentak marah. "Apa yang sesungguhnya telah terjadi? Tak mungkin orang menuduhmu membabi-buta tanpa sebab! Hayo ceritakan sejujurnya!"

"Ayah, sungguh mati aku tidak pernah melakukan perbuatan itu..."

"Cia Hui Song, engkau selain jahat juga pengecut, tidak berani mengakui perbuatan sendiri! Anak buahku melihat dengan mata kepala sendiri. Dia melihat engkau dalam kamar bersama isteri-isteriku yang kau paksa melayanimu! Hayo katakan, tidak benarkah engkau berada di dalam kamar tidur bersama mereka?"

Hui song maklum bahwa terjadi kesalah-pahaman yang hebat. Memang kalau orang melihat ketika dia ditawan Sim Thian Bu, melihat betapa selir-selir Lam-nong dipaksa datang melayaninya, orang bisa saja salah paham.

"Aku tidak menyangkal. Memang aku berada dalam kamar bersama isteri-isterimu, akan tetapi..."

"Nah, taihiap sudah mendengar sendiri. Harap taihiap tangkapkan penjahat ini untukku seperti yang telah taihiap janjikan!" kata Lam-nong kepada suami isteri Pulau Teratai Merah itu.

"Pemuda tak tahu malu!" tiba-tiba Toan Kim Hong membentak dan tubuhnya sudah menyambar ke depan, ke arah Hui Song.

Tangannya terulur untuk mencengkeram pundak Hui Song karena nyonya ini sudah menjadi marah sekali dan merasa yakin akan keterangan Lam-nong.

"Dukkk...!"

Tiba-tiba Ci Kong Liang menggerakkan tubuhnya dan dengan cepatnya dia telah menangkis lengan wanita itu sehingga keduanya merasa betapa lengan mereka tergetar hebat oleh pertemuan tenaga dahsyat itu. Toan Kim Hong memandang dan tersenyum mengejek, sinar matanya berkilat.

"Hemmm, bagus sekali! Tadinya ketua Cin-ling-pai telah melakukan salah perhitungan dan membantu pemberontak yang bersekutu dengan kaum sesat, apakah kini hendak mengulang lagi dengan membantu anak yang menyeleweng dan melakukan perbuatan-perbuatan rendah?"

Akan tetapi dengan sikap angkuh dan tenang, Cia Kong Liang menjawab,
"Kesalahan anak harus dipertanggung-jawabkan orang tuanya! Aku sebagai ayahnya masih hidup, mana bisa aku membiarkan saja orang lain hendak menghukum anakku? Aku sendiri masih dapat menghajarnya!"

Campur tangan Toan Kim Hong tadi membuat ketua Cin-ling-pai tersinggung sekali dan kemarahannya tentu saja ditumpahkannya kepada Hui Song yang dianggap menjadi biang keladinya. Tangannya bergerak ke kiri dan tahu-tahu dia sudah mencabut pedang yang tadinya tergantung di punggung Siang Wi. Muridnya terkejut bukan main.

"Suhu...!"

Siang Wi berseru dengan muka pucat, akan tetapi gurunya memandang dengan mata penuh teguran sehingga gadis ini menunduk dan takut, akan tetapi mukanya yang pucat menjadi semakin pucat ketika ia melirik ke arah Hui Song.

"Hui Song, engkau tahu bahwa kita orang-orang Cin-ling-pai selalu berani mempertanggung-jawabkan perbuatan kita dan bahwa kita selalu siap menerima hukuman untuk perbuatan kita. Nah, untuk perbuatanmu itu, aku perintahkan engkau untuk membuang sebelah lenganmu. Engkau hendak melakukannya sendiri ataukah harus aku yang melaksanakannya?"

Semua orang terbelalak dan Sui Cin mengeluarkan seruan tertahan, matanya dibuka lebar-lebar memandang kepada Hui Song. Ia sendiri tidak dapat percaya bahwa pemuda yang dicintanya itu telah melakukan perbuatan yang demikian jahatnya seperti yang dituduhkan Lam-nong. Akan tetapi kalau saksi telah ada, bahkan ayah bundanya sendiri sudah percaya, apa yang dapat ia lakukan? Hatinya merasa tegang bukan main dan rasanya ia ingin lari saja meninggalkan tempat yang menegangkan itu.

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: