*

*

Ads

Rabu, 14 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 139

Ci Kang mengerutkan alisnya. Dia percaya bahwa orang-orang yang kasar ini, orang-orang yang mempunyai pekerjaan yang sama dengannya, yaitu pemburu-pemburu binatang, tidak pernah membohong, dan kebiasaan yang kasar dan keras dari kepala suku itu mungkin benar. Dan apa salahnya kalau dia berkenalan dengan orang-orang ini? Berada diantara orang-orang kasar jujur pekerjaannya memburu binatang ini dia merasa tidak asing.

"Jauhkah tempat kepala suku itu?"

"Tidak, orang muda, tidak sampai seperempat hari perjalanan. Siang nanti kita sudah akan tiba disana."

"Baiklah. Mari kita berangkat."

Dan orang brewok itu memang tidak berbohong. Setelah matahari naik tinggi, tibalah mereka di perkampungan Suku Bangsa Khin itu dan andaikata Ci Kang tidak ikut datang, tentu si brewok ini mengalami hukuman berat.

Kepala suku itu orangnya tinggi besar dan kasar, sepasang matanya yang lebar itu keras dan terbuka. Dia mendengarkan penuturan si brewok dengan alis berkerut. Akan tetapi setelah memeriksa pundak puteranya yang terluka dan mendapat kenyataan bahwa keadaan puteranya tidak berbahaya, apalagi mendengar bahwa pemuda yang tak berbaju ini telah membunuh biruang hitam besar hanya dengan pukulan tangan kosong, dia lupa akan kemarahannya.

Sejenak dia memandang Ci Kang dengan sepasang mata penuh selidik dan agaknya dia tidak percaya ketika mendengar penuturan si brewok dan kawan-kawannya bahwa Ci Kang telah membunuh biruang itu hanya dengan tiga kali pukulan saja!

Kepala suku itu menggeleng kepala dan dia memandang kepada kedua lengannya yang berotot dan besar.

"Mana mungkin membunuh biruang hitam dewasa dengan tiga kali pukulan saja? Kedua tangan inipun tidak sanggup menandingi kekuatan biruang hitam. Mungkin dalam perkelahian mati-matian akhirnya aku akan dapat membunuhnya, akan tetapi dengan tiga kali pukulan? Tak mungkin! Orang muda, benarkah engkau tadi telah membunuh seekor biruang hitam dewasa dengan tiga kali pukulan?"

Ci Kang sudah menyukai sikap terbuka itu. Orang-orang ini mengagumkan, pikirnya dan cocok sekali dengan wataknya. Dia sejak kecil suka sekali berburu binatang dan walaupun ayahnya dan rekan-rekan ayahnya suka mencemoohkannya, namun dia menganggap berburu binatang untuk dimakan dagingnya dan dimanfaatkan kulitnya merupakan pekerjaan yang gagah. Mencari makan dengan cara yang perkasa!

"Benar, dan kalau aku mau, aku dapat membunuh binatang itu dengan satu kali pukulan saja!" Ucapan Ci Kang ini timbul dari hati yang sejujurnya, bukan untuk menyombongkan diri.

Kepala suku itu mengerutkan alisnya dan menganggap ucapan ini sebagai tanda ketinggian hati.

"Orang muda, kalau engkau tidak dapat membuktikan ucapanmu itu, terus terang saja engkau mengecewakan hatiku dan aku menjadi tidak suka kepadamu walaupun engkau telah menolong puteraku."

"Aku tidak berbohong dan perlu apa aku membuktikan omonganku? Andaikata engkau mempunyai seekor biruang hitam disini, akupun tidak mau membunuhnya tanpa sebab, hanya untuk membuktikan omonganku."

"Orang muda, kekuatanku lima kali seekor biruang hitam. Kalau engkau mampu mengalahkan seekor biruang dengan satu kali pukulan saja, berarti bahwa engkau akan mampu mengalahkan aku dengan lima kali pukulan. Betapa tidak masuk di akal! Nah, aku akan melihat buktinya. Kalau engkau dapat mengalahkan aku dalam sepuluh jurus, berarti omonganmu memang benar."

"Kalau tidak dapat?"

"Berarti engkau bohong dan perkenalan kita hanya sampai disini saja. Nah, bersiaplah engkau, kecuali kalau engkau takut!"

Harga diri Ci Kang tersentuh dengan ucapan itu.
"Aku tidak butuh membuktikan kemampuanku, akan tetapi kalau engkau memaksaku, jangan dikira aku takut!"

Sepasang mata yang lebar itu berseri.
"Bagus, nah, mari kita mulai, orang muda!"

Dia lalu mengajak Ci Kang keluar dari dalam rumahnya dan mereka sudah saling berhadapan di depan rumah itu, di halaman yang luas dimana tumbuh rumput hijau yang subur.






Orang-orang Khin ini selain merupakan pemburu-pemburu yang ulung, juga beternak domba dan mereka menanam semacam rumput yang amat gemuk dan baik sekali untuk makanan ternak mereka.

Kini dua orang laki--laki itu berdiri berhadapan dan banyak sekali orang Khin yang mendengar akan kedatangan pemuda yang gagah perkasa penolong putera kepala suku mereka, sudah berada disitu dan kini dengan wajah berseri mereka melihat betapa kepala suku mereka akan menguji pemuda itu!

Melihat Ci Kang bertelanjang dada, ketua itupun menanggalkan baju atasnya dan Ci Kang melihat tubuh seorang laki-laki yang jantan dan amat tegap, kokoh dan kuat. Akan tetapi dia dapat menduga bahwa kepala suku itu hanya memiliki tenaga otot yang amat besar saja, dan dia tidak merasa gentar. Akan tetapi diapun tidak memandang rendah dan mengambil keputusan untuk mengalahkan raksasa ini kurang dari sepuluh jurus karena diapun tidak ingin kehilangan persahabatan dengan orang-orang yang menyenangkan hatinya.

Bahkan orang-orang wanitanya yang berada disitu kelihatan gagah-gagah, sama sekali berbeda dengan wanita-wanita Han yang kebanyakan lemah. Tentu saja ada kecualinya, pikirnya, terutama sekali gadis-gadis seperti Sui Cin dan Hui Cu, puteri Ratu Iblis itu!

"Aku sudah siap!" katanya ketika melihat ketua itu melangkah maju dengan kedua lengan panjang itu tergantung ke sisi, dengan jari-jari tangan terbuka dan agak melengkung.

Sikap ini mirip sikap biruang hitam tadi, pikir Ci Kang dan diapun bersikap waspada, dapat menduga bahwa orang ini tentu ahli dalam ilmu gulat dan karenanya amat berbahaya kalau sampai kedua lengan panjang dengan jari-jari tangan kuat itu sampai dapat menangkapnya.

Akan tetapi ketika kepala suku itu menerjang dengan amat cepatnya, dia sudah mengambil keputusan untuk memperlihatkan kepandaiannya dan menundukkan raksasa ini secepat mungkin. Ci Kang mempergunakan perhitungan yang matang dan berani.

Ketika dua tangan yang besar itu menyambar dari kanan kiri, dia sengaja berlaku lengah atau lambat, akan tetapi untuk menjaga kecepatan gerak tangannya, dia tidak membiarkan pundak atau lengannya tersentuh, apalagi tertangkap. Dengan mengembangkan kedua lengannya, dia membiarkan batang leher dan pangkal lengan kirinya kena dicengkeram, sedangkan secepat kilat, begitu merasa kedua tangan lawan menyentuhnya, jari tangan kanannya bergerak dua kali menotok ke arah jalan darah di kedua pundak lawan.

Saking cepatnya, gerakan ini sampai tidak nampak oleh kepala suku itu sendiri yang tiba-tiba merasa betapa dua buah lengannya kehilangan tenaga sama sekali dan menjadi seperti lumpuh. Biarpun kelumpuhan itu hanya terjadi untuk beberapa detik saja lamanya, namun cukup bagi Ci Kang untuk menggerakkan kakinya dan ujung sepatunya menyentuh kedua lutut lawan. Kedua kaki yang besar dan kuat itu seketika kehilangan tenaga dan tubuh itupun terkulai dan roboh miring!

Kepala suku itu merasa kaget, heran dan penasaran sekali ketika mendapat kenyataan betapa dalam segebrakan saja dia sudah roboh dan kini kedua lengannya dicengkeram oleh lawan yang sudah berlutut di belakangnya. Dia mengerahkan tenaga raksasanya, akan tetapi tiba-tiba dia mengeluh dan tubuhnya mengejang, tenaganya hilang.

Tiap kali dia mengerahkan tenaga, rasa nyeri yang amat hebat naik ke dalam dadanya dari kedua lengan yang dicengkeram Ci Kang. Belum pernah selama hidupnya kepala suku itu mengalami hal seperti ini. Cengkeraman rahasia dari lawan itu membuat dia menderita nyeri hebat setiap kali dia mengerahkan tenaga!

Melihat betapa kepala suku itu kini sama sekali tidak meronta lagi, Ci Kang melepaskan cengkeraman kedua lengannya dan melompat bangun, berdiri dengan sikap tenang. Semua orang yang menonton pertandingan itu melongo, tak dapat percaya betapa kepala suku itu tak berdaya dan dikalahkan hanya dalam satu gebrakan saja! Hal seperti ini mereka anggap sama sekali tidak mungkin! Kepala suku mereka itu mempunyai kekuatan lebih dari sepuluh orang biasa!

Akan tetapi kepala suku bangsa Khin itu sendiri adaiah seorang gagah yang tentu saja cerdik. Kalau tidak demikian, tak mungkin dia bisa menjadi kepala suku bangsa yang kasar dan gagah berani, juga sukar diatur.

Dia tahu apabila dia kalah dan menghadapi orang yang jauh lebih kuat darinya. Oleh karena itu, diapun bangkit, memijit-mijit kedua lengannya bergantian, memandang kepada Ci Kang dengan wajah berseri, lalu mengulurkan kedua tangannya dan merangkul Ci Kang!

Pemuda ini sudah siap membela diri kalau kepala suku itu akan bertindak curang, akan tetapi ternyata rangkulan itu adalah pelukan persahabatan biasa saja.

"Orang muda, sungguh engkau hebat dan aku sendiri akan memukul orang yang tidak percaya bahwa dengan satu pukulan, engkau akan mampu merobohkan seekor biruang hitam dewasa! Engkau hebat dan aku, Moghu Khali, mengaku kalah!" Kepala suku itu tertawa gembira dan sikap ini makin mengagumkan hati Ci Kang.

"Engkau memiliki tenaga yang amat kuat!" Dia memuji dengan sejujurnya. "Kalau hanya mempergunakan tenaga badan saja melawanmu, aku tentu akan kalah."

Kedudukan Moghu Khali yang tinggi diantara suku bangsanya itu sama sekali tidak membuat kepala suku ini sombong atau tinggi hati. Dia tertawa dan girang sekali mendengar ucapan yang jujur itu.

"Orang muda, siapakah namamu?"

"Siangkoan Ci Kang."

"Saudara Siangkoan, kita sudah saling mengenal nama dan saling mengenal tenaga dan kepandaian. Ilmu kepandaianmu dalam perkelahian memang hebat dan kalau engkau suka mengajarku tentang cengkeraman rahasia yang membuat aku tidak mampu mengerahkan tenaga tadi, sungguh aku akan merasa gembira sekali."

Ci Kang memang merasa kagum dan suka kepada kepala suku ini, maka diapun mengangguk.

"Baiklah, saudara Moghu, akan kuajarkan cara mencengkeram seperti tadi."

Moghu Khali girang sekali dan sambil menggandeng tangan Ci Kang, dia lalu mengajak pemuda itu masuk ke dalam rumah.

Sejak saat itu Ci Kang menjadi seorang tamu yang amat dihormat dan disuka. Karena sikap ini, Ci Kang menjadi semakin akrab dengan mereka. Melihat betapa kepala suku itu mempunyai banyak bulu binatang liar yang bagus, diapun lalu minta dibuatkan sebuah jubah bulu harimau yang menjadi kesukaannya. Kemudian, dalam percakapan mereka, dia mendengar bahwa diantara kepala suku akan diadakan pemilihan ketua atau pimpinan.

"Di selatan terjadi pergolakan dan pemberontakan," demikian antara lain Moghu Khali berkata. "Kota benteng San-hai-koan telah diduduki pemberontak yang kabarnya didukung oleh orang-orang pandai. Kami, bangsa Mongol, Khin dan Mancu harus bersatu untuk menghadapi pemberontak itu dan rencana kami adalah merampas kota-kota yang telah mereka duduki untuk dijadikan benteng-benteng kami di perbatasan. Dan untuk itu, kami akan mengadakan pemilihan pimpinan dan kalau engkau sudi membantu, dan suka menjadi jago kami, aku yakin bahwa tentu aku yang akan terpilih menjadi pimpinan."

"Menjadi jago? Apa yang kau maksudkan, saudara Moghu Khali?" tanya Ci Kang, didalam hatinya terkejut mendengar betapa para pemberontak yang dipimpin oleh Raja Iblis itu ternyata telah merampas dan menduduki benteng kota San-hai-koan.

Moghu Khali lalu menceritakan kepada pemuda itu tentang rencana para suku bangsa untuk mengadakan pemilihan pimpinan melalui adu jago, seperti yang diusulkan oleh nenek Yelu Kim dan diterima oleh mereka semua.

Biarpun kepala suku itu tidak membuka semua rencana para suku bangsa utara, Ci Kang sudah dapat menduga bahwa tentu para suku bangsa itu tidak memusuhi para pemberontak karena setia kawan kepada pemerintah Kerajaan Beng, melainkan karena mereka itu juga ingin membangun kembali kekuatan mereka yang telah hancur berantakan akibat jatuhnya Kerajaan Mongol.

Akan tetapi baginya, yang penting sekarang adalah menghadapi para pemberontak, dan kalau Raja Iblis sudah bersekutu dengan pasukan, bahkan telah merampas kota benteng San-hai-koan, sebaiknya kalau dia mempergunakan suku bangsa Khin ini untuk menentang para pemberontak.

"Baik, saudara Moghu, aku akan membantumu dan suka menjadi jagoanmu untuk mengalahkan para jagoan lain. Tentu saja aku tidak yakin akan menang karena suku-suku bangsa itu tentu akan mengajukan jago-jago yang tangguh."

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: