*

*

Ads

Rabu, 14 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 137

"Tidak cukupkah itu? Kami melihat kesempatan yang baik sekali untuk bergerak selagi keadaan pemerintah Beng-tiauw kacau. Saatnya tiba bagi kami untuk bergerak ke selatan, menegakkan kembali kekuasaan utara atas daerah selatan. Akan tetapi orang-orang kasar itu, orang-orang liar itu, mereka bahkan saling berebut, saling bertentangan sendiri memperebutkan kedudukan pimpinan seperti anjing memperebutkan bungkusan kosong! Sungguh memuakkan!"

Nenek itu mengepal tinju dan kelihatan marah sekali. Sui Cin menduga bahwa nenek itu agaknya belum tahu akan gerakan para pendekar yang hendak mengadakan pertemuan di bekas benteng Jeng-hwa-pang.

"Lalu apa hubungannya semua itu dengan bantuan yang subo harapkan dariku?"

"Orang-orang gila itu makin menjadi-jadi dalam nafsu mereka untuk memperebutkan kedudukan sebagai pemimpin gerakan kami. Bahkan setiap kelompok mengajukan usul agar masing-masing mengeluarkan jagoan dan diadakan pertandingan-pertandingan. Siapa yang jagonya menang berarti berhak menjadi pemimpin gerakan ke selatan. Dan aku ingin engkau membantuku, mewakili aku maju sebagai penghukum yang menaklukkan semua jagoan itu, atau menundukkan jagoan yang paling kuat dan yang keluar sebagai pemenang."

"Ahh...!" Sui Cin terkejut. "Mengingat betapa kepandaian subo sendiri sudah amat tinggi, tentu diantara kelompok itu terdapat orang-orang pandai. Bagaimana aku akan dapat mengalahkan jagoan yang paling pandai? Jangan-jangan subo akan menyesal dan kecelik, aku malah yang akan kalah oleh jagoan itu sehingga nama dan wibawa subo menjadi turun."

"Tidak, tidak mungkin! Mereka itu hanya orang-orang kasar yang hanya menggunakan kekuatan dan kelincahan menunggang kuda disertai keberanian. Mana mungkin ada yang mampu mengalahkanmu? Sui Cin, aku sudah tahu akan kelihaianmu. Dalam ilmu berkelahi, aku sendiri tidak menang melawanmu. Pula, kalau engkau maju sambil menunggang Houw-cu, siapa yang akan mampu mengalahkan? Di samping itu, masih ada yang membantumu dari belakang dengan kekuatan sihir. Kami pasti menang dan kemenanganmu akan membuat semua orang tunduk akan keputusanku!"

"Aih, jadi subo bercita-cita untuk memperebutkan kedudukan pemimpin itu"

"Jangan salah sangka! Seorang nenek setua aku ini tidak butuh lagi kedudukan dan kemuliaan, akan tetapi aku ingin melihat bangsaku memperoleh kembali kekuasaannya sebelum aku mati, apalagi kalau kekuasaan itu diperoleh karena bantuan dan jasaku! Aku ingin kelak kalau mati, dapat menghadap nenek moyang Yelu Ce-tai dengan hati bangga. Biar semua orang melihat bahwa sampai kini Yelu Kim tetap menjadi orang yang menurunkan keluarga yang bahkan lebih besar daripada keturunan Jenghis Khan sendiri! Aku harus memimpin kelompok-kelompok liar itu agar berhasil menyerbu ke selatan. Kemudian, untuk pemilihan kaisar, harus dilakukan dengan bijaksana dan adil, dibawah bimbinganku pula!"

Sui Cin merasa heran dan diam-diam merasa khawatir kalau-kalau orang yang menjadi gurunya ini bukan hanya seorang yang mempunyai cita-cita besar, akan tetapi juga merupakan orang yang miring otaknya!

"Kalau aku sudah melakukan tugasku mengalahkan jagoan itu, lalu bagaimana dengan aku, subo?"

"Janjimu itu hanya terikat oleh bantuanmu memenangkan sayembara itu. Selanjutnya aku serahkan kepadamu. Kalau engkau mau membantu kami dalam perjuangan kami, tentu saja aku akan merasa gembira dan bersyukur sekali. Andaikata tidak dan engkau ingin meninggalkan aku, silakan."

Tentu saja, setelah kini semua ingatannya pulih, diam-diam Sui Cin merasa tidak setuju dengan rencana nenek yang telah menjadi gurunva ini. Nenek ini bersama bangsa dan kelompoknya merencanakan pemberontakan! Padahal, sudah menjadi tugasnya untuk menentang pemberontakan, untuk membela negara dan mencegah terjadinya perang agar rakyat tidak akan menderita.

Bahkan ia kini teringat bahwa ia berada di utara adalah karena ditugaskan oleh gurunya, Wu-yi Lo-jin, untuk menghadiri pertemuan para pendekar yang hendak menentang Raja dan Ratu Iblis yang hendak mengerahkan kaum sesat untuk memberontak.

Mana mungkin kini ia harus membantu pemberontakan nenek ini terhadap pemerintah? Akan tetapi iapun tahu bahwa nenek ini bukan orang jahat, bahkan telah menyelamatkannya dan menolongnya dari keadaan yang amat menyedihkan, yaitu kehilangan ingatannya. Bagi nenek ini tentu saja gerakan memberontak itu merupakan suatu perjuangan untuk memulihkan kembali kekuasaan bangsanya, Bangsa Mongol yang pernah menjajah Tiongkok.

"Subo, apakah subo kira mudah saja melakukan pemberontakan? Mana mungkin kelompok-kelompok suku disini akan mampu menandingi kekuatan balatentara kerajaan? Sebelum dapat berbuat banyak, tentu subo dan teman-teman subo sudah akan dihancurkan oleh kekuatan balatentara kerajaan yang amat bamyak jumlahnya dan kuat."






Nenek itu tersenyum.
"Ucapanmu memang benar. Akan tetapi seperti sudah kukatakan tadi, kini tiba saatnya yang amat baik, terbuka kesempatan besar karena kaum sesat telah bergerak. Biarlah mereka yang akan menandingi balatentara pemerintah dan kami akan memukul mereka dari belakang dan merampas semua kota yang sudah mereka duduki. Dengan menghadapi perlawanan pasukan pemerintah dari depan, tentu mereka akan lemah dan tidak akan mampu bertahan kalau kami pukul dari belakang. Mereka itulah yang akan menjadi pelopor kami dan kami tinggal merampas hasil-hasil mereka dari belakang saja."

Diam-diam Sui Cin terkejut juga. Nenek ini sungguh cerdik dan kalau berhasil semua siasat nenek itu, sungguh berbahaya keadaannya bagi pemerintah. Berarti pemerintah akan menghadapi dua gelombang serangan musuh, dan menurut sejarah yang pernah dibacanya, suku Bangsa Mongol di utara merupakan orang-orang yang amat gagah perkasa, berani mati dan tangkas dalam pertempuran.

"Akan tetapi, subo. Hal itu akan menyalakan api peperangan besar dan untuk menggerakkan banyak orang bertempur, membutuhkan biaya yang amat besar. Kalau subo tidak mempunyai harta benda yang banyak untuk itu..."

"Jangan khawatir. Aku selalu membiasakan diri berpikir sampai matang dan membuat persiapan selengkapnya sebelum bergerak. Kalau aku tidak memiliki harta pusaka yang amat besar jumlahnya, mana berani aku merencanakan gerakan perjuangan?"

Tiba-tiba terdengar suara mengaum dan harimau besar itu mendekati Sui Cin dan mengelus-elus punggung gadis itu dengan kepalanya. Itulah tandanya bahwa si harimau itu mengajaknya bermain-main.

"Houw-cu, bersabarlah, nanti kita main-main," katanya dan tiba-tiba melihat harimau ini, Sui Cin teringat akan sesuatu.

Terbayanglah semua peristiwa di dalam guha. Guha Iblis Neraka! Ketika ia menyelidiki guha itu, sebelum muncul Hui Song bersama Siang Hwa dan dua orang kakek, ia melihat bayangan lima orang yang dengan amat cepatnya berkelebatan memasuki guha. Kemudian ia melihat mereka keluar lagi sambil memikul sebuah peti yang nampaknya berat.

Ia teringat akan harta pusaka di dalam guha itu. Agaknya Hui Song bersama wanita cantik dan dua orang kakek itu memasuki guha untuk mencari harta pusaka, akan tetapi kedahuluan oleh lima bayangan itu. Dan kini teringatlah ia bahwa pada dada mereka itu nampak gambar harimau, tersulam pada baju mereka.

"Subo, aku pernah mendengar tentang pusaka di Guha Iblis Neraka..." Ia memancing.

Nenek itu membelalakkan matanya.
"Aha! Engkaupun tahu akan hal itu? Tak perlu kusembunyikan lagi. Kami telah mendapatkan harta pusaka itu. Untung, karena harta pusaka itu telah diincar oleh Raja dan Ratu Iblis!"

"Kalau begitu, subo mempunyai banyak anak buah? Kukira, tadinya subo hanya bertiga dengan aku dan Houw-cu ini..."

"Jangan bodoh. Mana mungkin kalau hanya sendirian saja aku dapat mempertahankan kedudukanku? Pernahkah engkau mendengar tentang Perkumpulan Harimau Terbang?"

Sui Cin menggeleng kepala, hanya diam-diam menduga bahwa tentu lima orang yang memakai baju bersulam gambar harimau itu merupakan anggauta-anggauta Perkumpulan Harimau Terbang.

"Harimau Terbang adalah nama perkumpulan rahasia yang kudirikan di daerah Mongol ini. Sebetulnya pendirinya adalah nenek moyangku, sejak Yelu Ce-tai dan merupakan perkumpulan yang anggautanya terdiri dari orang-orang pandai. Dengan bantuan para anggauta perkumpulan itu, aku dapat menguasai para kepala kelompok dan kepala suku sehingga sampai kini persatuan diantara mereka dapat kupertahankan."

Diam-diam Sui Cin merasa semakin kagum kepada nenek ini. Seorang nenek yang selain memiliki kepandaian tinggi, pandai sihir, juga cerdik bukan main, bahkan menjadi kepala dari sebuah perkumpulan rahasia yang agaknya bergerak secara rahasia pula dan disegani oleh semua kepala suku dan kepala kelompok yang liar di daerah Mongol dan Mancu.

Iapun melihat betapa para pendekar akan sukar untuk dapat menentang Raja dan Ratu Iblis yang ternyata bukan hanya dibantu oleh kaum sesat, akan tetapi bahkan telah bersekutu dengan pasukan pemberontak yang besar jumlahnya dan kini bahkan telah berhasil merampas dan menduduki benteng pertama San-hai-koan.

Kalau begini, untuk menghadapi mereka dibutuhkan pasukan yang kuat pula, bukan hanya sekedar beberapa puluh orang pendekar saja. Maka, iapun mengambil keputusan untuk menentang pemberontakan yang dipimpin Raja dan Ratu Ibils itu dengan cara membantu orang-orang Mongol ini. Bukan membantu untuk memberontak, melainkan membantu mereka untuk menentang pasukan pemberontak Raja Iblis.

"Subo sudah mempunyai banyak anggauta Perkumpulan Harimau Terbang yang terdiri dari orang-orang berilmu tinggi, kenapa subo masih membutuhkan bantuanku untuk menghadapi jagoan dari para kelompok itu?"

"Tidak, Sui Cin. Mereka itu lihai akan tetapi kelihaian mereka dalam hal ilmu silat jauh di bawah tingkatmu. Mereka itu hanya menguasai ilmu yang mereka pelajari dariku saja, jadi tidak dapat terlalu diandalkan untuk menghadapi jagoan yang tentu memiliki kepandaian tinggi. Akan tetapi kalau engkau dengan ilmu silatmu yang tinggi maju, dibantu oleh Houw-ji yang menjadi binatang tungganganmu, kubantu pula dari belakang dengan kekuatan sihirku, aku yakin engkau pasti akan menang dan kemenanganmu akan membuat mereka semua tunduk padaku."

"Baiklah, subo. Aku akan membantu subo, bahkan aku akan membantu pula kalau subo menentang pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Raja Iblis. Akan tetapi aku tidak mungkin dapat membantu kalau subo melawan pemerintah. Tentu subo tahu bahwa tidak mungkin aku menjadi pemberontak."

Nenek itu mengangguk-angguk.
"Aku mengerti, Sui Cin. Kita sama-sama merupakan orang yang setia kepada negara dan bangsa, hanya sayang sekali kita terlahir sebagai bangsa yang berlainan."

Demikianlah, Sui Cin lalu diberi petunjuk oleh Yelu Kim untuk dapat bertanding sambil menunggang harimau besar itu dan karena gadis ini memang memiliki gin-kang dan ilmu silat yang hebat, ditambah lagi bahwa ia telah akrab dengan harimau itu, sebentar saja ia sudah mahir menunggang harimau itu sambil menggerakkan sebatang tongkat baja sebagai pengganti senjata payungnya.

Yelu Kim juga sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi sayembara mengadu jagoan untuk memilih pimpinan perjuangan itu. Anak buahnya, yaitu para anggauta Perkumpulan Harimau Terbang, yang jumlahnya ada seratus orang telah dipersiapkan, akan tetapi seperti biasa, mereka ini tidak muncul di depan umum melainkan bergerak secara rahasia, menyelinap diantara para anggauta kelompok berbagai suku bangsa itu, menutupi baju sulaman gambar harimau dengan jubah masing-masing kelompok.

Sejak pagi mereka sudah berkumpul di padang tandus itu. Sebuah tanah datar luas yang kering. Puluhan kelompok suku bangsa yang bermacam-macam, akan tetapi berasal dari tiga suku bangsa, yaitu Mongol, Mancu, dan Khin, telah berkumpul disitu.

Mereka masing-masing mendirikan tenda besar dan dari dandanan pakaian dan bendera masing-masing dapat dibedakan antara mereka walaupun bentuk tubuh dan wajah mereka tidak banyak berbeda, bahkan banyak sekali yang serupa.

Mereka adalah tukang-tukang berkelahi, orang-orang yang sudah terbiasa sejak kecil hidup di alam liar dan selalu menghadapi tantangan hidup yang keras dan sukar. Kepala kelompok atau kepala suku mengenakan pakaian yang bermacam-macam, akan tetapi semuanya serba indah dan gagah. Ada pula yang mengenakan pakaian seragam panglima, mungkin peninggalan nenek moyang mereka ketika masih menjajah Tiongkok. Ada pula yang berkepala gundul berjubah pendeta, menunjukkan bahwa kepala kelompok ini seorang pendeta Buddha.

Para kepala kelompok yang jumlahnya sampai tiga puluh orang lebih karena banyak diantara mereka mempunyai wakil, berkumpul di tengah lapangan luas itu untuk berunding tentang pelaksanaan adu jago diantara mereka.

Nampak Yelu Kim hadir pula dan kedudukan nenek ini jelas nampak karena kalau para kepala kelompok itu duduk bersila di atas tanah yang membentuk sebuah lingkaran, adalah nenek Yelu Kim sendiri yang duduk di atas sebuah tandu. Ia tidak memimpin perundingan itu, namun bertindak sebagai penasihat dan selalu nenek inilah yang memecahkan persoalan yang mereka hadapi dan merupakan jalan buntu.

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: