*

*

Ads

Selasa, 13 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 134

"Cia Sun... Cia Sun... kakak Sun, kenapa engkau mau keluar? Kenapa tidak tinggal saja disini menemani aku?"

Keharuan menyelinap dalam hati Cia Sun. Sungguh patut dikasihani anak ini, pikirnya.
"Tidak mungkin, siauw-moi (adik kecil), tidak mungkin aku tinggal disini. Aku harus keluar dari sini. Banyak urusan yang harus kuselesaikan. Nah, tunjukkanlah jalan keluar bagi kami."

Gadis itu menggigit bibir, agaknya terjadi pertentangan dalam hatinya, akan tetapi ia mengangguk lalu melangkah menuju ke lorong samping, diikuti oleh Cia Sun dan Ci Kang dari belakang. Akhirnya gadis itu berhenti di depan sebuah pintu yang terbuat dari besi dan dicat hitam.

"Hanya dari sinilah jalan kcluar, dan ini merupakan rahasia. Kalau bukan untukmu, Sun-ko, aku tidak akan suka membuka rahasia ini. Kalau diketahui ibu, tentu aku akan mendapat kemarahan besar sekali."

Berkata demikian, gadis itu meraba dinding batu dekat pintu dan terdengar suara berderit ketika pintu besi itu bergerak masuk ke dalam dinding. Seketika Cia Sun dan Ci Kang memicingkan mata dan melindungi mata dengan tangan karena mereka menjadi silau ketika tiba-tiba berbareng dengan terbukanya daun pintu itu, nampak sinar matahari yang amat terang di balik pintu.

Mereka melewati ambang pintu dan berdiri di dalam cahaya matahari.
"Disinilah aku setiap pagi berjemur diri seperti yang diajarkan ibu. Kalau pintu ini terbuka, maka penutup sumur ini di bagian atas terbuka pula. Kalau pintu tertutup, penutup di atas itupun ikut tertutup sehingga tempat ini tidak pernah dapat diketahui orang dari atas," kata Hui Cu.

Dua orang pemuda itu memandang ke atas. Tempat itu merupakan dasar sebuah sumur yang dalam, agaknya tidak kurang dari seratus kaki dalamnya!

"Adik Hui Cu," kata Cia Sun memancing. "Apakah engkau pernah keluar dari lubang ini?"

Gadis itu mengangguk.
"Beberapa kali aku keluar, biasanya di waktu malam saja kalau suasana sepi karena aku takut... kalau sampai ketahuan orang yang akan membunuhku. Dan juga pernah beberapa kali keluar siang bersama ibu, akan tetapi tidak lama dan sebelum bertemu orang lain aku sudah harus masuk lagi."

"Dan bagaimana caranya engkau keluar dari sini?"

Hui Cu memandang ke atas, lalu nampak kaget.
"Aih, kenapa aku tidak ingat? Aku dapat naik dengan mudah, akan tetapi engkau, Sun-ko, kalian... mana bisa memanjat naik?"

"Kenapa tidak bisa?"

Ci Kang berkata dan pemuda ini sudah cepat mengerahkan sin-kang dan menggunakan kedua tangan dan kakinya untuk memanjat naik. Dengan menggunakan kedua tangan mencengkeram dinding sumur itu, dia dapat terus merayap naik seperti seekor cecak.

Hui Cu memandang dengan mata terbelalak.
"Wah, dia lebih pandai daripada aku!" Lalu ia membalikkan tubuhnya menghadapi Cia Sun. "Sun-ko, jangan kau pergi...!"

"Mana bisa? Tak mungkin aku tinggal terus disini, adik Hui Cu."

"Sun-ko, jangan tinggalkan aku, Sun-ko. Maukah engkau menemani aku barang beberapa hari saja? Aku amat kesepian, Sun-ko, hampir tak tertahankan lagi... dan begitu bertemu denganmu, aku ingin lebih lama berkenalan denganmu, bercakap-cakap denganmu..."

Cia Sun memandang dengan hati terharu. Gadis ini masih seperti kanak-kanak saja, polos dan bersih, dan menderita.

"Adik Hui Cu, tidak mungkin aku tinggal disini. Engkau saja agar minta kepada ibumu, kalau benar ia mencintamu, supaya engkau dibawa keluar dari tempat ini. Kulihat kepandaianmu hebat, kiranya engkau akan dapat pergi jauh dari orang yang hendak membunuhmu dan andaikata bertemu dengan aku, aku tentu akan siap melindungimu dari ancaman orang yang hendak membunuhmu."

Tiba-tiba Hui Cu memegang kedua tangan pemuda itu. Dengan kedua mata basah ia memandang wajah Cia Sun.

"Benarkah, koko? Benarkah bahwa engkau akan suka melindungi aku? Menurut ibu, ayahku itu memiliki kepandaian tinggi, sukar dikalahkan siapapun juga..."






"Tentu, siauw-moi, tentu aku akan melindungimu. Nah, sekarang selamat tinggal. Lihat, kawanku sudah hampir sampai diatas!"

Akan tatapi, tiba-tiba saja terdengar Ci Kang mengeluarkan seruan kaget dan tubuhnya melayang turun ke bawah! Cia Sun terkejut bukan main dan cepat dia menyambut tubuh kawannya itu dengan kedua lengannya. Untung Ci Kang masih sempat mengerahkan gin-kangnya sehingga dibantu oleh Cia Sun, dia dapat tiba di dasar sumur itu dengan selamat.

"Ibu...!"

Tiba-tiba Hui Cu berseru nyaring dan tubuhnya melesat ke atas. Cia Sun kagum melihat kehebatan gin-kang gadis itu. Sebentar saja tubuhnya sudah merayap naik dengan cepat sekali. Dari bawah, dia melihat bayangan orang di atas dan maklumlah dia bahwa yang berada di atas itu adalah ibu Hui Cu!

"Ia menyerangku dengan angin pukulan dahsyat!" kata Ci Kang dengan marah.

"Mari kita susul Hui Cu!"

Cia Sun berkata. Dengan cerdik dia hendak mempergunakan Hui Cu sebagai pelindung atau perisai. Kalau mereka merayap di bawah Hui Cu, tentu ibu gadis itu tidak dapat menyerang mereka dan ibu itu kiranya tidak akan mau mencelakai anak sendiri.

Ci Kang mengerti apa maksud kawannya, maka diapun cepat merayap kembali bersama Cia Sun mengejar Hui Cu yang sudah merayap lebih dulu. Benar saja, nenek yang berada di luar sumur itu menjenguk ke bawah dan mengeluarkan teriakan-teriakan yang tidak jelas, agaknya menyuruh puterinya itu turun kembali.

Akan tetapi Hui Cu tidak perduli dan terus merayap naik. Ketika gadis itu akhirnya meloncat keluar sumur, ibunya hendak menyerang Cia Sun dan Ci Kang yang masih belum tiba di atas.

"Ibu, jangan...!"

Hui Cu berseru dan menubruk ibunya, memeluk pinggang ibunya untuk menahan ibunya yang hendak mendekati sumur.

"Lepaskan aku, biar kubunuh mereka...!"

Nenek itu berseru dan meronta-ronta. Akan tetapi Hui Cu tetap tidak mau melepaskan rangkulannya dari pinggang ibunya dan kedua orang ini bersitegang. Keributan itu memberi cukup waktu bagi Cia Sun dan Ci Kang untuk berloncatan keluar dari sumur dan kini mereka berdiri terbelalak.

Kiranya nenek yang kini berusaha melepaskan rangkulan Hui Cu adalah seorang nenek berambut dan berpakaian putih, dan mereka berdua segera mengenalnya sebagai Ratu Iblis!

Nenek itu kinipun mengenal Ci Kang dan Cia Sun. Sejenak matanya yang kehijauan itu terbelalak, seolah-olah tidak percaya pandang matanya sendiri dan ia nampak kaget seperti melihat orang-orang yang sudah mati hidup kembali! Akan tetapi otaknya yang amat cerdik segera dapat membuat perhitungan dan ia menjadi kagum bukan main. Ia dapat menduga bahwa tentu dua orang muda itu berhasil menjebol lantai kamar jebakan yang dialiri air dari atas itu! Dua orang pemuda ini, yang menjadi musuh besar keluarganya, telah mengetahui rahasianya, rahasia puterinya!

Gadis itu, Toan Hui Cu, adalah puteri Ratu Iblis yang ketika lahir dahulu ditukar dengan bayi seorang penghuni dusun. Puteri inilah yang diselamatkan itu dengan mengorbankan nyawa bayi puteri penghuni dusun yang sama sekali tidak berdosa.

Ratu Iblis membunuh seorang bayi untuk menyelamatkan puterinya dari ancaman suaminya. Kemudian, setelah anak itu berusia lima enam tahun, dia menculiknya dari suami isteri penghuni dusun itu dan mengurung anak yang diberi nama Hui Cu, Toan Hui Cu itu, ke dalam guha bawah tanah yang merupakan tempat rahasia yang hanya diketahuinya sendiri.

Raja Iblis tentu saja tahu akan tempat ini, akan tetapi tempat ini merupakan kuburan atau tempat terakhir dari seorang gurunya dan menjadi tempat keramat, maka dia sendiripun tidak pernah dan tidak mau menjenguk tempat itu. Sama sekali dia tidak mengira bahwa isterinya mempunyai rahasia, bahwa tempat itu menjadi tempat persembunyian puterinya sendiri!

Ratu iblis merahasiakan segalanya dan bersikap hati-hati sekali. Bahkan ia tidak pernah memperkenalkan namanya sendiri atau nama suaminya kepada Hui Cu, dan menakut-nakuti gadis itu agar membunuh setiap orang yang berani masuk, juga memberi tahu bahwa ayah gadis itu tentu akan membunuhnya kalau sampai melihatnya.

Hal ini membuat Hui Cu ketakutan dan ia mentaati pesan ibunya, sampai belasan tahun lamanya ia menjadi penghuni guha bawah tanah itu sampai akhirnya, tanpa tersangka-sangka, nasib mempertemukan ia dengan Cia Sun dan Ci Kang!

Ketika Ratu Iblis mengenal dua orang pemuda itu, selain terkejut dan heran, ia juga marah dan khawatir sekali. Dua orang muda ini harus dibunuhnya, kalau tidak, rahasianya tidak akan dapat dipertahankannya lagi dan suaminya tentu akan marah kalau tahu bahwa ia mempunyai seorang puteri, yang disembunyikan sampai belasan tahun lamanya. Entah apa yang akan diperbuat suaminya terhadap dirinya dan terhadap Hui Cu, ia tidak sanggup membayangkan.

"Lepaskan, aku harus bunuh mereka!" Tiba-tiba ia menggerakkan tubuhnya dengan kuat dan Hui Cu terpelanting jauh. Melihat puterinya terpelanting jatuh, Ratu Iblis tidak jadi menyerang dua orang muda itu melainkan mendekati puterinya, merangkulnya dan bertanya dengan suara penuh kasih sayang, "Anakku, engkau tidak terluka...?"

Diam-diam dua orang pemuda yang memperhatikan gerak-gerik Ratu Iblis merasa heran. Lenyaplah sifat liar dan ganas dari nenek itu, terganti sifat yang menimbulkan rasa haru, karena sikapnya ketika merangkul dan mengelus rambut Hui Cu, dan juga suaranya menggetarkan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya!

"Ibu, jangan bunuh mereka... jangan serang Sun-koko...!"

Nenek itu melepaskan rangkulannya dan mengerutkan alianya.
"Sun-koko...? Siapa itu?"

"Seorang dari mereka... mereka tidak sengaja memasuki guha bawah tanah, ibu, jangan serang mereka, mereka itu orang-orang yang amat baik..."

"Setan! Mereka adalah musuh-musuh kita, kalau tidak dibunuh hanya akan mendatangkan bencana di kemudian hari!"

Dan tiba-tiba saja sikap nenek itu berobah lagi dan tubuhnya melesat ke depan, kedua tangannya sudah mendorong ke arah Cia Sun dan Ci Kang.

Akan tetapi kini dua orang pemuda itu sudah siap menghadapi serangan lawan. Mereka berdua tahu bahwa nenek itu lihai bukan main. Serangannya tadi saja mengeluarkan hawa yang amat kuat dan panas dan sebelum tangan itu menyentuh mereka, telah ada angin pukulan dahsyat yang menyerang. Mereka cepat mengelak dan balas menyerang sambil mengerahkan tenaga mereka.

Ratu Iblis menggereng marah melihat betapa tamparan-tamparannya dapat dielakkan oleh dua orang lawan itu, bahkan kini mereka membalas dengan pukulan-pukulan yang keras. Ia masih memandang rendah mereka dan menggunakan kedua lengannya untuk menangkis, dengan maksud tangkisan itu akan dilanjutkan dengan cengkeraman untuk menangkap lengan mereka.

"Dukk! Dukk...!"

Nenek itu kembali mengeluarkan suara geraman aneh ketika ia merasa betapa benturan lengan itu membuat tubuhnya tergetar hebat, jangankan merobah tangkisan menjadi cengkeraman, bahkan ia terhuyung ke belakang oleh benturan-benturan itu. Sedangkan Cia Sun dan Ci Kang juga terhuyung ke belakang karena nenek itu memang memiliki tenaga kuat yang aneh sekali.

Mulailah nenek itu memandang mereka dengan mata lain, tidak lagi berani memandang rendah. Dan iapun mulai mengerti bahwa dua orang pemuda itu memang memiliki ilmu kepandaian hebat. Tadinya memang Siang Hwa melaporkan bahwa mereka itu lihai, akan tetapi ia masih belum percaya. Sekarang baru ia tahu bahwa memang tingkat kepandaian mereka ini lebih lihai daripada tingkat Siang Hwa. Pantas saja muridnya itu terpaksa mempergunakan siasat untuk menjebak mereka.

Karena tidak memandang rendah lagi, nenek itu menggerakkan tangan kanannya dan nampaklah sinar berkilat ketika ia tahu-tahu sudah mencabut pedangnya. Dicabutnya pedang ini membuktikan bahwa Ratu Iblis benar-benar tidak memandang rendah lawan. Jarang ia mempergunakan pedangnya kalau bertanding karena jarang pula ada orang mampu menandinginya walaupun ia tidak mencabut pedang.

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: