*

*

Ads

Selasa, 13 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 135

Ci Kang maklum akan kelihaian lawan, maka diapun cepat mematahkan sebuah cabang pohon yang sebesar lengannya dan panjangnya satu tombak. Menghadapi pedang seorang datuk sesat seperti nenek itu dia harus berhati-hati.

Cia Sun juga berhati-hati dan untung bahwa suling yang terselip di pinggangnya, di balik bajunya, masih ada, maka iapun mencabut sulingnya itu. Benda ini telah menjadi senjata yang ampuh semenjak dia di digembleng oleh Go-bi San-jin. Bukan hanya suling ini, bahkan kini dia pandai mempergunakan ujung lengan baju atau benda apa saja sebagai senjata.

Dengan cerdiknya, kedua orang muda itu lalu berpencar, menghadapi nenek itu dari kanan kiri. Mereka bersikap hati-hati dan hanya menanti dengan waspada, tidak mau menyerang lebih dulu.

Sejenak tiga orang itu berdiri tegak seperti patung, hanya mata nenek itu yang melirik ke kanan kiri untuk mengikuti gerakan dua orang lawannya. Pedang di tangan kanannya itu diangkat tinggi-tinggi dan melintang di atas kepala, sedangkan tangan kiri dengan jari-jari terbuka, diletakkan di depan dada, rambutnya yang putih panjang itu tergantung di depan.

"Ibu, jangan serang mereka...! Sun-ko, jangan berkelahi dengan ibuku..."

Akan tetapi nenek itu tentu saja tidak memperdulikan teriakan puterinya, bahkan membentak marah,

"Diam kau...!"

"Siauw-moi, aku hanya membela diri...!"

Cia Sun menjawab. Akan tetapi begitu dia bicara, nenek itu sudah menggerakkan pedangnya menyerang dengan amat hebatnya. Pedang itu menyambar dari atas seperti halilintar dan mengeluarkan hawa dingin.

Cia Sun cepat mengelak. Pedang menyambar lewat akan tetapi cepat membalik dan meluncur turun, kalau tadi membacok kini berbalik menusuk! Demikian cepatnya datangnya serangan lanjutan itu sehingga Cia Sun terpaksa harus mengangkat sulingnya menangkis.

"Trakkk...!"

Kembali keduanya mendapat kenyataan bahwa lawan memang memiliki tenaga sin-kang yang sama sekali tidak boleh dipandang ringan.

Pada saat itu, Ci Kang sudah menyerang dengan tongkatnya yang dibuat secara darurat, yaitu kayu cabang pohon tadi. Serangannya hebat sekali, sampai mengeluarkan angin dan suara bersuitan. Tongkat itu menyambar ke arah kepala nenek itu yang sedang menyerang Cia Sun.

Ratu Iblis itu sungguh lihai bukan main. Menghadapi serangan tongkat yang datang dari samping agak belakang ini, ia bersikap tenang saja. kepalanya digerakkan mengelak dan tiba-tiba saja gumpalan rambut putihnya menyambar dan menangkis batang kayu itu. Hebatnya, kini gumpalan rambut itu tiba-tiba saja berobah menjadi kaku dan keras seperti besi.

"Takkk...!"

Tongkat di tangan Ci Kang tertangkis dan mendadak tangan kiri nenek itu mendorong ke depan dan serangkum hawa panas yang amat hebat menyambar dada Ci Kang sebagai balasan serangannya.

"Ehhh...!"

Ci Kang berseru kaget dan terpaksa dia meloncat jauh ke belakang karena serangan itu sungguh amat berbahaya.

Dua orang muda itu kini bersikap hati-hati sekali. Mereka semakin tahu betapa hebatnya lawan mereka yang memiliki tiga macam senjata ampuh itu, yakni pedangnya, rambutnya, dan tangan kirinya. Belum lagi diperhitungkan kedua kakinya kalau mengirim tendangan karena mereka melihat betapa sepatu nenek itu berlapis baja!






Nenek itu sendiri juga menjadi terkejut. Belum pernah ia menghadapi lawan yang begini tangguhnya. Andaikata dua orang pemuda itu maju satu demi satu saja, agaknya ia masih akan dapat mengatasi mereka, bahkan mengungguli mereka. Akan tetapi pemuda itu maju bersama dan setelah kini mereka bersikap hati-hati, gerakan mereka amat kuat dan terpusatkan sehingga ia segera terdesak hebat! Juga pertemuan-pertemuan tenaga antara ia dan dua orang muda itu membuat ia lelah karena ia harus mengerahkan seluruh tenaganya kalau tidak mau celaka dilanda gelombang tenaga yang dahsyat dari mereka.

"Anakku, cepat maju dan gunakan kebutanmu! Bantulah aku!"

Akhirnya setelah terdesak hebat, nenek itu berseru minta bantuan puterinya yang sejak tadi hanya nonton saja dengan mata terbelalak penuh kegelisahan. Kini, mendengar seruan ibunya, ia menjadi semakin bingung.

"Tidak, ibu! Kata ibu semua orang terutama laki-laki jahat, akan tetapi mereka ini tidak jahat, aku tidak bisa menyerang mereka. Ibu jangan memusuhi mereka!" Gadis itu menjawab dengan suara yang tegas.

"Desss...!"

Tubuh nenek itu terhuyung akan tetapi ia dapat menguasai dirinya dan tidak sampai roboh walaupun tongkat cabang pohon di tangan Ci Kang yang menyerempet pinggangnya tadi kuat bukan main.

Karena puterinya tidak mau membantunya dan maklum bahwa dua orang lawannya sungguh merupakan lawan tangguh yang dapat membahayakan keselamatannya, Ratu Iblis mengeluarkan pekik melengking yang sejenak membuat kedua orang pemuda itu tercengang dan mereka harus mengerahkan sin-kang untuk melawan pengaruh suara itu dan kesempatan itu dipergunakan oleh nenek itu untuk meloncat ke arah puterinya, memegang lengan puterinya dan melarikan diri sambil menarik Hui Cu bersamanya.

"Kurasa tidak perlu dikejar, terlalu berbahaya...!"

Cia Sun berkata ketika melihat temannya hendak mengejar. Mendengar suara Cia Sun, Ci Kang menahan kakinya dan melangkah kembali menghampiri temannya yang sedang memeriksa tangan kirinya yang ternyata kulitnya berwarna hitam kehijauan dari jari-jari tangan sampai ke pergelangan.

"Cia Sun, engkau keracunan!" kata Ci Kang mendekat.

"Nenek itu memiliki banyak pukulan beracun yang jahat. Sungguh berbahaya sekali!" kata Cia Sun. "Karena itu aku mencegahmu melakukan pengejaran. Aku tidak dapat membantumu dan kalau sampai ia dibantu kawan-kawannya, tentu engkau terancam bahaya. Aku harus menggunakan waktu beberapa hari untuk membersihkan racun ini."

"Tidak perlu begitu lama, Cia Sun. Aku telah mempelajari ilmu membersihkan hawa beracun itu dan dengan bantuanku, tanganmu akan sembuh dengan cepat."

Tak lama kemudian Ci Kang sudah mengobati tangan kiri temannya itu. Cia Sun duduk bersila, mengerahkan sin-kang dan dengan hawa murni dia mendorongkan tenaga ke arah tangan kirinya. Kalau dia melakukan pengobatan ini sendiri saja, tentu akan memakan waktu sedikitnya sepekan baru hawa beracun dalam tangan kirinya itu dapat terusir bersih.

Akan tetapi, kini Ci Kang menempelkan kedua telapak tangannya di siku dan pundak kirinya dan teman ini membantunya dengan mengerahkan sin-kang. Hawa panas memasuki lengan kirinya itu dan dengan kekuatan disatukan, dengan mudah mereka dapat mengusir racun dari tangan kiri. Tak lama kemudian, kulit tangan itu berobah warnanya. Warna hitam kehijauan itu perlahan-lahan surut dan akhirnya lenyap melalui kuku-kuku jari tangan.

"Terima kasih, Ci Kang, engkau telah menolongku," kata Cia Sun dengan girang dan kagum.

Ci Kang menggeleng kepala.
"Tidak ada terima kasih, Cia Sun. Ketika aku terjatuh kembali ke dalam sumur tadi, engkaupun telah menolongku. Sikapmu yang baik terhadap diriku saja sudah membuat aku bersyukur sekali."

"Ci Kang, sampai kini aku masih merasa heran mengingat bahwa engkau, seperti pengakuanmu, adalah putera Siang-koan Lo-jin! Dan engkau memusuhi datuk-datuk sesat! Sebetulnya, kalau aku boleh bertanya mengingat bahwa nasib telah mempertemukan kita yang menjadi sahabat senasib sependeritaan, apakah yang kau cari disini?"

"Sama dengan engkau, Cia Sun. Bukankah engkau datang ini untuk menghadiri pertemuan para pendekar yang hendak bangkit menentang Raja dan Ratu Iblis yang kabarnya dibantu oleh para datuk sesat termasuk Cap-sha-kui?"

Cia Sun mengangguk lalu bertanya,
"Apa maksudmu ingin menghadiri pertemuan itu?"

Ci Kang tersenyum pahit.
"Aku yang tolol ini hendak menipu diri sendiri. Ayahku seorang datuk sesat, begaimana mungkin aku diterima diantara para pendekar? Tadinya kusangka..."

Melihat Ci Kang tidak melanjutkan kata-katanya dan wajahnya menjadi muram, Cia Sun memegang lengan yang kokoh kuat itu.

"Sahabatku, jangan kau persalahkan sikap para pendekar. Andaikata aku sendiri belum mengalami bahaya-bahaya itu bersamamu dan telah mengenalmu benar bahwa engkau adalah seorang gagah yang menentang para datuk sesat, mungkin akupun akan curiga kepadamu. Bayangkan saja. Engkau, putera Siangkoan Lo-jin, berkeliaran disini, padahal para pendekar hendak mengadakan pertemuan untuk menentang golongan sesat! Tentu saja orang yang tidak mengenal keadaan dirimu akan menyangka engkau memata-matai pertemuan para pendekar itu. Akan tetapi jangan takut. Ada aku disini yang akan menjelaskan segalanya kepada para pendekar. Tapi katakan dulu, apa sesungguhnya niat hatimu datang ke sini?"

"Aku hendak menyumbangkan tenaga menentang para datuk yang hendak melakukan pemberontakan."

"Bagus! Kalau begitu kita sehaluan. Mari kita pergi ke bekas benteng Jeng-hwa-pang untuk menemui para pendekar, Ci Kang."

Akan tetapi pemuda yang tinggi besar itu menggeleng kepala.
"Cia Sun, sejak kecil aku selalu ingin berusaha sendiri. Usaha apapun yang kuhadapi, kalau berhasil hanya karena bantuan orang lain, tidak akan memuaskan hatiku. Biarlah, aku akan hadapi sendiri para pendekar, apapun akibatnya. Aku girang sekali telah dapat bertemu dan berkenalan denganmu, Cia Sun. Selamat berpisah!"

Setelah berkata demikian, Ci Kang lalu meloncat lari meninggalkan Cia Sun yang berdiri termenung, hatinya kagum melihat pemuda perkasa yang memiliki ilmu kepandaian yang dapat menandinginya. Diapun lalu meninggalkan tempat berbahaya itu.

**** 135 ****
Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: