*

*

Ads

Selasa, 13 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 133

Ci Kang dan Cia Sun berdiri memandang, sejenak seperti kehilangan akal karena mereka sungguh tidak mengira bahwa wanita itu bukan Siang Hwa, melainkan seorang gadis muda yang sama sekali tidak mereka kenal. Akan tetapi, karena gadis ini berada di tempat yang mereka anggap sebagai sarang dari Raja Iblis, tentu saja merekapun menaruh curiga kepada gadis ini. Apalagi setelah mereka mengalami malapetaka dan nyaris tewas akibat seorang gadis cantik pula. Dan gadis inipun tadi menyerang mereka dengan amat hebatnya, serangan maut yang kalau tidak cepat mereka elakkan, mungkin dapat membunuh mereka.

Betapapun juga, karena yang mereka hadapi hanya seorang gadis remaja yang kini nampak bingung dan ketakutan seperti seekor harimau yang terkurung, dua orang pemuda itu sendiripun tidak tahu harus berbuat apa. Tentu saja mereka tidak sudi menyerang gadis yang tidak mereka kenal ini.

"Nona, kenapa engkau menakut-nakuti kami kemudian menyerang kami dengan kebutanmu itu?" tanya Cia Sun.

"Karena demikian pesan ibuku..." jawab gadis itu, suaranya merdu akan tetapi agak kaku seperti orang yang jarang sekali bicara.

"Pesan ibumu? Untuk membunuh kami?"

"Ya, kalian atau siapa saja yang berani masuk kesini, terutama laki-laki. Aku... aku tadi tidak tega untuk menyerang kalian, maka hendak mengusir kalian dengan menakut-nakuti, akan tetapi kalian tidak takut..."

Cia Sun dan Ci Kang saling pandang. Mereka mengerutken alis. Gadis ini masih seperti anak-anak saja. Akan tetapi bagaimanapun juga, ketika mengatakan bahwa ia tidak tega menyerang mereka, menunjukkan bahwa gadis ini tidaklah sejahat Siang Hwa.

"Siapakah ibumu, nona?"

"Ibuku... ya, ibuku, satu-satunya orang yang baik kepadaku, yang kadang-kadang mengunjungi dan yang melatih ilmu silat, mengajarku membaca dan menulis. Sayang, ibu kini hanya jarang saja dapat mengunjungiku..."

"Akan tetapi, kenapa engkau berada di tempat ini? Dan bagaimana dapat keluar dari sini?" Cia Sun mendesak.

"Aku berada disini sejak kecil, aku sudah lupa lagi berapa lamanya... sejak kecil, dan yang menemani aku hanya kerangka itu... dan ibu yang kadang-kadang datang menjengukku."

"Engkau tidak pernah keluar dari sini?" tanya Ci Kang yang juga terheran-heran.

Gadis itu menggeleng kepala.
"Tidak diperkenankan ibu. Katanya, kalau aku keluar, aku tentu akan dibunuh orang. Aku hanya dapat mandi cahaya matahari selama beberapa jam saja setiap hari ketika sinar matahari memasuki ruangan belakang melalui sebuah lubang."

"Bagaimana engkau makan? Minum? Dan mandi atau mencuci pakaian?" Cia Sun bertanya, merasa heran dan kasihan.

"Aku masak sendiri, bahan makanan diberi ibu, banyak sekali."

Gadis itu lalu berjalan perlahan, diikuti dua orang pemuda itu. Ia memperlihatkan tumpukan bahan makanan di sebuah ruangan lain dan juga adanya sebuah sumber air. Ada beras, ada daging kering dan bumbu-bumbunya. Cukup untuk makan berbulan-bulan.

"Akan tetapi, kenapa engkau dikurung disini? Siapa yang akan membunuhmu kalau kau keluar?"

"Entahlah, ibu hanya bilang bahwa aku tidak boleh bertemu dengan laki-laki. Kalau ada laki-laki masuk kesini, aku harus membunuhnya. Akan tetapi aku tidak suka membunuh, dan aku sekarang merasa girang sekali dapat bertemu dan bercakap-cakap denganmu..." Gadis itu memandang wajah Cia Sun dengan mata bersinar-sinar. "Aku girang tadi tidak sampai membunuhmu!"

"Hemm, jangan dikira mudah membunuh dia atau aku, nona," kata Ci Kang.

"Aku tentu dapat kalau aku mau!" gadis itu berkata. "Kebutanku ini lihai sekali, bahkan ibu sendiri bilang kebutanku akan sukar dilawan olehnya. Lihat...!" Gadis itu menggerakkan kebutannya.

"Tar-tar...!"






Ujung batu di langit-langit ruangan itu terkena sambaran ujung kebutan dan hancur menjadi debu! Diam-diam dua orang pemuda itu kaget dan kagum. Gadis ini tidak main-main dan ilmu mempergunakan kebutan itu lihai dan berbahaya sekali.

"Siapa yang mengajarmu mainkan kebutan selihai itu?"

Cia Sun bertanya. Kalau sampai ibu gadis itu sendiri yang katanya mengajarnya silat menyatakan tidak sanggup menandingi kebutan itu, berarti tentu bukan ibu gadis itu yang membimbingnya dalam ilmu menggunakan kebutan itu.

"Guruku dalam ilmu kebutan adalah dia!"

Gadis itu menuding ke arah kerangka manusia berpakaian tosu itu. Dua orang pemuda itu terkejut dan kini mereka semua kembali menghampirl kerangka yang masih duduk bersila. Kini mereka berdua dapat membayangkan betapa lihainya orang ini dahulu ketika masih hidup. Jelas bahwa orang itu mati dalam keadaan bersamadhi. Dan hebatnya, biarpun seluruh kulit dan dagingnya telah habis dimakan waktu dan hanya tinggal kerangkanya saja, akan ketapi kerangka itu tetap dalam keadaan duduk bersila dan tidak runtuh.

"Siapakah locianpwe ini...?" tanya Ci Kang dengan hati kagum.

"Dia adalah kakek guruku, dia adalah guru terakhir dari ibu dan ayahku."

Gadis itu menjawab tanpa ragu-ragu dan dengan suara mengandung kebanggaan. Agaknya dara itu merasa bangga sekali kepada kerangka itu yang selain menjadi kakek gurunya, juga menjadi temannya hidup di dalam guha bawah tanah ini.

"Akan tetapi dia... mana bisa mengajarmu? Dia sudah mati lama sekali," kata Cia Sun.

Gadis itu tertawa dan wajahnya yang agak pucat itu nampak manis bukan main. Sepasang matanya memandang wajah Cia Sun dan berseri-seri. Agaknya ia dapat mendengar atau merasakan betapa di dalam suara pemuda itu terkandung perasaan iba dan kagum dan hal ini amat menyenangkan hatinya.

"Tentu saja tidak secara langsung. Dia sudah menjadi kerangka ketika aku dibawa kesini untuk pertama kalinya. Akan tetapi atas petunjuk ibuku, aku mempelajari catatan-catatan dan gambar-gambar yang terukir di atas batu yang berada di belakangnya. Ilmu itu, kata ibu merupakan ilmu rahasia yang tidak pernah diajarkan kepada siapapun juga tidak kepada ibu, sehingga kini menjadi milikku sendiri."

Dua orang pemuda itu kint dapat menduga bahwa gadis ini bukan orang jahat, dan agaknya tidak ada hubungannya dengan Raja Iblis maupun Siang Hwa. Akan tetapi Ci Kang masih belum puas.

"Apakah engkau mengenal seorang gadis bernama Siang Hwa?" tanyanya sambil memandang wajah dara remaja itu.

Yang ditanya mengerutkan alisnya seperti orang mengingat-ingat, lalu menggeleng kepala.

"Tentu engkau mengenal Raja Iblis atau Ratu Iblis!"

Ci Kang menyambung tiba-tiba dan pandang matanya penuh selidik mengamati wajah cantik manis itu. Akan tetapi gadis itu kelihatan geli dan menggeleng kepalanya lagi.

"Kau kira aku ini siapakah mengenal segala iblis? Aku hanya mengenal iblis dan setan dalam dongeng-dongeng ibuku atau cerita-cerita dalam buku-buku yang ditinggalkan ibu untukku."

Cia Sun dan Ci Kang saling pandang, kini yakin bahwa gadis ini memang tidak ada sangkut-pautnya dengan keluarga iblis itu.

"Siapakah nama ibumu dan ayahmu, nona?"

Cia Sun bertanya, sikapnya halus dan sopan walaupun dia dapat menduga bahwa gadis ini sejak kecil tidak pernah bergaul dengan manusia lain.

Gadis itu memandang Cia Sun dan seperti tadi, wajahnya berseri dan jelas nampak dari pandang matanya bahwa ia suka dan kagum kepada pemuda itu. Lalu ia menggeleng kepala.

"Aku tidak tahu, aku tidak pernah jumpa dengan ayah, dan ibuku tidak pernah memberitahukan nama. Tapi aku... aku benci ayah!"

Cia Sun mengerutkan alisnya. Seorang gadis yang begini manis dan yang keadaannya amat aneh, menarik perhatian dan rasa ibanya, tidak layak kalau mengeluarkan kata-kata keji seperti itu, kata-kata yang hanya patut keluar dari mulut seorang anak durhaka.

"Nona, tidak baik membenci ayah sendiri." dia menegur.

Mendengar nada suara teguran ini, dan melihat betapa pandang mata Cia Sun sedemikian marah dan tidak senang, tiba-tiba saja gadis itu menutupi muka dengan kedua tangan dan menangis!

Tentu saja Cia Sun dan Ci Kang menjadi heran dan tidak tahu harus berbuat apa. Cia Sun yang merasa bersalah telah menegur orang padahal urusan pribadi nona itu sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan dia, segera maju dan berkata dengan suara menyesal,

"Maafkan aku, nona. Bukan maksudku untuk menegurmu dan menyinggung hatimu, akan tetapi aku tadi hanya merasa heran bagaimana seorang gadis seperti engkau ini dapat membenci ayah sendiri. Kenapa engkau membencinya? Kalau sampai engkau membencinya, tentu dia seorang ayah yang tidak baik!"

Gadis itu menurunkan kedua tangannya dan sejenak Cia Sun terpesona. Setelah menangis, ada warna merah pada kedua pipi gadis itu dan kini ia nampak cantik manis sekali, amat menarik hati! Gadis itu mengusap air mata dari kedua pipinya dengan ujung lengan baju, kemudian memandang Cia Sun.

"Dia... dia mau membunuhku!"

"Apa...?" Cia Sun benar-benar terkejut mendengar ini. "Kenapa?"

"Aku tidak tahu. Aku tidak pernah berjumpa dengan dia, akan tetapi ibu menekankan kepadaku bahwa aku tidak boleh bertemu dengan orang lain, terutama dengan laki-laki dan lebih-lebih lagi dengan ayahku karena ayahku pasti akan membunuhku kalau bertemu denganku. Karena itulah maka aku dikurung disini."

Hati Cia Sun tertarik sekali. Ayah dan ibu gadis ini sungguh merupakan manusia-manusia aneh. Ibu gadis ini barangkali gila, ataukah ayahnya yang gila? Ataukah gadis ini sendiri yang miring otaknya?

"Engkau tidak tahu siapa nama ayahmu atau ibumu?"

Gadis itu menggeleng kepalanya.
"Dan namamu sendiri? Siapakah namamu?"

"Ibu memanggil aku Hui Cu."

"She-mu...?"

"Apa itu she?"

"Nama keluargamu? Siapakah nama keluarga ayahmu?"

"Aku tidak tahu, tahuku hanya bahwa ibu memanggil aku Hui Cu dan kata ibu usiaku sekarang sudah hampir delapan belas tahun."

Sementara itu, Ci Kang kelihatan tidak sabar melihat betapa Cia Sun asyik bicara dengan gadis ini. Dia tahu bahwa Cia Sun hanya tertarik oleh riwayat gadis yang amat aneh itu, akan tetapi baginya, hal itu tidak ada sangkut-pautnya sama sekali.

"Sudahlah, mari kita cepat keluar dari sini. Nona, tunjukkanlah jalan keluar dari tempat ini untuk kami," katanya.

Baru teringat Cia Sun bahwa mereka terkurung di dalam guha bawah tanah. Diapun mengangguk kepada gadis bernama Hui Cu itu sambil berkata,

"Benar, kami perlu cepat keluar dari sini, adik Hui Cu. Tolonglah kami keluar dari sini!"

Hui Cu kelihatan girang sekali dipanggil adik oleh Cia Sun. Ia tersenyum dan nampaklah giginya berderet putih. Agaknya, ibu gadis ini tidak lupa untuk memberi pelajaran cara merawat dan membersihkan diri kepada gadis yang hidupnya terkurung dalam guha bawah tanah ini.

"Kau... siapakah namamu?" tiba-tiba ia bertanya kepada Cia Sun.

"Namaku Cia Sun dan dia bernama Siangkoan Ci Kang. Nah, adik Hui Cu, tunjukkanlah jalan keluar itu."

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: