*

*

Ads

Kamis, 04 Januari 2018

Siluman Gua Tengkorak Jilid 06

Karena berhadapan dengan keluarga Cin-lingpai, terutama sekali dengan ayah angkatnya, yaitu Pendekar Lembah Naga Cia Sin Liong, maka Thian Sin mengalah dan tidak berani melawan. Akhirnya dia dan kekasihnya diampuni dan diapun berjanji akan membuang jauh-jauh sifatnya yang kejam terhadap para penjahat itu dan mereka berdua lalu pergi ke tempat yang terasing, yaitu di Pulau Teratai Merah.

Tempat ini adalah tempat dimana dahulu mendiang Pangeran Toan Su Ong, ayah kandung Kim Hong, hidup bersama anak isterinya ketika dia menjadi buronan pemerintah karena sikapnya yang suka memberontak dan menentang kaisar.

Demikianlah perkenalan kita secara singkat dengan sepasang muda-mudi yang hebat ini. Pada waktu-waktu tertentu kedua orang ini sering kali meninggalkan pulau mereka dan melakukan perjalanan di daratan besar, merantau dan melakukan petualangan bersama-sama, menikmati hidup dan bersama-sama menghadapi segala peristiwa dengan sikap sebagai sepasang pendekar yang menentang kejahatan.

Pada hari itu, kebetulan sekali mereka yang hendak melakukan pejalanan pesiar ke kota Taigoan, pada waktu melewati hutan itu, timbul kegembiraan mereka untuk menangkap kelinci ketika mereka melihat beberapa ekor kelinci yang gemuk dan sehat.

"Lihat kelinci di sana itu!"

Mula-mula Kim Hong berseru sambil menunjuk ke depan dan mereka melihat seekor kelinci putih yang muda dan gemuk muncul dari semak-semak.

"Gemuknya! Ihh, basah mulutku membayangkan dagingnya dipanggang. Tentu lezat dan sedaaappp!" Thian Sin tertawa.

Mendengar suara ketawa yang tidak wajar itu, Kim Hong yang sudah menghentikan kudanya menengok dan menatap wajah kekasihnya dengan sinar mata menyelidik dan menuntut.

"Kenapa kau ketawa seperti itu? Menertawakan aku?"

Thian Sin tertawa makin geli.
"Kim Hong, membayangkan dagingnya yang putih mulus dipanggang, menimbulkan selera seperti kalau membayangkan tubuhmu... aih, seperti ada persamaannya membayangkan antara kalian berdua..."

"Tarrr...!"

Pecut kuda di tangan Kim Hong meledak di dekat kepala kuda yang ditunggangi Thian Sin, membuat kuda itu meringkik kaget dan mengangkat kedua kaki depan tinggi-tinggi. Kalau bukan Pendekar Sadis yang berada di punggungnya, tentu gerakan tiba-tiba ini akan membuat penunggangnya terlempar dari atas punggung kuda!

"Porno kau! Cabul kau!" Kim Hong memaki akan tetapi Tian Sin hanya tertawa. Mereka lalu berlumba untuk berburu kelinci. "Yang dapat lebih dulu bagian makan, yang lain bagian membersihkan dan memanggang dagingnya!" kata Kim Hong akan tetapi sambil berkata demikian, kudanya sudah meloncat ke depan dan ia sudah mengejar seekor kelinci putih yang berlari-larian ketakutan setengah mati dikejar kuda besar.

Thian Sin tertawa dan tidak mau kalah. Lalu diapun membedal kudanya mengejar kelinci. Mereka berdua adalah orang-orang yang memiliki kepandaian silat tinggi, bahkan dapat dinamakan orang-orang sakti, akan tetapi pada waktu-waktu tertentu mereka kadang-kadang bersikap seperti kanak-kanak dan juga mereka bersikap jujur sekali. Kalau mereka menghendaki, dengan sekali gerakan tangan saja, tentu mereka akan merobohkan seekor kelinci.

Akan tetapi, pikiran ini sama sekali jauh meninggalkan benak mereka yang sedang bergembira dan begurau itu dan mereka kini sungguh-sungguh mempergunakan kelincahan kuda mereka untuk berburu kelinci dan berlomba secara wajar dan jujur, sama sekali tidak berniat untuk mempergunakan ilmu kepandaian mereka.

Justru disinilah letak kegembiraannya. Mempergunakan kelincahan kuda saja berburu kelinci tanpa mengandalkan senjata atau kepandaian, sungguh bukan merupakan hal yang mudah. Kelinci-kelinci itu terlampau gesit untuk kuda yang bertubuh besar dan beberapa kali kelinci-kelinci itu menyelinap dan lenyap di dalam semak-semak atau lenyap di dalam lubang.

Mereka tertawa-tawa, berebut hendak menangkap kelinci sampai mereka tidak tahu kemana kuda mereka menuju. Tiba-tiba mereka mendengar suara anak menahan tangis. Keduanya terkejut, menghentikan kuda mereka dan melihat ke depan. Di situ, seorang anak laki-laki sedang merangkul seorang anak perempuan dan berusaha mendekap mulut anak perempuan itu agar jangan menjerit atau terisak.

Akan tetapi, dua pasang mata mereka itu menatap kepada dua orang penunggang kuda dengan terbelalak dan penuh rasa takut. Mereka itu adalah Cia Liong dan Cia Ling, dua orang anak yang melarikan diri dari dalam kereta yang dihadang oleh siluman itu.

Ketika mereka tiba disitu dan mendengar suara dua orang penunggang kuda yang tertawa-tawa dan mengejar-ngejar kelinci, kemudian melihat mereka muncul, dua orang anak itu menjadi ketakutan, mengira bahwa yang muncul itu tentulah orang-orang jahat pula. Cia Ling sudah hampir menjerit dan menangis, akan tetapi mulutnya didekap oleh kakaknya dan kini mereka berdiri terbelalak memandang kepada dua orang penunggang kuda itu dengan ketakutan.






Melihat dua orang anak kecil yang ketakutan di dalam hutan ini, sekali melompat Kim Hong sudah berada di depan mereka. Loncatannya itu memang luar biasa dan akan membuat seorang ahli silat dan seorang ahli gin-kang melongo dan kagum disertai ketakjuban.

Tidak mudah meloncat dari atas punggung kuda seperti itu, tanpa membuat kuda itu terkejut, dan di udara membuat pok-sai (salto) sampai dua kali dan tahu-tahu meluncur turun di dekat dua orang anak itu. Seperti seekor burung terbang saja. Dan ini memang merupakan satu diantara keistimewaan gadis itu, yakni gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang amat hebat.

Kim Hong sudah berjongkok di depan dua orang anak itu, tersenyum dan memandang manis agar mereka tidak menjadi ketakutan.

"Eh, siapakah kalian adik-adik kecil ini? Dan kenapa berdua saja di dalam hutan dan kelihatan ketakutan? Jangan takut kepadaku, aku akan menolong kalian!"

Dalam keadaan seperti itu, batin anak-anak kecil lebih peka dari pada orang tua. Cia Ling memandang wajah yang cantik kemudian tiba-tiba merangkul dan menangis di atas pundak Kim Hong yang lalu memondongnya,

"Ceritakan, apa yang telah terjadi? Kami akan menolongmu," kata Thian Sin yang juga sudah turun dari atas kudanya dan menghampiri dua orang anak itu.

Agaknya Cia Liong juga sudah dapat mempercayai kedua orang ini yang sama sekali tidak kelihatan seperti orang-orang jahat,

"Ayah kami dibunuh siluman..."

"Apa...?" Thian Sin terkejut sekali dan berseru keras, membuat Cia Liong terkejut.

Kim Hong mengerutkan alisnya dan merengut.
"Kasarmu ini!" celanya dan iapun mendekati anak laki-laki itu, "Kenapa ayahmu dibunuh siluman dan dimana? Ceritakan, jangan takut. Kami akan melawan siluman itu!" katanya.

"Ayah kami dibunuh malam tadi... dan ibu kami diculik siluman..."

"Ahh...!" Kim Hong juga terkejut "Dan bagaimana kalian bisa berada disini?"

"Kami dibawa lari oleh paman Kwee Siu, naik kereta akan tetapi di jalan... di jalan... siluman itu menghadang dan sekarang berkelahi dengan paman Kwee Siu... dan kami melarikan diri..."

"Dimana pamanmu itu sekarang?" Thian Sin bertanya.

"Disana..." Cia Liong menuding ke belakang.

"Kim Hong, bawa mereka, aku akan ke sana!"

Belum habis kata-katanya, orangnya sudah lenyap ketika Thian Sin melompat dan tubuhnya berkelebat lenyap.

Kim Hong menuntun dua ekor kuda dan mendudukkan dua orang anak itu di atas punggung kuda, dan iapun menyusul ke arah larinya Thian Sin. Ketika Kim Hong tiba di tempat perkelahian itu, ia melihat Thian Sin sedang berjongkok di dekat sesosok tubuh yang nampaknya sudah menjadi mayat. Thian Sin sedang berusaha membuat orang yang belum tewas benar itu memperoleh kekuatan dengan jalan menotok sana-sini. Iapun menurunkan dua orang anak itu dan cepat menghampiri.

"Paman Kwee..."

Dua orang anak itu menangis dan mengertilah Thian Sin dan Kim Hong bahwa korban ini adalah paman yang melarikan dua orang anak itu, agaknya hendak menyelamatkan mereka dan melarikan dari bahaya, namun tetap saja bahaya maut itu datang menjemput.

Akhirnya usaha Thian Sin berhasil. Orang yang dadanya luka oleh tusukan pedangnya sendiri dan pelipisnya retak karena pukulan itu menggerakkan mata dan bibirnya, kemudian dia mengeluh panjang, lalu terdengar suaranya berbisik lemah,

"Si... siluman... guha... tengkorak... ahhhh... tewas semua...su... susiok..."

Kwee Siu tak mampu melanjutkan kata-katanya karena lehernya terkulai dan nyawanya melayang.

"Paman...!"

Dua orang anak itu yang dapat menduga apa yang telah terjadi, menangis. Akan tetapi Kim Hong dapat membujuk dan menghibur mereka, membawa mereka ke dalam kereta.

Kemudian wanita perkasa ini membantu Thian Sin untuk mengubur jenazah Kwee Siu di dalam hutan itu. Mereka berdua maklum bahwa di balik semua ini tentu terdapat rahasia, dan mereka dapat merasakan bahaya maut mengancam dua orang anak itu. Oleh karena itulah maka mereka tidak mau ribut-ribut, melainkan diam-diam mengubur jenazah Kwee Siu dan mengambil keputusan untuk menyelidiki urusan ini dan selain menghukum penjahat-penjahatnya, juga berusaha menolong ibu anak-anak itu yang katanya diculik "siluman". Apa lagi mereka mendengar pesan terakhir paman dua orang anak itu tentang Siluman Guha Tengkorak!

Mereka belum pernah mendengar nama ini namun mudah diduga bahwa penjahat-penjahat itu tentulah yang memakai nama Siluman Guha Tengkorak. Setelah selesai mengubur jenazah itu secara sederhana, mereka lalu menghampiri Cia Liong dan Cia Ling yang masih terisak-isak dan nampak bingung.

"Anak-anak, jangan kalian khawatir. Kami akan mencari ibu kalian kami akan melindungi kalian. Sebaiknya sekarang ceritakan semuanya agar kami tahu kemana kami harus mencari ibumu itu," kata Kim Hong dengan suara membujuk.

"Sebaiknya katakan dulu, siapakah nama kalian dan siapa ayah kalian?" Thian Sin ikut bertanya sambil mengelus rambut kepala Cia Ling.

Cia Liong mengusap air matanya dengan punggung tangannya.
"Nama saya Cia Liong dan adik saya ini Cia Ling, ayah kami bernama Cia Kok Heng..."

"She Cia...?"

Thian Sin membelalak dan di dalam hatinya timbul perasaan mesra terhadap mereka. Hal ini tidaklah mengherankan. Nama keturunan Cia merupakan nama keturunan yang amat dekat di hatinya. Orang-orang she Cia dari keluarga Cia, yaitu keluarga Cia Sin Liong Pendekar Lembah Naga merupakan orang-orang yang paling dicintainya di dalam dunia semenjak dia masih kecil. Oleh karena itu, begitu mendengar bahwa dua orang anak inipun she Cia, timbul perasaan mesra terhadap mereka, walaupun dia tahu bahwa belum tentu persamaan she itu menunjukkan bahwa mereka berdua itu masih keluarga dekat dengan Pendekar Lembah Naga.

Apa yang dirasakan oleh Pendekar Sadis Ceng Thian Sin ini juga dirasakan oleh kebanyakan dari kita. Timbulnya karena pengembangan dari si aku. Pementingan diri atau perhatian yang dipusatkan kepada si aku inilah yang menimbulkan rasa suka tidak suka. Si aku tidak hanya terbatas kepada pribadi belaka, melainkan dapat berkembang dan meluas menjadi keluargaku, milikku, sahabatku, golonganku, bangsaku, agamaku dan sebagainya. Jadi, sesungguhnya, si akulah yang dipentingkan atau apapun juga yang menguntungkan atau merugikan aku.

Kedua orang anak kecil itupun sudah mempunyai arti yang lain bagi Thian Sin begitu dia mengetahui bahwa mereka itu bermarga Cia! Tentu sikap dan perlakuannya akan jauh berbeda andaikata mereka itu tidak bermarga Cia. Di sini sudah timbul penilaian yang membedakan, timbul pilih kasih, timbul ketidak-adilan. Dan segala sesuatu yang bersumber kepada pementingan si aku, baik aku sebagai diri pribadi maupun si aku yang telah berkembang, sudah pasti menimbulkan konflik dengan akunya orang lain pula.

Biarpun dia sendiri tidak mengetahui dengan jelas duduk persoalannya, namun Cia Liong dapat menceritakan dengan cukup jelas. Bahwa ayahnya menerima ancaman gambar dari Siluman Guha Tengkorak di dinding luar rumah mereka, kemudian ayahnya dan lima orang sahabat ayahnya tewas oleh penyerbuan siluman itu. Kemudian bahwa mereka dibawa lari oleh Kwee Siu akan tetapi di dalam hutan itu dihadang oleh siluman.

"Jadi ibumu diculik penjahat malam tadi?" tanya Kim Hong sambil mengerutkan alisnya.

Sayang, anak ini tidak tahu mengapa penjahat yang disebut Siluman Guha Tengkorak itu melakukan perbuatan yang demikian kejamnya. Ia tidak tahu apakah ia menghadapi peristiwa kejahatan biasa ataukah ada sebab-sebab permusuhan diantara si penjahat dan orang tua anak-anak ini.

"Ibu dan kami dibawa terbang oleh siluman ke atas genteng, dan kami berdua lalu dilempar ke bawah, untung ada paman-paman yang menyelamatkan kami. Akan tetapi ibu dilarikan entah kemana," kata Cia Liong.

Anak inipun menceritakan bahwa ayahnya dan enam orang paman itu adalah Tujuh Pendekar Tai-goan.

"Kim Hong, kita membagi tugas sekarang. Kau bawalah mereka ini pergi dari sini, sebaiknya kau titipkan kepada keluarga yang boleh dipercaya di luar kota Tai-goan saja. Aku sendiri akan mencoba untuk mencari jejak penjahat itu, siapa tahu dia belum pergi jauh." Kim Hong mengangguk.

"Baik, aku akan memakai kereta ini. Dan dimana kita akan bertemu dan kapan?"

"Lewat tengah hari di tempat ini. Kita saling menanti sampai sore."

Kim Hong mengangguk. Dua orang yang tadinya bersendau-gurau seperti kanak-kanak itu kini sama sekali telah merubah sikap. Mereka bicara singkat, bersungguh-sungguh dan agaknya hanya dengan gerak-gerik dan pandang mata saja, mereka telah mampu untuk saling mengerti.

Memang, kedua orang yang saling mencinta ini selain perasaan cinta kasih yang mendalam satu sama lain, juga memiliki pengertian yang mendalam pula, yang membuat mereka dapat bekerja sama dengan baik dan kadang-kadang bahkan mereka merasa seolah-olah mereka terdiri dari dua badan namun satu perasaan.

Kim Hong lalu mengikat kudanya di belakang kereta, kemudian membawa dua orang anak itu pergi meninggalkan hutan, menuju ke kota Tai-goan dengan maksud untuk mencari dusun di luar kota untuk memilih keluarga yang hendak dititipi dua orang anak itu untuk sementara.

Sedangkan Thian Sin juga lalu meloncat ke atas punggung kudanya dan mencari-cari jejak di sekeliling tempat itu. Kadang-kadang dia meloncat dari atas kudanya, memeriksa tanah dan rumput dan akhirnya dia menemukan jejak kaki, yaitu ujung sepatu yang menginjak tanah meningalkan bekas atau jejak yang ringan sekali.

Dia tahu bahwa pemakai sepatu itu adalah seorang yang memiliki gin-kang yang amat tinggi, walaupun tidak sehebat gin-kang yang dikuasai Kim Hong, namun cukup jelas menyatakan bahwa orang ini merupakan lawan yang tangguh. Maka diapun berhati-hati dan mulai mengikuti jejak itu.

Sementara itu, Kim Hong telah menemukan keluarga yang dianggapnya cukup dapat dipercaya untuk dititipi dua orang anak itu. Keluarga petani itu sendiri mempunyai seorang anak kecil berusia lima tahun dan di dusun itu dia dianggap sebagai orang yang dihormati karena dia cukup pandai menulis dan terkenal sebagai orang yang jujur.

Kim Hong memberinya uang, bahkan menyerahkan kereta berikut kudanya kepada petani itu dan menitipkan dua orang anak she Cia untuk selama beberapa pekan lamanya.

"Jaga mereka baik-baik dan jangan biarkan mereka bermain terlalu jauh, sebaiknya bermain di dalam rumah saja. Setelah urusanku selesai, aku akan datang menjemput mereka," katanya dan kepada dua orang anak itu, Kim Hong berpesan agar mereka itu menutup mulut dan jangan menceritakan kepada siapa juga tentang urusan mereka. "Aku akan mencari ibu kalian sampai dapat." demikian ia menjanjikan. Tentu saja dua orang anak itu merasa girang dan terhibur.

**** 06 ****
Siluman Gua Tengkorak







Tidak ada komentar: