*

*

Ads

Kamis, 04 Januari 2018

Siluman Gua Tengkorak Jilid 07

Menanti merupakan pekerjaan yang paling mengesalkan hati dan juga melelahkan. Waktu rasanya berhenti berjalan atau berjalan juga dengan merayap perlahan seperti gerak maju seekor siput. Apalagi kalau di balik penantian itu terdapat urusan yang menggelisahkan hati seperti halnya Kim Hong ketika ia menanti datangnya Thian Sin di dalam hutan, di tempat yang telah dijanjikan tadi.

Kim Hong membiarkan kudanya makan rumput dan ia sendiri duduk di atas batu besar di tepi jalan. Kadang-kadang matanya ditujukan ke arah gundukan tanah yang menjadi kuburan Kwee Siu, seorang di antara Tujuh Pendekar Tai-goan. Berada seorang diri di dekat kuburan baru itu menimbulkan rasa kesepian yang mencekam, menimbulkan bayangan pikiran yang bukan-bukan.

Orang yang dikubur itu adalah seorang pendekar, yang agaknya tewas dalam tugasnya sebagai seorang pendekar, dalam usahanya menyelamatkan dua orang anak itu. Begitukah saat terakhir seorang pendekar? Tewas di tempat sunyi, tanpa ada yang mengetahui, bahkan mungkin orang she Kwee ini meninggalkan keluarga yang masih belum tahu akan kematiannya. Betapa menyedihkan!

Akan seperti itu jugakah nasibnya? Nasib Thian Sin? Betapa menyedihkan. Tiba-tiba gadis itu menepuk mati seekor semut yang merayap dan menggigit punggung tangannya. Ah, kenapa ia tiba-tiba menjadi selemah itu? Kalau perlu, mati seperti yang dialami oleh orang she Kwee itu boleh saja!

Kematian takkan mungkin dapat dihindarkan oleh siapapun juga, soal kapan waktunya merupakan rahasia yang tak terpecahkan dari manusia. Dan mati seperti yang dialami oleh orang she Kwe ini cukup terhormat!

Sebagai seorang pendekar yang sedang melaksanakan tugasnya sebagai pendekar, yaitu menolong orang lain, melindungi yang lemah tertindas dan menentang yang kuat menindas. Kalah atau menang dengan akibat mati atau hidup hanyalah akibat dari pada perjuangan dan bukankah hidup ini perjuangan juga? Bukankah kematian mengelilingi kita setiap saat?

Bukan kematian yang penting untuk direnungkan, melainkan cara dari kematian itu. Mati dalam kebenaran, mati sebagai seorang pendekar perkasa penentang kejahatan seperti orang she Kwee itu adalah kematian yang patut dibanggakan dan dikagumi orang. Kematian itu sendiri bukan soal, melainkan suatu kewajaran. Akan tetapi dalam keadaan bagaimana seseorang mati, itulah yang penting.

Andai kata yang menanti datangnya Thian Sin di tempat seperti itu bukan seorang wanita seperti Kim Hong, tentu hati wanita itu sudah menjadi kesal bukan main dan tentu akan marah-marah kepada orang yang dinanti-nantinya. Akan tetapi Kim Hong bukanlah seorang wanita cengeng. Sama sekali bukan, bahkan sebaliknya dari pada itu ia seorang pendekar wanita yang gagah perkasa yang biasa mempergunakan akal budinya dan sama sekali tidak menuruti perasaannya dalam menghadapi urusan penting dan gawat.

Maka, biarpun ia telah menanti sampai matahari condong ke barat dan Thian Sin belum muncul, ia sama sekali tidak pernah mempunyai perasaan menyalahkan pemuda itu. Kepercayaannya terhadap Thian Sin sudah penuh dan tidak dapat diragukan lagi seperti juga kepercayaan pemuda itu terhadap dirinya. Ia merasa yakin bahwa kalau Thian Sin belum muncul, hal itu hanya berarti bahwa pemuda itu memang belum sempat dapat datang, dan ini berarti bahwa kekasihnya itu telah menemukan sesuatu dalam penyelidikannya!

Dan, biarpun kecil sekali kemungkinannya karena ia tahu dan mengenal benar orang macam apa adanya Thian Sin, bisa saja terjadi bahwa kekasihnya itu mendapatkan halangan! Hal inilah yang dipikirkan dan setelah hari mulai gelap, kekhawatiran mulai menyelubungi hatinya. Satu-satunya jalan baginya hanya menyelidiki dan menyusul! Akan tetapi, menyelidiki jejak kaki kuda yang ditunggangi Thian Sin tidak mungkin dilakukan di malam hari, maka tidak ada jalan baginya kecuali menanti sampai terlewatnya malam itu.

Malam yang tidak menyedapkan hati! Malam sunyi sepi, di dekat kuburan baru, menanti datangnya orang yang tak kunjung muncul. Untung masih ada kudanya, setidaknya merupakan makhluk yang membuktikan adanya kehidupan yang dapat bergerak,

Kim Hong membuat api unggun, mencoba untuk tidur akan tetapi bayangan tentang Thian Sin tertimpa bencana menggoda pikirannya sehingga harapan satu-satunya hanyalah agar malam itu cepat berlalu dan ia dapat segera mulai menyusul kekasihnya.

Malam seperti itu tentu menjadi malam yang menyeramkan dan menakutkan bagi orang lain, apalagi bagi seorang wanita yang berada di tempat sunyi seorang diri saja. Orang mudah dihinggapi rasa takut di tempat sunyi, apalagi di malam hari yang amat gelap seperti itu, lebih-lebih pula kalau disitu terdapat sebuah kuburan yang baru siang tadi diisi jenazah yang mandi darah, pula kalau diketahui bahwa ada musuh yang amat tangguh dan berbahaya yang mungkin saja mengancam diri. Namun, seorang pendekar seperti Toan Kim Hong sudah dapat mengatasi rasa takut ini.

Seperti para pendekar lainnya, dara ini sudah maklum apa yang menimbulkan rasa takut, maka iapun dapat meniadakan sebab timbulnya rasa takut ini. Setiap orang biar yang tidak memiliki ilmu silat seperti Kim Hong, tidak memiliki andalan untuk melindungi diri sebaiknya, dapat saja menjadi orang yang memiliki ketabahan dan ketenangan hati seperti Kim Hong! Yang perlu diselidiki adalah rasa takut itu sendiri. Apakah rasa takut itu? Dan dari mana timbulnya?






Rasa takut tidak terpisah dari pada batin, karena rasa takut adalah keadaan batin itu sendiri pada saat itu. Rasa takut timbul karena ingatan membayangkan sesuatu yang akan amat tidak menyenangkan diri. Rasa takut tidak pernah terpisah dari bayangan yang diciptakan oleh pikiran yang mengingat-ingat hal-hal yang lalu dan bayangkan hal-hal yang mungkin terjadi di masa depan.

Rasa takut sudah pasti merupakan pengintaian atau penjengukan masa depan yang dibayangkan itu, atau rasa takut itu tentu takut akan sesuatu yang tidak ada atau belum ada! Yang takut akan setan belum melihat setan itu sendiri, takutnya timbul karena pikiran membayangkan kemungkinan munculnya setan.

Demikian pula yang takut akan bencana tentu belum tertimpa bencana itu, takut akan kematian tentu karena hal yang ditakutkan itu belum ada maka timbullah bayangan-bayangan yang mengerikan. Orang yang tidak membayangkan setan tak mungkin takut akan setan, yang tidak membayangkan kematian tak mungkin takut kematian dan sebagainya. Hal ini merupakan kenyatan yang dapat kita selidiki sendiri.

Jadi jelaslah bahwa rasa takut adalah bayangan pikiran yang dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, baik pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain, kemudian pikiran menciptakan kemungkinan-kemungkinan yang tidak menguntungkan diri. Timbullah rasa takut. Dan rasa takut ini sama sekali tidak ada manfaatnya bagi hidup. Bahkan rasa takut ini membuat kita kehilangan kewaspadaan, segala tindakan kita terpengaruh olehnya.

Biasanya kita menghadapi rasa takut sebagai sesuatu yang terpisah dari pada batin kita. Kita ingin menghindari rasa takut, maka muncullah hiburan-hiburan untuk melupakan hal-hal yang mendatangkan rasa takut itu. Akan tetapi hal ini hanya merupakan pelarian yang sia-sia belaka. Rasa takut akan setan umpamanya, tidak mungkin lenyap hanya dengan melarikan diri dari rasa takut, dengan jalan menghiburnya, mencari teman, pergi ke tempat ramai dan sebagainya. Lain saat rasa takut itu akan muncul lagi setiap kali pikiran kita membayangkan tentang kengerian-kengerian bertemu setan.

Mengapa tidak kita hadapi saja rasa takut itu? Kita amati saja kalau rasa takut itu sewaktu-waktu muncul dan ini merupakan sesuatu yang teramat menarik dan teramat berharga untuk diselami dan dihayati sendiri. Kalau rasa takut muncul, baik rasa takut akan setan, rasa takut akan bencana, malapetaka, maupun rasa takut akan kematian, mengapa tidak kita hadapi saja rasa takut itu tanpa ingin melarikan diri darinya? Hadapi saja, amati saja penuh perhatian sehingga kita dapat melihat dengan sepenuhnya, dapat mengerti sepenuhnya, apa sesungguhnya rasa takut itu sehingga bukan kita yang menghindarkan diri dari rasa takut melainkan rasa takut itu sendiri yang lenyap dari lubuk hati kita? Mengapa kita tidak membebaskan diri saja dari rasa takut yang dapat menimbulkan berbagai macam akibat dalam sikap dan tindakan dalam hidup kita?

Semalam suntuk Kim Hong hanya duduk bersila di dekat api unggun, tak pernah bergerak seperti patung. Hanya kadang-kadang saja kalau harus menambah kayu bakar, ia bergerak sebentar kemudian duduk lagi.

Suara api membakar kayu menimbulkan suara dan menarik perhatiannya sehingga tidak mendengar suara lain dan tidak tahu bahwa ada sosok tubuh orang menyelinap di antara pohon-pohon di sekelilingnya dan ada sepasang mata mengintainya sejak tadi.

Ketika itu, malam telah hampir habis dan fajar telah menyingsing di ufuk timur. Akan tetapi karena nyamuk masih belum meninggalkan tempat yang masih gelap itu, Kim Hong masih terus menyalakan api unggun dan duduk dengan tenangnya, hatinya mulai gembira melihat bahwa di sebelah timur telah mulai nampak sinar kemerahan.

Ringkik kudanya yang mula-mula membuatnya waspada. Cepat ia mencurahkan perhatiannya ke sekeliling dan pandang matanya yang tajam itu menangkap berkelebatnya bayangan di balik pohon di sebelah kirinya. Kudanya mendengus-dengus dan Kim Hong mengambil sikap tenang, pura-pura tidak tahu bahwa waktu itu ada orang yang mengintainya. Mengapa orang itu mengintai saja dan tidak turun tangan sejak tadi, pikirnya.

Apakah munculnya orang ini ada hubungannya dengan penjahat yang menculik ibu dua orang anak itu? Ataukah ada hubungannya dengan menghilangnya Thian Sin? Kalau orang itu adalah si penjahat yang suka menculik wanita, mungkin sekali dia mengintaiku untuk kemudian turun tangan menangkap dan menculikku. Akan tetapi kalau ada hubungannya dengan menghilangnya Thian Sin, kalau orang itu sudah tahu akan kelihaian Thian Sin, mungkin sekali diapun berhati-hati kepadanya.

Sungguh tidak enak menanti dan menduga-duga seperti ini. Lebih baik memberi kesempatan dan memancing agar orang itu bergerak turun tangan. Api unggun mulai padam, sengaja dibiarkan saja oleh Kim Hong dan dalam duduknya, dara itu kelihatan melenggut. Kemudian ia membiarkan dirinya diserang hawa dingin pagi, menggigil sedikit lalu menguap, menutupkan punggung tangan depan mulut, lalu merebahkan dirinya bersandar pada batang pohon dan tidur.

Sikap dan gerakannya demikian wajar sehingga siapapun juga tentu akan menduga bahwa gadis ini merasa kedinginan dan mengantuk dan dengan mudahnya jatuh pulas ketika merebahkan diri dan bersandar pada batang pohon itu.

Dan agaknya, orang yang mengintainya dari balik batang pohon itupun menduga demikian. Dia membiarkan sampai gadis itu tertidur selama setengah jam, barulah dengan gerakan kaki yang amat ringan dia keluar dari balik pohon dan menghampiri. Sejenak dia berdiri memandang wajah dan tubuh yang terlentang di depannya itu dan sepasang mata itu mengeluarkan sinar kagum.

Memang, melihat Kim Hong rebah terlentang setengah duduk bersandar batang pohon di pagi hari itu merupakan pemandangan yang indah menarik. Hati siapa takkan tergerak melihat tubuh yang padat dan matang itu setengah terlentang, dan melihat wajah yang luar biasa cantiknya itu, sedikit tertutup uraian rambut, dengan mata terpejam dilindungi bulu mata yang lentik, bibirnya kemerahan mengulum senyum, lehernya yang panjang itu nampak terbuka sehingga kulit leher putih mulus itu menantang pandang mata?

Adapun Kim Hong sejak tadi sudah melihat orang dan jantungnya berdebar tegang. Orang itu adalah seorang laki-laki yang memakai sutera putih dan di dadanya terdapat lukisan tengkorak dari tinta merah atau darah, dan muka orang itu memakai topeng tengkorak pula!

Sungguh mengerikan dan tentu akan menakutkan orang melihat siluman ini muncul di pagi hari buta dan di tempat sunyi seperti itu. Akan tetapi, di dalam hatinya, Kim Hong merasa geli, akan tetapi juga marah. Inikah orangnya yang telah membunuh Tujuh Pendekar Tai-goan, dan sudah menculik ibu dua orang anak itu? Apakah dia ini berhasil menghindarkan diri dari pencarian Thian Sin, kemudian malah datang ke sini untuk menculiknya?

Orang bertopeng itu agaknya puas memandang Kim Hong dan diapun mengangguk-angguk, lalu mengeluarkan sebuah bungkusan kertas dari dalam saku bajunya. Dia melangkah dekat, lalu kertas dari dalam itu dibukanya dan begitu dia mengebutkan kertas itu, bubukan berwarna merah berhamburan ke arah muka Kim Hong!

Akan tetapi, pada saat itu, Kim Hong sudah bergerak dengan amat cepatnya, meloncat dan menggunakan kakinya untuk menendang.

"Wuuuttt...! Dukkk!" Tubuh orang bertopeng itu terpelanting dan terlempar ke belakang.

Tentu saja siluman itu terkejut setengah mati. Sama sekali tidak pernah diduganya bahwa dara yang cantik jelita itu, yang nampak tidur pulas, tahu-tahu dapat mengirim tendangan yang demikian cepat dan hebatnya. Dia tadi masih mampu menangkis, akan tetapi karena kurang cepat dan kurang mengerahkan tenaga, tendangan yang luar biasa kuatnya itu membuat tubuhnya terpelanting bahkan terlempar ke belakang.

Akan tetapi, begitu tubuhnya terbanting, cepat orang itu sudah mampu meloncat bangun kembali! Dan dia menjadi semakin heran melihat betapa gadis itu tidak terpengaruh oleh bubuk obat biusnya!

Padahal bubuk obat bius merah itu amat kuat dan sukar dilawan oleh orang yang pandai sekalipun. Dia tadi tidak melihat betapa dengan sehelai saputangan, Kim Hong mengebut bubuk merah itu dengan pengerahan sin-kang sehingga bubuk merah itu tertiup pergi dan tidak ada yang mengenai mukanya.

Karena kecelik, siluman itu agaknya merasa penasaran sekali. Dia mengeluarkan gerengan marah dan tiba-tiba tubuhnya meluncur ke depan dan diapun sudah menyerang Kim Hong dengan dahsyat. Tangan kananya meraih ke arah leher seperti hendak mencengkeram, sedangkan jari tangan kirinya meluncur dan menotok ke arah jalan darah di pundak.

Totokan ke arah pundak inilah yang bahaya karena selain "tertutup" oleh cengkeraman tangan kanan, juga yang diarah itu jalan darah yang penting dan yang akan membuat orang yang kena ditotoknya menjadi lemas takkan mampu bergerak lagi!

Siluman Gua Tengkorak







Tidak ada komentar: