*

*

Ads

Senin, 29 Januari 2018

Asmara Berdarah Jilid 054

"Iblis busuk, kalau engkau hendak membasmi kelurga kami, lakukanlah. Bunuhlah, aku tidak takut mati!"

"Ha-ha-ha!" kakek itu menarik tangannya dan melangkah mundur. "Orang muda, kalau aku ini Hek-hiat Lo-mo, apa kau kira engkau masih hidup sekarang ini?"

Sadarlah Cia Sun bahwa kakek ini sesungguhnya bukanlah musuh, melainkan seorang aneh yang agaknya tadi sengaja hendak menguji ilmu kepandaiannya. Dia tahu bahwa banyak sekali orang pandai di dunia ini yang berwatak aneh dan agaknya kakek inipun seorang diantara orang-orang aneh itu yang tidak dikenalnya. Maka tanpa ragu-ragu lagi diapun lalu bangkit duduk dan berlutut menghadap kakek itu.

"Maaf kalau saya keliru menilai orang. Siapakah locianpwe sebenarnya?" tanyanya dengan sikap hormat.

"Orang muda, siapa adanya aku tidaklah begitu penting dan baru akan kujawab satelah engkau mau menjawab pertanyaan-pertanyaanku."

Kini sudah hilang rasa marah di hati Cia Sun terhadap orang aneh yang dia percaya adalah seorang sakti ini.

"Silakan bertanya, locianpwe."

"Engkau adalah putera keluarga gagah perkasa yang selalu mengutamakan kebaikan. Ibumu adalah seorang wanita gagah yang berhati mulia, dan murid-murid Pek-liong-pai adalah pendekar-pendekar yang baik hati. Akan tetapi pada suatu hari, malapetaka datang menimpa. Dua orang manusia berhati iblis telah menyebar maut, membunuh ibumu dan para suhengmu, yang sama sekali tidak bersalah terhadap dua orang itu. Nah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu. Apakah engkau ingin membiarkan saja kejahatan itu, sama sekali tidak mendendam dan tidak ingin mencari dan membunuh kedua orang itu untuk membalas dan juga untuk membasmi orang-orang yang demikian jahatnya?"

Cia Sun mengepal tinju, hatinya terasa seperti api disiram minyak, semangatnya semakin berkobar.

"Tentu saja, locianpwe! Saya akan berusaha mencari dan membunuh kedua iblis jahat itu!"

Kakek itu mengangguk-angguk.
"Benarkah itu? Bukankah ayahmu, ketua Pek-liong-pai yang berhati mulia dan suka mengalah itu tidak menghendaki demikian?"

Diam-diam Cia Sun terkejut. Orang aneh ini agaknya tahu segala-galanya, bukan hanya yang menimpa keluarganya, akan tetapi juga tahu akan watak ayahnya. Tentu saja hatinya memberontak dan dia ingin mempertahankan kehormatan dan nama ayahnya, ingin membenarkan dan membela pendirian ayahnya. Akan tetapi, pada saat itu batinnya sudah terlalu panas oleh dendam sehingga pertanyaan itu bahkan membuat dia melihat lebih jelas lagi akan kesalahan dalam pendapat ayahnya itu.






"Mungkin ayah berpendapat demikian, akan tetapi saya tidak! Saya tidak ingin menjadi orang selemah itu dan membiarkan kejahatan berlangsung tanpa memberi hukuman dan tanpa membalas!"

"Jadi engkau ingin membelas dendam? Tahukah engkau siapa pembunuh ibumu?"

"Mereka adalah Hek-hiat Lo-mo dan Hek-hiat Lo-bo."

"Tahukah pula engkau dimana adanya mereka?"

Cia Sun memandang bingung dan menggeleng kepala.
"Saya tidak tahu, locianpwe. Akan saya cari mereka sampai dapat!"

"Orang muda, semangatmu cukup besar, akan tetapi jangan mengira akan mudah saja mencari mereka. Mereka itu adalah pendatang dari Sailan dan kini menyembunyikan diri. Pula, andaikata dapat bertemu, belum tentu engkau dapat mengalahkan mereka. Sekarang begini. Aku tertarik kepadamu, kagum akan kelihaianmu dan kegagahanmu. Ilmu silatmu sudah hebat dan jarang ada yang akan dapat menandingimu kalau ilmu-ilmu yang kau miliki itu sudah dapat kau kuasai sampai matang. Ibarat buah engkau masih belum matang benar, dan ibarat batu giok engkau belum digosok. Maukah engkau menjadi muridku dan membiarkan aku membimbingmu selama satu tahun kemudian kutunjukkan kepadamu dimana adanya dua orang musuh besarmu itu?"

Bukan main girangnya hati Cia Sun. Tanpa banyak sangsi lagi dia lalu memberi hormat sambil berlutut dan menjawab.

"Saya bersedia dan saya mau, locianpwe!"

"Nah, kalau begitu, ketahuilah bahwa aku adalah Go-bi San-jin, seorang pertapa usil yang tidak terkenal dan mulai sekarang engkau harus ikut bersamaku tanpa memberi tahu ayahmu."

"Baik, suhu. Teecu mentaati perintah suhu," kata Cia Sun dan malam hari itu juga dari makam ibunya dia langsung saja pergi mengikuti gurunya tanpa memberitahukan ayahnya!

Dendamnya sudah sedemikian besarnya sehingga dia bersedia melakukan apa saja untuk dapat membalas kematian ibunya dan para suhengnya.

**** 054 ****
Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: