*

*

Ads

Rabu, 17 Januari 2018

Asmara Berdarah Jilid 019

"Hemm, nenek sombong, jangan tergesa-gesa dan jangan terlalu membual. Kalau engkau gagal, aku akan menghukummu! Jangan sembrono, di samping menteri yang lemah itu terdapat seorang selirnya dan seorang anak perempuannya yang cukup lihai karena mereka itu murid-murid Shan-tung Sam-lo-eng."

“Heh-heh-heh, lojin. Jangankan baru murid-muridnya, biar mereka bertiga sendiri hadir, aku tidak akan takut," Kiu-bwee Coa-li yang memang berwatak sombong itu tertawa.

"Baik, akan tetapi tunggu sampai urusan kita selesai, baru kau boleh berangkat melaksanakan tugasmu. Sekarang pembesar kedua yang harus dienyahkan, dia adalah Ciang-goanswe (Jenderal Ciang), panglima nomor dua di kota raja. Siapa berani memegang tugas ini?"

Semua orang melongo, Ciang-goanswe adalah seorang jenderal besar. Sebagai panglima nomor dua, dia memimpin laksaan orang pasukan!

"Akan tetapi... mana mungkin membunuh seorang panglima yang menguasai ratusan ribu orang pasukan? Siapa sanggup dan mungkin dapat berhasil melakukan tugas ini tanpa bantuan pasukan besar pula, lojin? Dan mengerahkan pasukan besar berarti pemberontakan dan perang..."

Pertanyaan ini keluar dari mulut seorang laki-laki berusia empat puluh tahun lebih yang nampak gagah perkasa akan tetapi juga menyeramkan karena mukanya penuh dengan cambang bauk yang lebat dan hitam. Sepasang matanya besar dan gerek-geriknya kasar akan tetapi pada mulutnya terbayang sifat yang kejam dan suka mempergunakan kekerasan.

Agaknya pertanyaan yang diajukan ini berkenan di hati semua orang, karena terdengar bisik-bisik dan suasana menjadi gaduh sampai Iblis Buta mengangkat tongkatnya ke atas. Suasana kembali tenang dan sunyi.

"Kalian semua bodoh kalau berpendirian demikian. Memang, Ciang-goanswe adalah seorang panglima yang memimpin ratusan ribu orang tentara. Akan tetapi, diapun seorang manusia biasa dan tidaklah mungkin kalau selamanya dia berada diantara ratusan ribu pasukannya! Sekali waktu tentu dia akan menyendiri, dengan keluarganya saja, dan penjagaan atas gedungnya tidak akan sekuat penjagaan di istana. Kalau orang berpikiran cerdik, tidak seperti kalian yang tolol, tentu akan dapat menemukan dia dalam keadaan jauh dari para pasukannya. Nah, karena pentingnya tugas ini, kuserahkan saja kepada sepasang Kui-kok Lo-mo dan Lo-bo. Sanggupkah kalian?"

Suami isteri tua itu saling pandang.
"Kami sanggup." Akhirnya Kui-kok Lo-mo berkata.

"Bagus! Itulah tugas yang perlu kalian kerjakan. Setelah urusan kita di sini beres, kalian lakukan tugas-tugas itu dan kemudian hasilnya laporkan kepadaku. Sekarang, setelah selesai urusan yang menyangkut kaisar, siapa lagi yang ada laporan?"

Dia berhenti sebentar, menengok ke kanan kiri, bukan untuk memandang melainkan untuk mendengarkan dan menyambung,

"Bukankah kalian sebelum berkumpul disini sudah menyelidiki tentang pertemuan para pendekar? Siapa saja yang akan hadir dan apakah kalian sudah bertemu dengan beberapa orang diantara mereka?"

Tiba-tiba kakek itu mengayunkan tongkatnya ke kiri.
"Blarrrrr...!"

Ujung batu karang yang menonjol disitu, yang tadi pernah diraba-rabanya, pecah berantakan dan melayang ke arah api unggun yang baru saja dibikin oleh seorang diantara mereka. Api unggun itu padam dan kayunya terlempar ke mana-mana, dan ada beberapa orang yang terkena kayu terbakar dan pecahan batu karang.

Akan tetapi karena mereka semua adalah golongan orang yang pandai, tidak ada yang sampai terluka parah. Semua orang terkejut dan semakin kagum karena si buta itu ternyata hebat luar biasa, dapat mengetahui adanya api unggun dan dapat memadamkannya secara demikian luar biasa.

"Bodoh! Apa artinya pertemuan rahasia kalau kau menyalakan api unggun yang akan menciptakan sinar yang nampak dari jauh dan mengeluarkan bau yang dapat tercium dari tempat jauh?" bentaknya.

"Ampun, lojin, maksudkan hanya untuk mengusir nyamuk..."

"Kalau aku tidak tahu begitu, tentu batu itu menghancurkan benakmu dan bukan memadamkan api saja," kata pula Iblis Buta. "Nah, siapa membuat laporan?"






"Aku bertemu dengan seorang gadis remaja dan seorang pemuda yang amat lihai. Bahkan aku banyak kehilangan ular-ularku ketika melawan mereka. Sungguh, belum pernah seumur hidupku bertemu dengan gadis dan pemuda yang semuda itu namun selihai itu. Masing-masing dari mereka saja mampu menandingiku dan mungkin aku dapat mengalahkan mereka satu demi satu, akan tetapi menghadapi pengeroyokan mereka, terpaksa aku harus melarikan diri. Hebat, dan aku tidak sempat mengenal ilmu mereka, tidak pula tahu siapa mereka. Pasti mereka hendak menghadiri rapat pertemuan para pendekar."

Berita ini amat tidak menggembirakan Si Iblis Buta, juga para tokoh sesat disitu merasa gelisah. Kalau dua orang muda dapat menandingi Kiu-bwee Coa-li itu berarti bahwa di pihak para pendekar terdapat orang-orang lihai sekali, padahal mereka masih begitu muda!

"Aku sempat bertemu dengan suami isteri setengah tua yang menjadi murid Bu-tong-pai, dan aku berhasil membunuh mereka yang juga hendak menghadiri pertemuan para pendekar," kata pula seorang tokoh lain yang suaranya mirip bunyi tikus, mencicit.

Ada pula yang melapor telah berhasil melukai seorang peserta pertemuan para pendekar, ada lagi yang melaporkan telah membunuh beberapa orang calon peserta dengan cara meracuni mereka. Pendeknya, laporan-laporan itu amat menyenangkan si Iblis Buta dan dia mengangguk-angguk sambil berkali-kali menyatakan senang hatinya.

"Bagus, bagus... biarkan mereka tahu bahwa kita tidak tinggal diam dan kita bukanlah golongan lemah!"

Tiba-tiba si cebol botak yang tadi pernah bicara, maju ke depan sambil menyeret sebuah buntalan.

"Lojin, semua yang dihasilkan kawan-kawan itu masih tidak ada artinya kalau dibandingkan dengan yang kuhasilkan!" katanya menyombong dan dengan sikap menjilat.

Iblis Buta mengerutkan alisnya dan telinganya yang lebih lebar daripada telinga biasa itu nampak memperhatikan sekali. Kalau orang mau memperhatikan daun telinganya, di waktu dia mencurahkan pendengarannya itu, akan melihat betapa daun telinganya sedikit bergerak-gerak.

"Jangan banyak cakap, buat laporan singkat yang betul!" katanya.

"Lojin, dalam perjalanan ke sini, aku menghadang keluarga pelancong. Kubunuh ayah ibunya, kuperkosa anak gadisnya dan harta rampasan yang kuperoleh juga lumayan. Lalu muncul seorang pendekar dari selatan yang mengaku anak murid Kong-thong-pai. Jumlah mereka ada tiga orang. Aku berhasil melukai seorang, membunuh seorang dan menawan yang seorang lagi."

"Kenapa ditawan?"

"Ha-ha, ia seorang gadis cantik dan maksudku untuk mempersembahkannya kepadamu, lojin. Sayang, yang terluka dapat melarikan diri."

"Mana tawanan itu?"

Si cebol botak lalu melepaskan buntalan dan di dalamnya ternyata terdapat seorang gadis yang cukup cantik dalam keadaan terbelenggu kaki tangannya. Gadis itu berpakaian pendekar dan ia segera menggulingkan tubuhnya dan biarpun kaki tangannya terbelenggu, ia berusaha untuk memberontak.

"Hemm, kiranya para iblis kaum sesat berkumpul disini! Tunggu saja, kalian akan dihancurkan oleh para pendekar..."

Tiba-tiba suaranya terhenti dan tubuhnya mengejang dan tewaslah wanita perkasa itu ketika Iblis Buta menggerakkan tongkatnya menuding ke arahnya. Tidak ada yang melihat bagaimana hanya dengan menudingkan tongkat ke arah wanita itu orangnya lalu mengejang dan mati.

Akan tetapi para tokoh Cap-sha-kui dapat melihat sinar halus menyambar ke arah leher si gadis dan ternyata dari ujung tongkat itu menyambar senjata rahasia berupa jarum halus sekali yang menyambar tanpa bunyi, hanya mendatangkan cahaya berkilat halus dan hampir tak nampak.

Si cebol botak terkejut bukan main melihat betapa Iblis Buta membunuh korban yang dipersembahkannya itu.

"Tapi... tapi... kenapa...?" teriaknya gagap.

"Manusia tolol! Engkau malah membuka rahasia kita dan membiarkan pihak musuh mengetahui segalanya? Gadis pendekar itu tadi mendengarkan semua percakapan kita! Dan siapa tahu ada temannya yang membayangimu sampai kesini. Bukankah yang seorang kau biarkan lolos?"

"Tapi dia terluka..."

"Apa kau kira tidak ada orang lain yang dapat mendengarkan pelaporannya? Tolol, engkau malah mengkhianati kami!"

Tiba-tiba kakek itu menudingkan tongkatnya lagi. Si cebol botak itu cukup lihai. Melihat demikian, dia dapat menduga bahwa Iblis Buta hendak membunuhnya seperti yang telah dilakukannya terhadap gadis tadi, maka cepat meloncat ke belakang, bersembunyi di belakang tubuh Kiu-bwee Coa-li untuk kemudian melarikan diri.

Dan memang benar Iblis Buta tidak menyerangnya dengan jarum halus. Akan tetapi si cebol botak itu salah duga kalau dia akan dapat melarikan diri dengan mudah. Sebelum dia tahu apa yang akan terjadi, terdengar suara meledak dan cambuk di tangan Kui-bwee Coa-li bergerak melilit kakinya dan sekali menggerakkan cambuknya, tubuh si cebol botak itu terlempar ke depan kaki Iblis Buta.

"Brukkkk!"

Si cebol terbanting dan dia terbelalak ketakutan. Akan tetapi sambil mendengus Iblis Buta menggerakkan tongkatnya. Hanya terdengar suara "tuk!" perlahan ketika ujung tongkat menyentuh tengkuk si cebol botak, akan tetapi akibatnya hebat sekali. Tubuh si cebol botak itu bergulingan, dari mulutnya terdengar suara merintih-rintih, kaki tangannya berkelojotan, dan dari mulut, hidung dan telinganya keluar darah segar!

Akan tetapi yang lebih mengerikan lagi, semua orang yang berada disitu tertawa-tawa geli dan gembira, seolah-olah mereka sedang menonton pertunjukan lawak yang menyegarkan! Demikianlah watak mereka ini. Padahal yang sedang sekarat dan tersiksa oleh rasa nyeri hebat itu adalah seorang rekan mereka sendiri!

Kita dapat dengan mudah melihat betapa kejamnya hati mereka itu. Akan tetapi kalau kita mau bersikap waspada dan mengamati diri sendiri, sekali waktu kita akan terkejut dan mungkin juga merasa ngeri betapa di dalam batin kitapun bisa terdapat kekejaman seperti itu.

Betapa mudahnya bagi kita untuk mentertawakan dengan hati geli melihat orang yang sedang disiksa oleh kenyerian, bahkan sekali waktu kita seperti merasa terhibur dan diperingan penderitaan batin kita kalau melihat orang lain juga menderita!

Namun, karena kita tidak pernah mau mengamati diri sendiri, kita tidak tahu akan sifat yang mengerikan dalam diri kita ini, yang tiada bedanya dengan apa yang diperlihatkan oleh para tokoh hitam itu! Dan, tanpa melakukan pengamatan kepada diri sendiri, tidak akan mungkin kita dapat melihat kekotoran diri sendiri. Dan, tanpa melihat kekotoran diri sendiri, tidak akan mungkin kita dapat merobahnya, tidak akan mungkin diri menjadi bebas daripada kekotoran itu.

Bahkan ketika si cebol botak masih berkelojotan dalam sekarat, percakapan mereka lanjutkan, seperti orang yang bercakap-cakap sambil melihat tontonan tari-tarian dan mendengarkan nyanyian.

"Sekarang kita harus melakukan persiapan. Kita mendekati Puncak Bukit Perahu dari selatan, dan kalau kita melihat bahwa kekuatan mereka itu tidak berapa besar, kita kurung dan serbu mereka! Kita hajar mereka habis-habisan biar mereka tahu diri! Coba sebutkan berapa jumlah pengikut kalian masing-masing yang sudah siap untuk dapat dipergunakan besok pagi?" kata pula si Iblis Buta.

Mereka semua menyebutkan jumlah pengikut yang sudah siap dan ternyata jumlahnya tidak kurang dari dua ratus orang! Mendengar ini, wajah Iblis Buta berseri.

"Cukup, lebih dari cukup. Tugas anak buah hanya untuk menyerbu dan mengacaukan saja, dan kita yang akan berpestapora membunuhi mereka. Besok pagi-pagi kita harus sudah siap bersembunyi di dalam hutan selatan puncak, membiarkan mereka berkumpul semua seperti tikus-tikus dalam sebuah lubang, tinggal membasmi saja!"

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: