*

*

Ads

Rabu, 10 Januari 2018

Asmara Berdarah Jilid 002

"Wah, ini namanya bukan pajak tapi pemerasan!"

Dara remaja itu berteriak dan sebetulnya sikapnya ini saja sudah harus menjadi peringatan bagi dua orang penghadang itu. Kalau nona itu seorang gadis biasa, tak mungkin sikapnya seberani dan secerdik itu dalam berbantah. Seorang gadis biasa apalagi dari dusun, baru bertemu dengan penjaga dan dihardik sedikit saja sudah akan bersikap ketakutan.

"Jangan banyak cerewet!" Si kurus sipit membentak. "Taati perintah kepala jaga kami kalau engkau tidak ingin celaka!"

"Hemm, jadi pajak ini bukan peraturan pemerintah melainkan peraturan kalian sendiri?"

"Benar, kami yang berkuasa di sini!" kata si gendut.

"Dan hasil pungutan pajak liar ini kalian nikmati sendiri, bukan untuk pemerintah?"

"Tentu saja!"

"Wah, kalau begitu kalian adalah perampok-perampok seragam yang menyamar sebagai pejabat pemerintah!"

"Hush, tutup mulutmu atau engkau kami tangkap dan kami jebloskan penjara!"

"Huh, pantasnya orang-orang macam kalian ini yang ditangkap dan dipenjarakan. Kalian merongrong kewibawaan pemerintah dengan tingkah laku kalian, kalian mencemarkan nama negara dengan menggunakan kekuasaan menggendutkan perut dan kantong sendiri, dan kalian inilah pengkhianat-pengkhianat dan musuh-musuh rakyat dan negara yang menekan dan memeras rakyat!"

"Hei, perempuan gila, tutup mulutmu!" Si tinggi kurus membentak, akan tetapi si gendut menyeringai.

"Gadis liar, makin menyenangkan kalau nanti dapat kutundukkan! Hayo, engkau harus mentaati peraturan dan membayar pajak, nona manis."

"Berapa pajaknya?" Gadis itu bertanya sambil bersungut-sungut.

"Ha-ha-ha, itulah anehnya. Pajak yang harus kau bayar adalah... dua kali ciuman pada kami!"

Sepasang mata itu terbelalak, akan tetapi mulut itu lalu tersenyum manis. Agaknya kalau tadi ia marah karena peraturan pajak yang dianggapnya pemerasan itu, kini kemarahannya lenyap dan ia merasa betapa permintaan pajak cium itu amat lucu. Agaknya timbul kembali kejenakaan dan kelincahan dara itu. Sikapnya tidak lagi serius seperti tadi ketika ia berbantah tentang pajak dan pemerasan.

"Bagus, kiranya kalian minta cium? Kebetulan sekali, aku memang ahli memberi ciuman! Heh, sobat gendut, engkau minta cium pipi kiri atau pipi kanan?"

Mendengar ucapan yang sama sekali tidak pernah disangkanya itu, karena tadinya si gendut mengira bahwa gadis itu akan marah, para penjaga itu tertawa gembira. Kiranya gadis itu menerima ajakan mereka dengan kedua tangan terbuka dan kini malah menantang ciuman!

"Ha-ha-ha, coba engkau cium pipi kananku dua kali, nona manis!"

"Engkau mana dapat bertahan dua kali? Satu kalipun cukup. Dan engkau, sobat kurus, engkau minta ciuman kanan atau kiri?"

Si tinggi kurus bermata sipit menjadi gugup juga. Tak pernah disangkanya gadis ini malah menawarkan ciuman kepadanya.

"Eh, aku... hemm, yang kiripun bolehlah!"

Kembali para penjaga tertawa riuh-rendah dan mereka semua sudah keluar dari dalam gardu karena mereka semua kini ingin minta ciuman dari gadis yang agaknya suka membagi-bagi ciuman itu.

Dara itu turun dari atas punggung kudanya dan memandang kepada mereka dengan senyum-simpul, matanya bersinar-sinar penuh kegembiraan. Mata si gendut berminyak ketika dia melihat bahwa setelah turun dari kudanya, tubuh gadis itu nampak jelas keindahannya. Tinggi semampai dan padat, juga lenggangnya seperti batang yang-liu tertiup angin ketika gadis itu meninggalkan kuda menghampirinya.






"Sobat gendut minta ciuman pipi kanan dan sobat kurus minta ciuman pipi kiri? Baiklah, akan kuberi ciuman seorang satu kali saja, kalau kurang nanti boleh tambah lagi!"

Mendengar ucapan ini, si gendut dengan lagak lucu menggosok-gosok pipi kanannya agar bersih, siap menerima ciuman sedangkan si kurus juga berseri-seri wajahnya. Akan tetapi, tiba-tiba tubuh dara itu bergerak dengan amat cepatnya sehingga bayangannya saja yang nampak, kedua kakinya melayang ke atas.

"Plakk! Plakkk!"

Tubuh si gendut dan si kurus itu terpelanting dan terbanting jatuh bergulingan. Mereka mengaduh-aduh sambil memegangi pipi masing-masing, dan ketika mereka merangkak bangkit duduk, ternyata pipi kanan si gendut bengkok dan biru sedangkan bibirnya mengalir darah karena empat buah gigi di ujung kanan patah-patah, sebaliknya si kurus memegangi pipi kirinya yang juga bengkak dan bibirnya berdarah.

Kiranya gadis tadi, dengan gerakan yang luar biasa cepatnya, telah menendang pipi kanan si gendut dengan kaki kiri sedangkan kaki kanannya menyambar pipi kiri si kurus. Tendangan itu selain cepat, juga mengandung tenaga besar sekali, membuat kedua orang itu merasa seolah-olah kepala mereka telah copot.

"Hei, kenapa engkau menendang orang?"

Empat orang penjaga yang melihat adegan itu menjadi terkejut dan marah, lalu berlari mendatangi dan mengurung gadis itu sambil mencabut golok.

"Bukankah mereka yang minta ciuman pipi kanan dan pipi kiri?" Gadis itu balas bertanya dengan sikap mengejek.

"Itu bukan ciuman!" bentak seorang diantara para penjaga.

"Aku tadi tidak mengatakan cium dengan apa! Apakah kalian kira aku akan sudi mencium pipi mereka dengan hidung atau bibirku? Aih, tak usah, ya? Aku sudah memberi ciuman dengan ujung sepatu, masing-masing satu kali, kalau kurang boleh ditambah lagi. Apakah kalian berempat juga ingin minta bagian ciuman?"

Pada saat itu, si gendut dan pembantunya sudah bangkit berdiri. Pipi mereka semakin besar bengkaknya dan dengan mata merah si gendut kini memandang kepada gadis itu. Hatinya lebih nyeri daripada pipinya. Rasa malu mengatasi rasa nyeri dan lebih mendatangkan dendam daripada kewaspadaan.

Sesungguhnya, gerakan gadis itu yang dalam sekali gerak saja sudah mampu merobohkan dia dan pembantunya, sudah cukup membuktikan bahwa dia berhadapan dengan seorang gadis yang berilmu tinggi. Akan tetapi, perasaan dendam membuatnya mata gelap.

"Tangkap perempuan iblis ini! Bunuh...!"

Dia sendiri sudah mencabut golok besarnya dan bersama lima orang anak buahnya, dia lalu menerjang dan menyerang gadis itu dengan amat ganasnya. Gerakan golok mereka berenam itu jelas merupakan serangan untuk membunuh. Sinar golok mereka berkilauan tertimpa sinar matahari yang mulai menimpakan cahayanya setelah ditinggalkan awan dan setelah hujan mulai berhenti menitik.

Akan tetapi, pandang mata enam orang penjaga itu menjadi kabur ketika mereka melihat betapa nona di depan mereka itu lenyap dan hanya nampak bayangannya saja yang mengelak ke kanan kiri dengan kecepatan yang luar biasa.

Semua tusukan dan bacokan golok tidak ada yang mengenai sasaran bahkan pada saat golok terayun, bayangan itu telah lenyap untuk muncul di tempat lain. Ketika tiba-tiba si gendut melihat bayangan dara itu muncul di depannya sambil tersenyum mengejek, dia mengeluarkan bentakan nyaring dan goloknya menyambar ke arah leher nona itu dengan kecepatan kilat dan pengerahan tenaga seluruhnya.

Karena didorong oleh kemarahan dan nafsu membunuh yang berkobar, kepala jaga gendut ini lupa akan pantangan dalam gerakan silat. Pantangan ini adalah mempergunakan seluruh tenaga dalam serangan. Seharusnya, dalam setiap serangan, orang selalu mempergunakan tenaga terbatas agar masih ada sisa tenaga untuk memperkuat kedudukan kaki dan untuk persiapan penjagaan diri.

Namun, si gendut melakukan serangan dengan mengerahkan seluruh tenaga. Maka, ketika gadis itu dengan amat lincahnya mengelak, si gendut tak dapat mengendalikan dirinya lagi dan diapun terdorong oleh tenaganya sendiri tanpa kakinya dapat mengatur keseimbangan badan lagi, tubuhnya tersungkur ke depan. Pada saat itu, kaki gadis itu kembali menciumnya, sekali ini mencium dada sebelah kiri.

"Ngekk...!"

Si gendut terpelanting dan tahu-tahu goloknya telah terampas oleh nona itu. Sambil tersenyum, nona itu menggerakkan golok rampasan ke arah si gendut yang memandang terbelalak dan wajahnya pucat sekali karena dia tahu bahwa maut telah menerkamnya. Tiba-tiba golok itu dilepas oleh si nona dan meluncur ke bawah, gagangnya di depan dan menyambar ke arah si gendut.

"Krekkkk...!"

Si gendut mengeluh akan tetapi sukar mengeluarkan suara karena mulutnya dipenuhi gagang golok yang telah membuat seluruh gigi dalam mulutnya rontok! Ada beberapa buah gigi yang tertelan dan kini dia mendelik, menggunakan kedua tangan untuk mengeluarkan golok itu yang gagangnya tertanam dalam mulutnya.

Setelah merobohkan kepala jaga, nona itu lalu meloncat ke atas punggung kudanya. Lima orang penjaga mengejarnya dengan golok akan tetapi tiba-tiba nona itu mengeluarkan pekik melengking dan kedua tangannya bergerak ke kanan kiri. Sungguh hebat! Tanpa tersentuh, tubuh lima orang penjaga itu terpelanting semua dan terbanting roboh seperti terlanda angin yang amat kuat. Dan ketika mereka bangkit berdiri, kuda itu telah lari memasuki kota.

"Kejar...!" teriak si mata sipit dan mereka berlima meninggalkan si gendut yang masih mengeluh dan meratapi giginya itu, melakukan pengejaran.

Namun, nona dan kudanya telah lenyap. Bahkan ketika mereka melapor dan pasukan penjaga ikut mencari, mereka tidak dapat menemukan jejak nona dengan kudanya itu, seolah-olah kudanya telah lenyap ditelan bumi. Tentu saja peristiwa ini segera tersiar dan menjadi buah percakapan para penduduk Ceng-tao.

Berita akan munculnya seorang dara aneh dengan kuda aneh, menyanyikan lagu aneh pula dan setelah dengan mudahnya merobohkan enam orang penjaga lalu lenyap begitu saja, semua orang lalu menghubungkannya dengan kepercayaan mereka akan kesaktian Dewi Laut yang mereka percaya.

Mana mungkin seorang gadis muda selain merobohkan enam orang penjaga, memiliki kuda sakti juga pandai menghilang begitu saja seperti terbang ke langit atau amblas ke bumi kalau ia bukan Dewi Laut?

Di dalam kota itu terdapat sebuah kuil yaitu kuil Dewi Laut. Menurut dongeng turun-temurun di antara penduduk Ceng-tao yang di jaman dahulunya adalah nelayan, Dewi Laut dikenal sebagai dewi yang selain menguasai lautan, juga menjadi pelindung kaum nelayan. Oleh karena itu, maka patung dewi itu di dalam kuilnya dipuja-puja dan disembahyangi, bahkan dirayakan setiap tahun pada hari ulang tahunnya. Bahkan ada dongeng diantara para penduduk bahwa Dewi Laut itu sewaktu-waktu "turun" ke bumi dan melakukan bermacam hal yang menggemparkan.

Akan tetapi, semua hal yang dilakukannya itu pada umumnya menentang kejahatan dan menghukum pelakunya. Betapapun juga, ada kalanya Sang Dewi muncul melakukan hal-hal yang ganas. Hal ini kabarnya terjadi kalau penduduk lupa memberi sesajen atau korban sehingga sang dewi menjadi marah dan menghukum penduduk dengan perbuatan-perbuatan yang ganas.

Kalau sekali waktu terdengar berita bahwa amukan dewi itu adalah karena penduduk lupa memberi sesajen, maka dapat dipastikan bahwa berita itu bersumber dari kuil itu sendiri. Tentu saja para nikouw yang menjaga kuil itulah yang menjadi sumber berita. Hal ini amat penting bagi mereka karena berita itu dapat memperkuat kembali kepercayaan dan rasa takut penduduk terhadap Dewi Laut.

Kalau sudah begitu maka berbondonglah orang-orang datang bersembahyang dan memberi sedekah! Dan hal ini perlu bagi kehidupan para nikouw, bagi terpenuhinya semua kebutuhan dan biaya menjaga dan merawat kuil.

Mungkin sekali yang dimaksudkan dengan sebutan Dewi Laut adalah nama lain dari Kwan Im Posat. Begitu banyaknya dongeng tentang Dewi Kwan Im Posat sebagai Dewi Belas Kasih ini sehingga tidak mengherankan kalau penduduk Ceng-tao yang dahulunya adalah kaum nelayan dan laut merupakan daerah penting bagi mereka lalu menciptakan sebutan Dewi Laut bagi Kwan Im Posat. Setelah turun-temurun, maka hanya nama Dewi Laut itu saja yang dikenal sebagai dewi pujaan mereka.

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: