*

*

Ads

Sabtu, 30 Desember 2017

Harta Karun Jenghis Khan Jilid 29

Wajah hitam itu semakin hitam dan sepasang mata itu mendelik.
"Bu-siucai. Kau kira aku ini orang apa maka akan melanggar janji sendiri?"

"Bagus, kalau begitu aku akan mengaku dengan hati lapang. Dengarlah baik-baik. Aku adalah keponakan dari mendiang Louw Siucai."

Semua orang terkejut, terutama sekali Su Tong Hak dan Hai-pa-cu Can Hoa yang menjadi pelaksana dari pembunuhan terhadap Louw siucai.

"Hemm, kiranya begitukah?" kata Pat-pi Mo-ko mengangguk-angguk dan dia dapat menduga apa yang telah terjadi "Lanjutkan ceritamu."

"Paman Louw melihat gelagat tidak baik ketika Su Tong Hak dan keponakannya datang minta diterjemahkannya peta itu. Paman sama sekali tidak menginginkan benda orang lain, akan tetapi dia tahu bahwa Su Tong Hak bukan manusia baik-baik dan bahwa keponakannya, pemuda dusun itu akan tertipu. Maka, diam-diam paman minta waktu sehari untuk menterjemahkannya dan menukar peta yang asli itu dengan peta palsu. Petanya yang asli disembunyikannya dengan maksud kelak akan dikembalikan kepada yang berhak. Akan tetapi, pemuda dusun itu lenyap. Paman menulis surat kepadaku dan memberi tahu tentang tempat peta asli disembunyikan. Ternyata aku terlambat dan paman telah terbunuh oleh kaki tanganmu."

"Dan peta itu? Dimana...?"

Pat-pi Mo-ko seolah-olah tidak mendengar cerita itu karena pikirannya segera terpusat kepada peta asli.

"Di suatu tempat, di kebun rumah mendiang paman Louw."

"Katakan dimana agar kami dapat membuktikan kebenaran omonganmu! Kalau engkau membohong, tentu janjiku takkan berlaku dan aku akan menyuruh dua orang wanita ini diperkosa di depan matamu sampai keduanya mampus, sebelum engkau disiksa sampai mati pula!"

"Di kebun itu ada sebatang pohon tua dekat rumpun bambu, pada cabang yang ke tiga dari bawah terdapat lubang. Disitulah disimpannya peta itu, dalam peti kecil."

Mendengar ini, Pat-pi Mo-ko memerintahkan para pembantunya untuk melakukan penjagaan ketat.

"Bunuh saja mereka ini kalau ada tanda-tanda mereka hendak memberontak. Juga kalau Pendekar Sadis berani muncul, bunuh mereka ini dengan alat rahasia dalam kamar!"

Pesannya dengan suara lantang. Kemudian, dengan membawa pasukan penjaga yang lima puluh orang banyaknya, Pat-pi Mo-ko sendiri pergi menuju ke rumah Louw siucai di pinggiran kota raja untuk mencari peta seperti yang diceritakan oleh Bu Kok Siang itu.

Malam hari itu juga, Pat-pi Mo-ko datang kembali dengan kegirangan yang meluap-luap. Peta itu telah ditemukan! Dengan wajah berseri diapun memasuki ruangan tempat ditahannya tiga orang muda itu. Dia mengeluarkan peta yang asli itu dan membebernya di depan Kok Siang dan Kim Hong yang memandang dengan mata berapi.

"Ha-ha-ha, sudah dapat olehku. Ha-ha-ha! Akhirnya harta pusaka itu, harta karun Jenghis Khan, terjatuh ke dalam tanganku!"

Kakek hitam itu menyimpan kembali gulungan peta ke dalam, dan tiba-tiba dia berkata kepada dua orang pembantunya, yaitu Hai-pa-cu Can Hoa dan Tiat-ciang Liu Cai Ko,

"Sekarang, kalian bunuh bocah she Bu dan gadis she Toan ini! Kalau tidak, mereka itu akan menjadi perintang saja!"

Tentu saja Kok Siang terkejut mendengar ini dan In Bwee yang sudah dapat bergerak itu menjerit dan menubruk kaki pamannya sambil menangis.

"Paman, jangan bunuh dia... ah, jangan bunuh dia...!"






Pat-pi Mo-ko menggerakkan kakinya dan tubuh keponakan dan muridnya itu terlempar.
"Huh, murid durhaka. Masih baik aku tidak menyuruh bunuh engkau sekali!"

"Paman, jangan bunuh dia... atau bunuh saja aku sekalian bersamanya!" In Bwee menangis.

"Engkau tidak percaya padaku, Bu-twako! Omongan orang macam dia itu mana bisa dipercaya? Begitu peta dikuasainya, tentu kita segera dibunuh!" kata Kim Hong, sama sekali tidak menyesal karena gadis perkasa ini yakin bahwa pada saat itu, Thian Sin tentu sudah bersiap-siap untuk menolongnya.

Tadi, lapat-lapat ia mendengar suara burung ekor merah. Burung itu hanya terdapat di sekitar kepulauan yang berada di Laut Timur, terutama di Pulau Teratai Merah dimana mereka tinggal. Karena suara burung itu tidak dikenal oleh semua orang yang berada di situ ketika berbunyi, maka ialah satu-satunya orang yang mengenalnya dan tahu bahwa itu adalah tanda rahasia dari Thian Sin yang tentu berada disekitar tempat tahanan itu. Maka iapun merasa lega dan tenang saja. Kekasihnya itu tidak mungkin membiarkan ia celaka tanpa turun tangan.

Kok Siang marah sekali. Dengan mata mendelik dia memandang kepada Pat-pi Mo-ko, lalu berkata dengan suara nyaring.

"Pat-pi Mo-ko, kiranya selain jahat dan kejam, engkau juga seorang pengecut yang suka menjilat ludah sendiri! Engkau telah berjanji..."

"Ha-ha-ha, bagaimana janjiku, kutu buku? Semua orang tadi sudah mendengar akan bunyi janjiku itu! Aku berjanji bahwa kalau engkau memberi tahu tentang peta, aku tidak akan membiarkan dua orang gadis ini diperkosa, bukan? Nah, siapa yang hendak memperkosa mereka? Aku tidak berjanji bahwa aku tidak akan membunuh engkau dan sahabat Pendekar Sadis ini! Jadi, kalau sekarang aku menyuruh bunuh kalian, aku tidak menyalahi janji! Ha-ha-ha!"

Kok Siang hanya dapat memandang dengan mata mendelik. Tak disangkanya bahwa datuk sesat itu demikian curangnya, akan tetapi tentu saja dia tidak mampu membantah lagi. Diapun bukan pengecut yang takut mati, maka melihat sikap Kim Hong yang tenang, diapun merasa malu kalau harus banyak ribut untuk mempertahankan nyawanya.

Pada saat itu, Su Tong Hak melangkah maju mendekati Pat-pi Mo-ko.
"Kurasa tidak benar kalau membunuh mereka sekarang."

"Su Tong Hak! Engkau tadi telah memberi nasihat baik sekali untuk memaksa pemuda itu mengaku. Akan tetapi sekarang, kenapa engkau melarang aku membunuh mereka? Mereka itu berbahaya sekali!"

Su Tong Hak tersenyum dan meraba-raba kumisnya yang kecil panjang.
"Pat-pi Mo-ko, aku melarangmu dengan perhitungan yang amat matang. Coba dengarkan baik-baik pendapatku. Pemuda itu sama sekali belum waktunya untuk dibunuh. Biarpun kita telah mendapatkan peta itu, akan tetapi siapa berani menanggung kalau peta itu benar-benar asli? Siapa tahu kalau itupun hanya palsu saja dan yang asli masih dia sembunyikan di tempat lain?"

Pat-pi Mo-ko nampak terkejut dan menoleh, memandang kepada pemuda sasterawan itu yang hanya tersenyum mengejek. Kakek tinggi besar hitam ini mengangguk-angguk, dapat melihat kebenaran pendapat pedagang yang cerdik itu.

"Maka, membunuhnya sekarang sungguh tidak menguntungkan. Kita selidiki dulu apakah peta ini benar, baru kita boleh membunuhnya. Demikian pula dengan nona itu. Bukankah ia itu sahabat baik Pendekar Sadis? Kalau ia masih berada di tangan kita, setidaknya ia berguna untuk menjadi sandera, untuk mencegah Pendekar Sadis mengganggu kita sampai usaha kita berhasil. Bagaimana pendapat ini, tepatkah?"

Sejenak Pat-pi Mo-ko menunduk dan mengerutkan alisnya yang tebal, kemudian dia menepuk-nepuk pundak Su Tong Hak dan tertawa lebar.

"Ha-ha-ha, engkau sungguh berbakat untuk menjadi penasihat. Bagus sekali, aku setuju! Malah kita harus bawa mereka itu bersama ke tempat harta karun seperti yang ditunjukkan oleh peta ini, dan di sanalah nasib mereka itu ditentukan! Ha-ha-ha!"

**** 29 ****
Harta Karun Jenghis Khan







Tidak ada komentar: