*

*

Ads

Sabtu, 30 Desember 2017

Harta Karun Jenghis Khan Jilid 30

Thian Sin yang menyamar sebagai perajurit penjaga dan menyaksikan, mendengar semua itu, tentu saja mengalami ketegangan dan kegelisahan yang hebat. Beberapa kali tubuhnya menegang dan beberapa kali hampir saja dia tidak mampu menahan gelora hatinya yang seolah-olah mendorongnya untuk turun tangan.

Ketika dia melihat pakaian luar Kim Hong dirobek, dia hanya mengepal tinju saja. Dia tahu bahwa Pat-pi Mo-ko hanya menggertak. Akan tetapi ketika dia melihat In Bwee hampir saja diperkosa, dia menggigit bibirnya untuk menahan hatinya. Dia maklum bahwa dia harus kuat menghadapi semua itu. Keadaan masih tidak menguntungkan baginya.

Kalau dia menyerbu, mungkin saja dia mampu menghadapi pengeroyokan mereka. Akan tetapi amatlah berbahaya bagi keselamatan tiga orang itu. Dia tidak akan mampu melindungi mereka karena disitu banyak terdapat orang-orang pandai yang tak mungkin dapat dirobohkan dalam waktu singkat sehingga selagi dia dikeroyok, Kim Hong, Kok Siang dan In Bwee tentu mudah terbunuh lawan. Dan dia tidak menghendaki hal itu terjadi. Terutama sekali dia tidak ingin kehilangan Kim Hong! Maka dia menanti sampai saat yang paling memuncak dan yang akan memaksanya turun tangan. Kalau masih ada harapan, dia akan sabar menanti.

Diapun terkejut bukan main ketika mendengar pengakuan Kok Siang tentang peta asli itu. Ah, tak disangkanya bahwa pengakuan Kok Siang ketika mereka berdua itu terjatuh ke dalam air, ternyata bukan hanya siasat pemuda itu, melainkan memang satu-satunya cara untuk menyelamatkan diri mereka.

Kini mengertilah dia mengapa Kim Hong bertahan mati-matian. Kiranya kunci rahasia itu berada di tangan Kok Siang yang menyimpan peta rahasia yang asli. Dan kunci emasnya yang asli ada padanya! Kini Kok Siang telah mengaku, tempat itu tentu akan ditemukan oleh Mo-ko. Akan tetapi Thian Sin masih dapat tersenyum geli karena dia tahu bahwa usaha Mo-ko yang telah mendapatkan peta asli itu tetap saja akan sia-sia karena kunci emas yang asli berada padanya!

Ketika melihat Kim Hong dan Kok Siang hendak dibunuh, dia sudah hampir meloncat ke depan. Akan tetapi hatinya lega ketika dia mendengar Su Tong Hak yang membujuk datuk sesat itu dengan alasan yang amat kuat. Diam-diam Thian Sin mengerti bahwa Su Tong Hak memang merupakan orang yang amat cerdik.

Pedagang itu kini menginjak dua perahu, keduanya memungkinkan dia untuk memperoleh keuntungan. Di satu pihak, pedagang itu menyelundupkan dia dan menganggap dia sekutunya, tentu dengan harapan untuk selain ada teman menghadapi ancaman Mo-ko yang serakah, juga kalau sampai pihak Mo-ko gagal dan Pendekar Sadis yang menang, setidaknya pedagang itu dapat mengharapkan bagian.

Sebaliknya, kalau Pat-pi Mo-ko yang menang, saudagar inipun masih bisa mengharapkan bagian. Maka dia manyelundupkan dan tidak membuka rahasia Thian Sin, akan tetapi dilain pihak, iapun membantu Mo-ko, diantaranya dengan nasihat kejinya untuk memperkosa In Bwee dalam usaha memaksa pengakuan Kok Siang.

Ketika melihat Pat-pi Mo-ko membawa pasukan pergi untuk mengambil peta asli seperti yang ditunjukkan oleh Kok Siang, Thian Sin tidak ikut membayangi. Sebenarnya, dia telah memperoleh kesempatan baik untuk membayangi datuk itu ke tempat penyimpanan peta asli dan merampasnya, kalau perlu membunuh kakek tinggi besar hitam itu.

Akan tetapi kalau Kim Hong, Kok Siang dan juga In Bwee masih menjadi tawanan, apa artinya itu? Yang penting adalah melindungi mereka. Oleh karena itu, Thian Sin hanya menanti dalam persembunyiannya. Biarlah Pat-pi yang mengambilkan peta itu untuknya, bahkan biarkan datuk itu dengan anak buahnya mencarikan tempat penyimpanan harta karun Jenghis Khan itu untuknya!

Demikianlah, ketika pada keesokan harinya, rombongan besar Pat-pi Mo-ko berangkat menuju ke tempat penyimpanan harta karun, diam-diam Thian Sin juga membayangi rombongan itu. Tiga orang tawanan muda itupun dibawa dengan kereta dalam keadaan terbelenggu kaki tangannya.

Pat-pi Mo-ko Bouw Kim Seng sendiri mengepalai pasukan ini dengan menunggang kereta bersama tiga orang tawanannya. Para pembantu utamanya, yaitu Hai-pa-cu Can Hoa dan Tiat-ciang Lui Cai Ko, naik kuda dan mengawal di kanan kiri kereta. Su Tong Hak tidak ketinggalan, juga duduk di atas kereta di dekat kusir.

Kereta ke dua berjalan di belakang dan di dalam kereta ini duduk Phang-taijin, pembesar yang menjadi sekutu Pat-pi Mo-ko! Setelah mendengar bahwa peta asli terjatuh ke tangan sekutunya, jaksa ini tak dapat menahan keinginan hatinya untuk ikut menyaksikan pengambilan harta pusaka atau harta karun Jenghis Khan!

Seratus orang perajurit pengawal memperkuat rombongan itu, sebagian mengawal di depan, sebagian di belakang. Mereka itu bukan hanya mengawal untuk menjaga agar jangan ada pihak lawan, terutama sekali Pendekar Sadis yang masih mendatangkan rasa gentar di dalam hati Pat-pi Mo-ko, akan tetapi juga dipersiapkan untuk bekerja di tempat penyimpanan harta karun, kalau-kalau untuk itu dibutuhkan banyak tenaga untuk menggali dan sebagainya.






Perjalanan itu cukup jauh dan merupakan perjalanan yang menarik karena tempat itu ternyata berada di luar Tembok Besar! Mula-mula jantung Thian Sin berdebar tegang ketika rombongan itu menyeberang Tembok Besar di sebelah utara kota raja karena jalan itu menuju ke Lembah Naga!

Akan tetapi ternyata rombongan itu membelok ke timur. Kalau dari luar Tembok Besar itu dilanjutkan ke utara sampai kaki Pegunungan Khing-an-san di tepi Sungai Huang-ho, di sanalah letaknya Lembah Naga tempat tinggal ayah angkatnya, Si Pendekar Lembah Naga Cia Si Liong!

Akan tetapi, ternyata perjalanan ini tidak sejauh itu dan setelah menunda perjalanan semalam di sebuah dusun, pada keesokan harinya mereka tiba di tempat tujuan, yaitu di kota Ying-kouw, sebuah kota pelabuhan yang letaknya di Teluk Cili atau Teluk Po-hai sebelah utara!

Setelah tiba di kota Ying-kouw, kehadiran Jaksa Phang ternyata amat berjasa dan berguna. Pembesar setempat menyambutnya dengan hormat, memberi tempat penginapan yang layak, bahkan menjamu mereka dengan makan minum. Kepada para pembesar setempat Jaksa Phang menjelaskan bahwa dia sebagai jaksa kota raja sedang menyelidiki sebuah perkara pencurian dan menurut penyelidikan, harta yang dicuri itu dilarikan menuju ke tempat ini.

Tentu saja para pembesar di kota Ying-kouw terkejut dan bersedia untuk membantu sedapat mungkin. Akan tetapi Jaksa Phang menolak, mengatakan bahwa untuk menemukan harta curian itu dia sudah mempersiapkan para pembantunya, juga pasukan.

Sementara itu, tiga orang muda yang menjadi tawanan, yang oleh Jaksa Phang dikatakan sebagai orang-orang yang tersangkut dalam pencurian besar-besaran itu, dimasukkan tahanan dan dijaga ketat sekali.

Malam itu, diam-diam Pat-pi Mo-ko bersama Jaksa Phang, juga para pembantunya, Su Tong Hak, Hai-pa-cu Can Hoa dan Tiat-ciang Lui Cai Ko, mempelajari peta asli yang sudah diterjemahkan itu.

Ternyata menurut catatan dalam peta kuno itu, harta karun yang dimaksudkan itu berada di dalam sebuah diantara guha-guha yang banyak terdapat di tepi pantai yang curam, di luar kota Ying-kouw sebelah timur. Semalam itu mereka tidak dapat tidur, dengan hati tegang mereka menanti datangnya pagi karena mereka ingin cepat-cepat menemukan harta karun Jenghis Khan itu.

Pagi itu cerah sekali. Langit bersih, tiada segumpalpun awan menghalangi cahaya matahari pagi yang muncul dari permukaan laut, kemudian makin meninggi merobah sinar kemerahan menjadi keemasan, kemudian makim meninggi dan sinar itu berobah pula menjadi keperakan.

Dan matahari pagi itu agaknya menenangkan lautan yang semalam menggelora dan menyerbu jauh ke pantai. Kini ombak mulai kembali ke lautan dan permukaan laut menjadi tenang, hanya ada keriput-keriput kecil yang membuat bayangan jalan putih matahari itu bergoyang-goyang lucu.

Dari atas tebing, rombongan itu memandang ke bawah. Dari tempat setinggi kurang lebih tiga ratus meter itu, lautan nampaknya semakin lembut dan tenang, seperti permukaannya tertutup beludru biru yang terhampar luas sampai ke kaki langit.

Menjenguk dari atas tebing mendatangkan rasa ngeri, membuat bulu tengkuk meremang dan menimbulkan rasa takut. Rasa takut melihat tempat tinggi, seperti juga perassan takut akan apapun juga, timbul oleh bayangan pikiran yang membayangkan hal-hal yang mengerikan. Kalau kita berdiri di atas tebing melihat ke bawah, tidak akan timbul rasa takut kalau saja kita tidak membayangkan sesuatu.

Akan tetapi, begitu pikiran membayangkan bagaimana ngerinya kalau sampai tergelincir dan terjatuh dari tempat yang sedemikian tingginya, maka otomatis bulu tengkuk meremang dan muncullah rasa takut yang membuat jantung berdebar dan kaki gemetar.

Tiga orang muda yang menjadi tawanan dikurung oleh pasukan yang dipimpin oleh komandan pasukan, juga oleh Hai-pa-cu Can Hoa dan Tiat-ciang Liu Cai Ko, sedangkan Pat-pi Mo-ko Bouw Kim Seng sendiri melakukan pemeriksaan dan dengan hati-hati sekali dia menuruni tebing yang curam itu, bergantungan pada batu-batu dan akar-akar pohon.

Sementara itu, dengan kaki dan tangan terikat rantai panjang, tiga orang muda itu duduk berkumpul. Seperti biasa pada beberapa hari selama menjadi tawanan ini, Kim Hong nampak tenang saja, memandang kepada Kok Siang yang duduk bersandar batu dan In Bwee yang duduk menyandarkan kepalanya di dada kekasihnya.

Semenjak In Bwee dijadikan tawanan pula bersama kekasihnya, gadis ini selalu mendekati Kok Siang dan nampak sudah begitu pasrah, ingin sehidup semati dengan pemuda itu yang dari pandang matanya juga amat menyayangnya. Malam tadi, ketika dua orang muda yang saling berkasihan itu menyatakan ingin mati bersama, Kim Hong menghibur mereka.

"Jangan putus asa lebih dulu, harapan masih banyak bagi kita untuk lolos." katanya berbisik sehingga tidak terdengar jelas oleh para penjaga di luar kamar tahanan mereka yang agaknya sudah jemu menjaga.

"Hemm, kematian kita sudah berada di depan mata, aku tidak pernah putus asa, akan tetapi akupun tahu apa bila keadaan kita sudah tidak ada kemungkinan untuk lolos pula." kata Kok Siang.

"Aku tidak takut mati selama bersamamu, koko." kata In Bwee sambil merebahkan diri di atas pangkuan kekasihnya.

Kim Hong tersenyum.
"Kalian lupa bahwa di luar masih ada kekasihku yang takkan mungkin membiarkan kita mati."

"Pendekar Sadis?" kata In Bwee penasaran. "Kalau memang dia memperdulikan kita, kenapa tidak sejak tadi dia turun tangan?"

"Dia bukan anak kecil yang ceroboh. Dia menanti saat baik. Percayalah kepadanya. Dia akan berusaha dengan taruhan nyawa untuk menyelamatkan kita. Bahaya masih jauh sekali. Kalau tidak, apa kalian kira aku akan enak-enak saja begini?"

Berkata demikian, Kim Hong memandang kepada rantai di kaki tangannya. Memang, kalau ia menghendaki, dengan sin-kangnya, ia akan mampu mematahkan belenggu ini dan mengamuk.

Pat-pi Mo-ko terlalu memandang rendah kepadanya dan hal ini baik sekali. Memang inilah yang dikehendakinya maka ketika diadu melawan Kok Siang, ia sengaja mengalah. Karena memandang rendah, maka tentu Mo-ko menjadi lengah, bahkan kini memasang rantai belenggu sembarangan saja, tidak melumpuhkannya dengan totokan.

Mungkin Kok Siang dan In Bwee tidak akan mampu mematahkan belenggu mereka, akan tetapi ia merasa yakin bahwa ia akan mampu melakukannya kalau memang tiba saatnya yang baik.

Kedua tangan mereka diikat belenggu pada pergelangan tangan dan kedua lengan itu berada di belakang tubuh. Jarak antara kedua lengan itu hanya kurang lebih tiga puluh sentimeter, namun cukup untuk melalui kepala. Ia pernah mempelajari ilmu Sia-kut-hoat, yaitu semacam ilmu melemaskan diri melepaskan tulang dan dengan ilmu ini, yang membuat tubuhnya menjadl lemas seperti tubuh ular, ia akan dapat menarik kedua lengan itu dari belakang ke atas kepala, lalu diturunkan ke depan dengan menekuk dan melemaskan tulang pangkal lengan sehingga kedua lengannya akan berpindah ke depan!

Dengan kedua tangan di depan, ia akan mengerahkan sin-kang mematahkan belenggu itu, atau setidaknya, ia sudah akan dapat menggunakan kedua tangannya untuk membuat para penjaga tidak berdaya dan merampas kunci-kunci belenggu mereka.

Akan tetapi saatnya belum tiba dan kalau ia melakukannya sebelum waktunya, tentu ia akan dikeroyok dan sebelum ia mampu meloloskan Kok Siang dan In Bwee, ia tidak akan mau mencobanya. Saat yang ditunggu-tunggu itu adalah saat munculnya Thian Sin dan ia tetap bersabar karena yakin bahwa belum munculnya kekasihnya itu tentu atas dasar perhitungan yang matang.

Setelah menyelidiki sampai ke bawah, Pat-pi Mo-ko lalu naik lagi. Dia sudah mempelajari tebing itu dan maklum bahwa hanya para pembantunya yang pandai ilmu silat sajalah yang akan mampu menuruni tebing itu.

Padahal, menurut peta, guha dimana harta karun itu disimpan, tertutup oleh batu-batu karang yang berguguran dari atas selama ratusan tahun dan untuk menyingkirkan batu-batu besar ini dibutuhkan tenaga para perajurit. Mereka semua harus dapat turun ke bawah, ke tepi pantai dimana terdapat guha-guha itu.

Harta Karun Jenghis Khan







Tidak ada komentar: