*

*

Ads

Jumat, 29 Desember 2017

Harta Karun Jenghis Khan Jilid 25

"Mo-ko, engkau masih tidak percaya kepadaku! Hemm, andaikata aku melanggar janjiku, sekarangpun aku dapat berbalik melawanmu, tidak perlu mempergunakan pedang!" kata Kim Hong mendongkol.

Kakek hitam itu tertawa.
"Engkau takkan menentangku, nona. Engkau terlampau cerdik untuk melakukan kebodohan itu. Pertama, engkau sudah mengeluarkan janji membantuku. Kedua, kalau engkau memberontak, engkau akan berhadapan langsung dengan aku dan pasukan pemerintah. Ketiga, pemuda sasterawan itu akan kami bunuh lebih dulu. Keempat, engkau tidak akan mendapatkan bagian harta karun Jenghis Khan. Ha-ha-ha, tidak, engkau tidak sebodoh itu."

Kim Hong merasa lega. Setidaknya, ia merasa yakin bahwa untuk sementara waktu Kok Siang berada dalam keadaan aman. Ia tadi memang sengaja memperlihatkan sikap mengejek dan menghina kepada Kok Siang yang ditanggapi dengan baik sekali oleh pemuda sasterawan yang cerdas itu. Mereka memperlihatkan sikap yang saling mengejek dan bermusuhan sehingga dengan demikian pemuda itu dijauhkan dari prasangka buruk. Kalau sampai diketahui atau terduga oleh Mo-ko bahwa peta aslinya berada di tangan pemuda itu, tentu keselamatan Kok Siang takkan dapat dijamin lagi.

Untuk sementara ini, ia harus berpura-pura menurut dan bekerja sama dengan iblis ini. Kalau tidak, selain nyawa Kok Siang terancam, juga ia sendiri dapat terancam bahaya besar. Ia harus menyelamatkan Kok Siang dulu, baru ia akan meloloskan diri sendiri dan hal ini agaknya tidak akan mudah, harus menanti saat yang baik.

Penyerbuan ke sarang penjahat bekas pimpinan Liong-kut-pian Ban Lok berjalan dengan amat lancar. Anak buah penjahat yang jumlahnya hanya kurang lebih dua puluh lima orang itu tidak mampu mengadakan perlawanan yang berarti terhadap serbuan seratus orang pasukan keamanan.

Mereka dirobohkan atau ditangkap dengan alasan melakukan kejahatan dan kekacauan di kota raja. Mereka tentu saja melakukan perlawanan, namun segera mereka itu tertangkap semua karena kalah banyak. Hanya seorang saja yang masih mengamuk dan dia ini adalah Sin-siang-to Tang Kin. Sesuai dengan julukannya, Sin-siang-to (Sepasang Golok Sakti) memutar sepasang goloknya dan tidak ada anggauta pasukan yang mampu mendekatinya, apalagi menangkapnya. Sepasang goloknya membentuk sinar bergulung-gulung yang dahsyat dan setiap ada senjata perajurit yang mendekat, tentu terpental atau patah-patah.

Tiba-tiba Pat-pi Mo-ko berteriak menyuruh komandan pasukan menarik mundur para perajurit yang mengeroyok Sin-siang-to Tang Kin. Dia sendiri bersama Kim Hong menghampiri kepala gerombolan itu. Kim Hong memandang dengan penuh perhatian.

Kepala gerombolan itu adalah seorang kakek yang usianya sekitar lima puluh lima tahun, bertubuh tinggi kurus. Suheng dari mendiang Liong-kut-pian Ban Lok ini memang jauh lebih lihai dari pada sutenya. Dari permainan sepasang golok tadi Kim Hong sudah melihat betapa lihainya sepasang golok itu. Ia sendiri tadi membantu Mo-ko, dengan mudah merobohkan beberapa orang anak buah gerombolan musuh.

Sin-siang-to Tang Kin melintangkan sepasang goloknya didepan dada dan memandang kepada Pat-pi Mo-ko dan Kim Hong dengan mata mendelik marah. Tadi dia sudah mendengar pelaporan anak buahnya sebelum mereka itu ditangkap semua bahwa penyerbuan pasukan pemerintah ini dipimpin oleh Pat-pi Mo-ko Bouw Kim Seng, tokoh jahat di kota raja yang seolah-olah menjadi raja diantara para penjahat, akan tetapi yang selalu menyembunyikan diri itu. Dan diapun mendengar bahwa wanita cantik yang membunuh sutenya juga datang bersama Pat-pi Mo-ko. Kini, biarpun dia belum pernah bertemu dengan mereka berdua, begitu berhadapan, dia tahu bahwa inilah dua orang itu.

"Hemm, sekarang nampaklah belangmu, Pat-pi Mo-ko!" katanya mengejek. "Kiranya engkau berlindung di bawah naungan pasukan pemerintah. Huh, tokoh kang-ouw macam apa engkau ini?"

Pat-pi Mo-ko hanya tertawa dan tidak menjadi marah.
"Sin-siang-to, sudah lama aku mendengar namamu yang menggempartan di pantai timur dan baru karena kebetulan kita saling bertemu disini. Engkau melanjutkan gerakan sutemu, memimpin anak buah mengacau di kota raja. Kalau kami pasukan datang membasmi gorombolanmu, hal itu sudah jamak dan jangan kau menyalahkan aku. Aku menentang sutemu karena dia telah berani menyaingi aku. Sekarang, semua anak buahnya telah diringkus. Kalau engkau membantuku dan bekerja untukku, biarlah aku ampuni engkau dan kita bekerja sama!"

"Lebih baik mampus! Siapa takut padamu?" bentak Sin-siang-to sambil mengelebatkan goloknya.

"Ha-ha, sudah kuduga bahwa engkau akan keras seperti itu, aku sengaja mengajak nona Toan ini untuk membunuhmu seperti yang telah dilakukannya kepada sutemu."

Sin-siang-to Tang Kin kini memandang kepada Kim Hong. Sambil menudingkan golok kanannya ke arah muka Kim Hong, dia berkata,






"Aku sudah mendengar bahwa suteku tewas di tanganmu. Hal ini kuanggap lumrah karena memang suteku bermain api. Akan tetapi, sekarang ternyata bahwa engkau hanyalah kaki tangan Pat-pi Mo-ko, maka marilah kita membuat perhitungan atas kematian sute!"

Setelah berkata demikian, Sin-siang-to sudah menerjang ke depan dan dua sinar berkelebat menyambar dari kanan kiri, ke arah leher dan pinggagg Kim Hong.

Kim Hong dapat menduga orang macam apa adanya ahli golok ini. Seorang tokoh sesat juga, maka iapun tidak ragu-ragu untuk menghadapinya. Menyingkirkan seorang seperti ini bukan hanya perlu untuk menumbuhkan kepercayaan Pat-pi Mo-ko kepadanya, akan tetapi juga berarti menyingkirkan sebuah sumber penyakit dari rakyat jelata.

Karena ia mendapat kenyataan bahwa Pat-pi Mo-ko tidak juga memberikan sepasang pedangnya kepadanya, maka iapun bergerak cepat mengelak dari dua serangan yang cukup berbahaya itu. Gerakannya memang gesit sekali, karena gin-kang dari nona ini sudah mencapai tingkat yang amat tinggi sehingga Sin-siang-to Tang Kin terkejut bukan main ketika tiba-tiba melihat nona itu menghilang!

Akan tetapi dia dapat menangkap gerakan di sebelah belakangnya, maka dia cepat membalikkan tubuh dan kembali sepasang dari goloknya bersilang dan berkelebat dari atas dan bawah!

Memang hebat permainan golok pasangan dari kakek ini sehingga Kim Hong terpaksa harus mempergunakan kecepatan gerakannya lagi untuk menghindarkan diri dari sambaran golok.

Terjadilah perkelahian yang nampaknya berat sebelah karena kakek itu selalu menghujankan serangan sedangkan Kim Hong hanya mengelak ke sana sini dengan amat cepatnya. Hanya kadang-kadang saja kalau ada kesempatan membalas dengan tendangan atau pukulan tangannya. Akan tetapi, kesempatan itu sedikit sekali karena gerakan sepasang golok itu membentuk sinar bergulung-gulung yang amat cepat dan luas.

Kim Hong adalah seorang wanita yang selain tinggi ilmu silatnya, juga amat cerdik. Ia sedang menanti kesempatan untuk mendapatkan kepercayaan dan untuk dapat membebaskan Kok Siang. Dan untuk mendapatkan kepercayaan ia harus menyembunyikan kepandaian, agar iblis itu tidak merasa khawatir dan akan menganggapnya tidak berbahaya.

Oleh karena itu, ia harus melayani Sin-siang-to ini dengan sedapat mungkin menyembunyikan kepandaian aslinya, hanya mengeluarkan ilmu yang sederhana saja. Akan tetapi, celakanya, Sin-siang-to Tang Kin bukanlah lawan sembarangan yang boleh dihadapi dengan ilmu yang rendah. Sepasang goloknya sedemikian lihainya sehingga kalau Kim Hong ingin selamat, ia harus mengerahkan gin-kangnya. Apalagi untuk merobohkannya. Tentu ia harus menggunakan ilmunya yang tinggi.

Hal ini membuat Kim Hong kerepotan juga. Di satu pihak ia ingin menyembunyikan kepandaiannya dari mata Mo-ko yang ia tahu membiarkan ia menghadapi Sin-siang-to untuk mencobanya, mencoba kepandaiannya dan mencoba kesetiaannya. Di lain pihak ia harus mengerahkan kepandaian untuk dapat mengimbangi kelihaian lawan ini. Maka ia menjadi serba salah dan ragu-ragu dan terdesak hebat!

Pat-pi Mo-ko melihat perkelahian itu dengan penuh perhatian. Dia membiarkan gadis itu terdesak sampai puluhan jurus dan diam-diam dia mengagumi gin-kang yang hebat dari gadis itu, mengaku bahwa dia sendiripun kalau harus bertanding dalam hal gin-kang, tidak akan dapat menandingi gadis itu. Dari gerakannya saja dia dapat menduga bahwa kalau gadis itu memperoleh kembali sepasang pedangnya, tentu akan mampu menandingi Sin-siang-to walaupun belum tentu akan dapat menang. Ilmu sepasang golok dari Tang Kin memang istimewa dan lihai sekali.

"Tahan...!"

Bentaknya dan nampak dua gulungan sinar hitam ketika kakek tinggi besar ini menerjang ke depan.

"Sin-siang-to, perlihatkan kepandaianmu kepadaku!"

Dan sepasang pedang bersinar hitam di tangan Pat-pi Mo-ko Bouw Kim Seng sudah bergerak menyerang dengan gerakan dahsyat sekali.

Kim Hong yang sudah meloncat ke belakang itu terkejut dan mendongkol. Ternyata yang dipergunakan oleh Pat-pi Mo-ko adalah sepasang pedang Hok-mo Siang-kiam, sepasang pedangnya yang dirampas ketika ia pingsan. Akan tetapi ia segera dapat mengusir rasa gemas ini dan diam-diam ia memperhatikan permainan pedang itu.

Kiranya iblis inipun merupakan seorang ahli ilmu silat pedang pasangan! Dan ia mendapat kenyataan betapa ganas dan dahsyatnya sepasang pedangnya itu ketika dimainkan oleh Pat-pi Mo-ko benar-benar merupakan seorang lawan yang amat tangguh, yang harus dihadapi dengan hati-hati. Agaknya tingkat kepandaian kakek iblis hitam ini tidak berada di bawah tingkat para datuk kaum sesat yang pernah dilawannya beberapa tahun yang lalu!

Agaknya memang Pat-pi Mo-ko sengaja hendak memamerkan kepandaiannya. Dia mengeluarkan jurus-jurus terampuh dan menekan sepasang golok di tangan Sin-siang-to yang berusaha keras untuk menandingi sepasang pedang hitam itu. Namun semua hasilnya sia-sia belaka.

Sinar goloknya menjadi semakin sempit terhimpit dan belum ada tiga puluh jurus semenjak ia melayani terjangan Pat-pi Mo-ko, tiba-tiba dia menjerit dan tubuhnya terjengkang, sepasang goloknya terlepas dan ada darah mancur dari tenggorokannya! Tubuh Sin-siang-to berkelojotan seperti ayam disembelih dan memang lehernya telah tertembus pedang sehingga dia mirip seekor ayam yang disembelih.

Kini sambil tersenyum Pat-pi Mo-ko mengembalikan sepasang pedang hitam kepada pemiliknya sambil meloloskan sarung pedang itu yang tadinya disembunyikan di bawah jubahnya.

Tanpa bicara Kim Hong menerima pedang itu dan menyarungkannya kembali, memasangnya di pinggang. Pat-pi Mo-ko mengeluarkan sepasang pedang lain, yang putih seperti perak dan berkata.

"Pedang hitammu hebat, nona. Akan tetapi kalau tadi aku mempergunakan sepasang pek-kong siang-kiam (Sepasang Pedang Sinar Putih) milikku ini, aku pasti akan dapat merobohkan dalam waktu yang jauh lebih singkat."

Kim Hong menjura dan berkata,
"Ilmu pedangmu sungguh hebat, Pat-pi Mo-ko."

Iblis hitam tinggi besar itu tertawa dan menjawab untuk merendahkan diri akan tetapi ada kebanggaan terkandung dalam suaranya,

"Ah, ilmu silatmu juga luar biasa, nona. Engkau memang patut sekali menjadi pembantuku yang terutama!"

"Jadi aku sudah lulus ujian?" tanya Kim Hong tersenyum.

"Belum, masih ada satu lagi ujian."

"Hemm, apa itu?"

"Mari kita pulang dan engkau akan tahu." kakek itu lalu mengajaknya untuk melakukan penggeledahan bersama pasukan.

Akan tetapi ternyata di sarang gerombolan itu mereka tidak menemukan apa yang dicari oleh Pat-pi Mo-ko, yaitu peta harta karun atau tanda-tanda tentang peta itu. Pat-pi Mo-ko memang tidak terlalu mengharapkan akan menemukan apa yang dicarinya disitu. Dia sudah merasa puas telah dapat membasmi saingan yang dianggapnya hanya mendatangkan kesulitan saja baginya itu dan diapun mengajak Kim Hong untuk kembali ke rumah Phang-taijin.

Di kompleks perumahan pembesar Phang, jaksa kota raja ini, Pat-pi Mo-ko memperoleh kebebasan dan menempati bagian belakang dimana selain dipergunakan untuk kantor dan tempat tahanan, juga terpasang banyak kamar-kamar rahasia.

Karena mereka tiba di gedung itu sudah malam, Bouw Kim Seng mempersilakan Kim Hong untuk beristirahat. Gadis itu memperoleh sebuah kamar tidur di bagian tengah dan Kim Hong Maklum bahwa semua gerak geriknya diawasi dan bahwa tempatnya mengaso itupun dijaga ketat sehingga tidak mungkin ia dapat meninggalkan kamar tanpa diketahui orang.

Harta Karun Jenghis Khan







Tidak ada komentar: