*

*

Ads

Sabtu, 30 Desember 2017

Harta Karun Jenghis Khan Jilid 26

Akan tetapi, gadis ini memang tidak berniat untuk meloloskan diri sebelum ia dapat membebaskan Kok Siang. Ia tidak tahu dimana pemuda itu ditahan, maka iapun bersabar menanti sampai besok karena tubuhnya juga terasa lelah dan ia perlu beristirahat mengumpulkan tenaga.

Satu-satunya hal yang menggelisahkan hatinya adalah Thian Sin. Apa yang telah terjadi dengan kekasihnya itu dan bagaimana kunci emas palsu itu sampai dapat jatuh ke tangan Pat-pi Mo-ko? Ia tidak berani bertanya dengan terus terang kepada penjahat itu, khawatir kalau-kalau menimbulkan kecurigaan dan hal itu hanya akan menambah kewaspadaan pihak lawan saja.

Pada sore hari berikutnya, barulah Pat-pi Mo-ko mengatakan apa adanya ujian ke dua itu. Kim Hong dibawa ke dalam ruangan yang luas, ruangan yang agaknya menjadi tempat berlatih silat atau juga mungkin menjadi tempat penyiksaan di kompleks perumahan kejaksaan bagian penjara itu. Dan didalam ruangan yang tertutup oleh jendela-jendela besi baja dan pintu baja pula, yang terjaga ketat oleh pasukan penjaga dan para pembantu iblis itu.

Kim Hong melihat Kok Siang duduk di atas bangku besi dengan kaki dirantai! Pemuda itu agak pucat, akan tetapi tersenyum mengejek ketika melihatnya masuk bersama Pat-pi Mo-ko. Di dalam ruangan itupun sudah hadir para pembantu iblis itu, yaitu keempat Siang-to Ngo-houw, Hai-pa-cu Can Hoa, Tiat-ciang Lui Cai Ko dan tidak ketinggalan terdapat pula Su Tong Hak yang wajahnya agak pucat dan sikapnya tidak segembira ketika Kim Hong melihatnya kemarin.

"Nona Toan." kata Pat-pi Mo-ko kepada Kim Hong yang sedang menduga-duga apa yang harus dilakukannya kali ini. "Engkau tahu sendiri bahwa Bu Kok Siang itu adalah seorang jagoan dari Thian-cin dan dia sudah berani menentangku. Lebih dari itu, dia berani menghinamu yang membantuku, berarti dia telah menghinaku juga. Untuk itu saja dia sudah pantas dibunuh! Akan tetapi, mengingat bahwa engkau yang paling dihinanya dengan makian-makiannya, maka aku serahkan dia kepadamu. Kalau dia bisa mengalahkan engkau, biarlah dia boleh pergi dengan bebas. Sebaliknya tentu saja aku percaya penuh bahwa engkau akan dapat merobohkannya dan biarpun tidak sampai membunuhnya, setidaknya memberi hajaran yang layak kepadanya."

Tentu saja Kim Hong merasa terkejut sekali. Tak disangkanya bahwa ia akan diadu dengan Kok Siang! Dan ia bersama Kok Siang sudah terlanjur memperlihatkan sikap bermusuhan kemarin, maka alasan untuk menolak tidak ada sama sekali. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Menolak tidak mungkin, dan tentu akan menimbulkan kecurigaan dan hal itu membahayakan ia dan juga Kok Siang.

Sementara itu, diam-diam Kok Siang juga terkejut. Pat-pi Mo-ko memberi isyarat kepada Siang-to Ngo-houw yang tinggal empat orang itu dan mereka lalu membuka belenggu pada kaki Kok Siang, kemudian bersama Pat-pi Mo-ko, mereka semua itu cepat meninggalkan ruangan itu yang segera pintunya ditutup dari luar. Mereka semua menonton dari luar, seperti nonton adu ayam atau lebih tepat lagi mengadu dua ekor singa berbahaya sehingga para penonton berdiri di luar kerangkeng.

Memang tadinya Kim Hong bermaksud untuk mengajak Kok Siang memberontak dan bersama-sama menerjang begitu kakinya dibebaskan. Akan tetapi, pemuda itu tidak memberi reaksi dan iapun mengeluh.

Kalau Thian Sin yang menjadi Kok Siang pada saat itu, dengan pandang mata saja ia dapat memberi isyarat dan menerimanya pula. Akan tetapi Kok Siang agaknya tidak mengerti akan isyarat pandang matanya dan pemuda itu tentu akan terlambat kalau harus diteriakinya lebih dulu. Kalau sampai pemuda itu dirobohkan lebih dulu oleh mereka dan tertawan kembali, apa artinya ia memberontak? Saat yang baik belum tiba dan Kim Hong hanya dapat memandang dengan menyesal ketika melihat Pat-pi Mo-ko dan para pembantunya keluar dari ruangan itu dan berdiri di luar pintu, menonton dari balik jeruji pintu dan jendela.

Terpaksa ia lalu membalikkan tubuhnya menghadapi Kok Siang. Karena ia berdiri membelakangi mereka, ia berani mengedipkan mata kepada Kok Siang, tanda bahwa ia mengajak pemuda itu untuk bersandiwara. Kok Siang tidak memperlihatkan tanda bahwa dia mengerti, tetapi dia tertawa mengejek.

"Ha-ha-ha, pendekar wanita yang berobah menjadi penjahat wanita kaki tangan para iblis jahat kini datang untuk membunuh bekas teman sendiri! Bagus, majulah. Aku memang ingin memberi beberapa kali tamparan padamu. Kim Hong!"

"Kok Siang manusia sombong! Siapa takut kepadamu? Lihat, aku akan menghadapimu dengan kedua tangan kosong saja!"

Dengan sikap memandang rendah Kim Hong melepaskan sarung pedangnya dan melempar sarung berikut sepasang pedang hitamnya itu ke atas lantai, di sebelah dalam, jauh dari pintu dan jendela. Setelah membuat gerakan ini, tanpa menanti reaksi dari Kok Siang yang tidak mengerti maksudnya, ia sudah menerjang ke depan dan menyerang Kok Siang dengan pukulan cepat dan dahsyat.

"Hemm...!"

Kok Siang cepat mengelak. Kim Hong menyerang terus bertubi-tubi, sengaja mendesak pemuda itu sehingga Kok Siang terus berloncatan mundur menjauhi pintu. Agaknya pemuda inipun cerdik untuk melihat keinginan Kim Hong mendesaknya agar mereka dapat menjauhi mereka dan pada saat Kim Hong menyerang dengan tubuh membelakangi mereka, gadis itu berbisik lembut sekali sambil mengerahkan sin-kang sehingga gerakan kedua tangannya mendatangkan suara bersuitan menutupi suara bisikannya.

"Aku mengalah, kau robohkan dengan totokan..."






Tentu saja Kok Siang terkejut mendengar ini. Dia mengalahkan Toan Kim Hong? Tentu saja kalau hanya bersandiwara bisa saja dia menang, akan tetapi apa maksudnya? Apa baiknya kalau dia menang dan dapat menotok roboh gadis ini?

"Kita siap memberontak..." Kim Hong menambahkan. "Totok kin-ceng-hiat..."

Kim Hong mendesak lagi dan tidak mengeluarkan kata-kata karena tahu betapa bahayanya hal itu. Orang selihai Mo-ko akan dapat melihatnya atau menduganya, dan para pembantu iblis itupun bukan orang lemah. Akan tetapi ia merasa girang melihat pemuda itu akhirnya mengangguk ketika mengelak, tanda bahwa pemuda itu sudah maklum kini akan siasatnya.

Kim Hong memang sengaja mengeluarkan ilmu silat Hok-mo-kun (Ilmu Silat Penakluk Iblis) untuk mendesak Kok Siang. Pemuda ini kagum bukan main dan diapun berusaha untuk menahan serangan-serangan itu dengan seluruh kepandaiannya. Namun sia-sia belaka karena memang tingkatnya kalah jauh, dia terdesak terus dan dua kali dia terpelanting oleh sapuan kaki dan dorongan tangan kiri Kim Hong.

Terdengar suara memuji girang dari luar pintu ketika pemuda itu dua kali terpelanting. Memang hal ini disengaja oleh Kim Hong sehingga ketika Kok Siang mengambil sepasang senjata Siang-koan-pit yang memang telah dikembalikan kepadanya dan diletakkan di dekat dia duduk tadi, maka hal ini sudahlah sewajarnya.

Kini Kok Siang mainkan senjatanya itu dengan dahsyat. Memang hebat sekali kim-pit dan gin-pit itu, dua batang alat tulis dari emas dan perak. Nampak gulungan sinar emas dan perak saling kejar dan bersilang-silang menyilaukan mata. Dua sinar itu semakin ganas saja dan kini Kim Hong nampak terdesak!

Mereka yang nonton diluar memandang dengan penuh perhatian. Pat-pi Mo-ko mengerutkan alisnya yang tebal dan beberapa kali menggeleng kepala, seolah-olah merasa kecewa bahwa "jagonya" terdesak. Sesungguhnya dia sedang merasa keheranan sekali. Dia pernah menyaksikan gadis itu ketika melawan Sin-siang-to Tang Kin dan dia tahu bahwa tingkat kepandaian gadis itu tidak berada sebelah bawah tingkat Sin-siang-to.

Padahal pemuda sasterawan itu, melihat gerakan-gerakannya, tidak mungkin lebih lihai dari pada Sin-siang-to. Apakah pemuda itu mempunyai kepandaian simpanan yang kedahsyatannya tidak nampak oleh mata? Apakah didalam gerakan sepasang pit itu terkandung suatu kekuatan yang amat hehat?

"Nona Toan, cepat pergunakan pedangmu!"

Bouw Kim Seng berteriak ketika melihat betapa hampir saja pelipis kanan nona itu terkena sambaran pit emas yang mematuk dari atas seperti paruh seekor rajawali. Sungguh berbahaya sekali serangan-serangan kedua pit itu.

Akan tetapi Kim Hong tidak mau mengambil sepasang pedangnya, biarpun ia semakin terdesak dengan hebat.

"Nona, pergunakan pedangmu! Apa engkau sengaja hendak membiarkan dirimu kalah?" Pat-pi Mo-ko Bouw Kim Seng kini berteriak nyaring.

Sekali ini agaknya Kim Hong menurut karena ia mengirim pukulan yang dahsyat, membuat lawannya terpaksa mundur dan kesempatan ini dipergunakan oleh Kim Hong untuk meloncat ke arah sepasang pedangnya.

Akan tetapi karena letak pedangnya itu agak di belakang Kok Siang, terpaksa loncatannya itupun lewat dekat pemuda itu dan pada saat itu, secepat kilat pemuda itu mengirim serangan yang tiba-tiba. Kim Hong masih berusaha untuk menggulingkan tubuhnya yang sedang meloncat, akan tetapi sebuah totokan yang cepat sekali mengenai pundak kirinya dan jalan darah kin-ceng-hiat telah tertotok. Terdengar gadis itu mengeluh dan tubuhnya terguling roboh dan lemas tak mampu bergerak pula!

Mereka yang nonton diluar memandang dengan mata terbelalak. Pat-pi Mo-ko lalu berkata kepada ke empat Siang-to Ngo-houw,

"Tangkap bocah itu!"

Empat orang bekas tokoh-tokoh Hwa-i Kai-pang ini segera memasuki ruangan itu setelah daun pintunya dibuka. Begitu mereka masuk, daun pintu ruangan itu ditutup kembali dari luar. Dengan kedua tangan masih memegang sepasang senjata pit, Kok Siang menghadapi empat orang itu.

Empat orang itu masih merasa sakit hatinya karena seorang saudara mereka tewas. Biarpun tewasnya itu di tangan Mo-ko sendiri, akan tetapi yang menjadi sebabnya adalah Kim Hong. Gadis itu yang merobohkan saudara mereka itu dan Mo-ko terpaksa membunuhnya agar dia tidak sampai membocorkan rahasia.

Kini, menerima perintah untuk menangkap Kok Siang, mereka maju dengan penuh semangat. Begitu menerjang, mereka berempat telah mainkan ilmu andalan mereka, yaitu Ngo-lian to-hoat (Ilmu Golok Lima Teratai).

Tingkat kepandaian empat orang pengeroyok ini rata-rata hanya sedikit di bawah tingkat Bu Kok Sing. Andaikata mereka maju satu demi satu, tentu Kok Siang akan dapat mengalahkan mereka semua. Akan tetapi, karena mereka kini maju bersama, dengan kerja sama yang amat baik, tentu saja mereka itu merupakan lawan yang terlampau berat bagi Kok Siang.

Sebentar saja Kok Siang terdesak hebat dan hanya mampu melindungi dirinya dengan putaran kedua senjatanya yang terlampau kecil dan pendek, juga terlampau ringan untuk menghadapi pengeroyokan delapan buah golok itu. Agaknya, keempat Siang-to Ngo-houw itu bernafsu sekali untuk merobohkan Kok Siang, kalau perlu dengan melukai berat atau membunuh sekalipun.

Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dan tubuh Kim Hong yang tadinya menggeletak di atas tanah itu mencelat ke atas dan sekali bergerak, ia sudah menyambar sepasang pedangnya dan nampaklah sinar hitam berkelebatan dan dua orang diantara Siang-to Ngo-houw roboh mandi darah dan tewas seketika karena dada mereka tertembus pedang!

Kok Siang yang sudah tahu atau sudah dapat menduga akan hal ini, menjadi bersemangat dan sepasang pitnya juga bergerak cepat merobohkah seorang pengeroyok. Tinggal seorang lagi yang tidak dapat menahan serangan berikutnya dari Kim Hong. Robohlah dia dan empat orang itu kini menggeletak dan tewas!

Tentu saja semua orang yang berada di luar ruangan itu terkejut, kecuali Pat-pi Mo-ko yang agaknya memang sudah setengah menduga akan hal ini. Karena itulah maka tadi dia hanya menyuruh empat orang Siang-to Ngo-houw untuk menangkap Kok Siang, membiarkan mereka lalu menutupkan kembali pintu ruangan.

Dia telah mengorbankan empat orang pembantunya itu untuk membuka rahasia Kim Hong. Dan hal ini bukan tanpa sebab. Mo-ko maklum bahwa setelah dia membunuh seorang diantara Siang-to Ngo-houw, membunuh secara terpaksa untuk menutup mulutnya, tentu empat orang yang lain diam-diam merasa menyesal dan tidak suka kepadanya. Maka, dia mengorbankan empat orang itu dan sekaligus diapun berhasil membuka rahasia Kim Hong yang tadi berpura-pura roboh oleh Kok Siang!

Kekalahan Kim Hong oleh Kok Siang tidak dapat diterima begitu saja oleh kakek iblis yang amat cerdik ini, maka dia tidak mau bersikap lengah. Dan melihat betapa Kok Siang memperoleh kemenangan itu, biarpun ada kemungkinan kecil bahwa memang Kim Hong yang lengah sehingga roboh tertotok, Mo-ko lalu menyuruh empat orang pembantunya itu untuk mengeroyoknya.

Kalau Kim Hong tidak berpura-pura, berarti memang Kok Siang merupakan lawan yang tangguh dan perlu dilenyapkan seketika. Sedangkan kalau Kim Hong berpura-pura, tentu gadis sakti itu akan turun tangan dan tidak membiarkan Kok Siang celaka dan kalau hal ini terjadi, paling-paling dia hanya akan kehilangan empat orang pembantunya yang sudah tidak dipercayanya lagi itu karena dugaan bahwa mereka mendendam kepadanya karena kematian seorang saudara mereka.

Dengan demikian, dapat diketahui betapa licik dan matangnya siasat Mo-ko yang telah memperhitungkan dengan cermat segala tindakannya.

Memang benar kecurigaannya itu terhadap Kim Hong. Gadis ini memang bersandiwara, dibantu oleh Kok Siang yang dapat menangkap keinginan gadis yang luar biasa ini. Ketika melihat kesempatan terbuka, Kok Siang menotok jalan darah di pundak gadis itu seperti yang dimintanya tadi. Dia tahu bahwa totokannya itu cukup hebat dan akan membuat lawan pingsan dan lemas tak mampu bergerak sampai sedikitnya setengah jam.

Akan tetapi diapun dapat menduga bahwa kalau Kim Hong menyuruh dia menotok jalan darah itu, tentu gadis yang lihai itu sudah mempunyai akal untuk menahan totokan ini.

Akan tetapi, sungguh sama sekali di luar perhitungan Kim Hong bahwa Mo-ko tidak maju sendiri memasuki ruangan, bahkan menyuruh empat orang Siang-to Ngo-houw yang masuk dan pintu ruangan itu ditutup kembali. Tak disangkanya bahwa Mo-ko secerdik itu. Tadinya, Kim Hong ingin melanjutkan sandiwaranya dan pura-pura pingsan, menanti sampai terbuka kesempatan untuk dapat meloloskan diri dari situ bersama-sama Kok Siang.

Akan tetapi, teryata Kok Siang tidak dapat menandingi keempat orang pengeroyoknya dan melihat bahaya mengancam diri Kok Siang, tentu saja Kim Hong tidak dapat tinggal diam saja membiarkan pemuda itu tewas dalam pengeroyokan. Maka secara terpaksa iapun menghentikan permainan sandiwaranya dan meloncat menyambar Hok-mo Siang-kiam, dan merobohkan tiga diantara empat pengeroyok itu, sedangkan yang seorang lagi dirobohkan oleh Kok Siang.

"Bu-twako, mari serbu keluar!"

Kim Hong berteriak setelah mereka berhasil merobohkan empat orang lawan itu. Akan tetapi terlambat sudah. Dari luar, Mo-ko sudah menggerakkan alat rahasia dan itu pula menunjukkan betapa cerdiknya penjahat besar ini. Dia memang sudah sejak pertama kalinya mengatur sehingga peristiwa diadunya Kok Siang dengan Kim Hong itu terjadi dalam sebuah ruangan yang mengandung alat rahasia jebakan berbahaya!

Ketika Kim Hong dan Kok Siang hendak menyerbu ke pintu yang sudah tertutup itu, tiba-tiba saja terdengar angin menyambar dari empat penjuru dan ada anak panah yang banyak sekali jumlahnya menyambar-nyambar ke arah mereka.

Tentu saja Kim Hong dan Kok Siang cepat menggunakan senjata mereka untuk melindungi tubuh. Akan tetapi, mendadak lantai yang mereka injak itu bergeser dengan cepatnya, terpisah menjadi dua dan dengan cepat tertarik ke kanan kiri memasuki dinding ruangan.

Tentu saja tubuh kedua orang itu terjatuh ke bawah! Kiranya, penyerangan anak panah yang banyak tadipun hanya merupakan siasat untuk mengalihkan perhatian mereka yang terjebak sehingga ketika lantai bergeser, mereka kurang perhatian dan baru sadar setelah terlambat. Betapapun pandainya Kim Hong, sekali ini iapun tidak berdaya dan bersama dengan Kok Siang, tubuhnya terjatuh ke bawah.

"Byuurrr...! Byuuurrrr...!" Dan mereka berdua terjatuh ke dalam air yang dingin dan dalam!

"Mo-ko...! Peta asli itu berada pada kami...!"

Itulah suara Kok Siang yang kemudian ditelan oleh suara air karena pemuda ini tidak pandai renang. Kim Hong dapat renang walaupun tidak begitu pandai, maka ketika dalam kegelapan itu ia berusaha menolong Kok Siang, pemuda ini dalam kepanikannya memeluknya sehingga keduanya tak dapat dihindarkan lagi tenggelam ke dalam air yang dalam itu!

**** 26 ****
Harta Karun Jenghis Khan







Tidak ada komentar: