*

*

Ads

Kamis, 28 Desember 2017

Harta Karun Jenghis Khan Jilid 18

Thian Sin yang berada sendirian di dalam kamar hotelnya, tersenyum simpul mendengar jejak kaki halus di atas genteng kamarnya. Kim Hong telah pergi menyelidik tentang pemuda sastrawan yang mencurigakan itu dan dia telah pergi menyelidiki ke rumah gedung tempat tinggal Bouw wan-gwe (Hartawan Bouw) dimana tinggal Bouw In Bwee yang cantik jelita.

Akan tetapi dia gagal untuk dapat bertemu dengan gadis itu karena agaknya gadis itu tinggal di dalam kamarnya bersama beberapa orang pelayan dan dia tidak berani memaksa masuk ke dalam kamar. Dia hanya menyelidiki keadaan gadis dan keluarganya dengan mencari keterangan di luar dan dia mendengar bahwa Bouw Siocia terkenal sebagai seorang gadis kaya raya yang berhati mulia, suka menolong orang dan selain itu juga gadis ini terkenal memiliki kepandaian silat tinggi sehingga semua orang mengagumi dan menghormatinya. Agaknya tidak ada yang mencurigakan pada diri gadis ini.

Maka, dia lalu kembali ke kamar hotel, dengan keputusan untuk mengunjungi gadis itu secara berterang pada keesokan harinya, kalau bisa bersama dengan Kim Hong, sebagai sahabat-sahabat baru.

Dan pada malam hari ini, menjelang tengah malam, dia mendengar jejak kaki di atas genteng kamarnya itu. Bukan Kim Hong, pikirnya. Kalau Kim Hong yang datang, bahkan dia sendiripun tidak akan dapat mendengar jejak kakinya, kecuali kalau dia sedang dalam samadhi dan mencurahkan seluruh perhatiannya. Dalam keadaan seperti itu, jarum jatuhpun akan terdengar olehnya.

Akan tetapi dalam keadaan biasa, sukarlah dicari orangnya yang akan mampu mendengar tapak kaki Kim Hong yang memiliki gin-kang hampir sempuma itu. Bukan, ini tentu orang lain. Tidak sehebat Kim Hong gin-kangnya, akan tetapi sudah lumayan, bukan penjahat biasa. Siapa lagi kalau bukan utusan para penjahat itu? Dengan pendengarannya yang tajam, Thian Sin mengikuti gerak gerik orang yang datang itu tanpa bergerak dari atas pembaringannya dimana dia duduk bersila.

Karena ia kini memusatkan perhatiannya, maka dengan jelas dia dapat mengikuti gerakan orang itu. Orang itu beberapa lamanya mendekam di atas genteng, membuka genteng mengintai ke dalam, kemudian lari di atas genteng, melompat turun dan menghampiri jendela kamarnya. Thian Sin tersenyum geli. Seorang penjahat yang masih hijau, pikirnya.

Akan tetapi, senyumnya segera lenyap dari mukanya ketika tiba-tiba dia mendengar suara berbisik dari luar jendela itu.

"Taihiap... jangan kaget, aku yang datang..."

Suara Bouw In Bwee! Tentu saja hal ini sama sekali tidak pernah disangkanya dan jantung pemuda itu berdebar tegang. Mau apa gadis itu malam-malan datang mengunjunginya dan dalam keadaan yang demikian mencurigakan? Apakah ini merupakan perangkap dan tipu muslihat pula dari pihak lawan? Dia harus berhati-hati.

Pihak lawan agaknya tidak akan pernah berhenti dalam usaha mereka untuk mendapatkan kunci emas itu. Dan siapa tahu, gadis cantik inipun merupakan seorang diantara mereka, walaupun menurut penyelidikannya siang tadi, agaknya tidak mungkinlah kalau seorang gadis seperti In Bwee menjadi kaki tangan penjahat! Akan tetapi siapa tahu?

Sebelum dia menjawab, daun pintu didorong jebol dari luar dan gadis itu dengan pakaian serba hitam yang ringkas dan ketat, yang membuat tubuhnya nampak demikian menggairahkan dengan lekuk lengkung sempurna, meloncat masuk dengan ringannya lalu cepat-cepat menutupkan kembali daun pintu itu.

"Ah, nona Bouw In Bwee...! Kenapa masuk seperti itu dan menutupkan daun jendela?" tegur Thian Sin sambil tersenyum dan melompat turun.

In Bwee membalikkan tubuhnya dan sejenak mereka bertukar pandang. Di bawah sinar lilin tunggal itu, wajah yang halus manis itu nampak kemerahan.

"Habis, apakah aku harus berkunjung dengan terang-terangan dan biar kelihatan oleh orang lain? Betapa janggalnya seorang gadis berkunjung di tengah malam melalui pintu depan begitu saja!"

"Lalu... tentu ada hal penting sekali maka gadis itu datang berkunjung di tengah malam melalui atas genteng dan membongkar jendela!" kata pula Thian Sin, masih tersenyum.

Wajah gadis itu menjadi semakin merah seperti terbakar api lilin dan mukanya menunduk, akan tetapi segera diangkatnya kembali dan dengan mata berseri ia memandang pemuda itu.

"Apakah engkau menyesal atas kedatanganku, taihiap? Kalau begitu, biarlah aku pergi saja..."






Dan ia membuat gerakan hendak membuka daun jendela. Akan tetapi Thian Sin bukan anak kecil. Sudah beberapa kali dia bergaul dengan wanita dan dia sudah mengenal benar kemanjaan dan kepura-puraan dalam sikap wanita seperti yang diperlihatkan gadis itu. Diapun memegang tangan gadis itu.

"Tunggu dulu, nona. Siapa bilang aku menyesal? Aku merasa girang sekali, seolah-olah kejatuhan bulan dan aku merasa terhormat sekali!"

In Bwee membalik lagi. Tangan kirinya yang kecil lembut itu dipegang oleh Thian Sin. Tangan itu menggelepar hangat, terasa oleh Thian Sin seperti seekor burung pipit dalam genggamannya. Lalu In Bwee menarik perlahan tangannya, dan sambil tersenyum simpul ia bertanya,

"Beginikah menerima tamu? Tidak disuruh duduk? Betapa sopannya..."

Thian Sin tertawa.
"Aih, maaf. Silahkan duduk, nona."

In Bwee duduk di atas kursi sedangkan Thian Sin duduk pula di atas pembaringan. Sejenak mereka berpandangan kembali dan gadis itu tersenyum manis.

"Kau bilang tadi girang seperti kejatuhan bulan? Kalau benar kejatuhan bulan, mungkinkah masih dapat bergirang hati? Aku pernah membaca dalam kitab kuno bahwa bulan hanya indah dan kecil nampak dari sini. Padahal merupakan sebuah dunia yang besar!"

Thian Sin tersenyum.
"Bukan itu maksudku. Akan tetapi bulan demikian indahnya dan wajahmu juga indah dan manis seperti bulan..."

"Ihh...! Engkau perayu benar, Ceng Taihiap!" In Bwee melempar senyum dan kerling tajam memikat.

Thian Sin menduga-duga apa gerangan yang tersembunyi di balik senyum dan kerling itu. Kalau benar gadis ini merupakan kaki tangan penjahat, tentu mudah diterka. Senyum dan kerling itu adalah daya pikat, untuk memikatnya. Pihak lawan yang agaknya kewalahan untuk menundukkannya melalui kekerasan, tentu mungkin saja mempergunakan kecantikan seorang gadis seperti In Bwee ini untuk menjatuhkannya.

Akan tetapi, mungkinkah In Bwee menjadi kaki tangan penjahat? Ia adalah puteri seorang hartawan besar, pandai silat dan hidupnya terhormat, juga terkenal sebagai seorang gadis gagah perkasa yang budiman. Mana mungkin menjadi kaki tangan penjahat?

"Nona, katakanlah terus terang saja, apa maksud kedatangan nona mengunjungiku di tengah malam seperti ini? Sungguh mati, aku merasa heran sekali dan ingin tahu."

Gadis itu tersenyum lagi, lebih manis dan ia memandang langsung dengan sinar mata tajam, seolah-olah hendak menembus dan menjenguk isi hati pemuda itu.

"Ceng Taihiap, coba katakan, apakah sepatutnya yang menyebabkan seorang gadis seperti aku ini malam-malam datang mengunjungi seorang pendekar sepertimu?"

Sungguh merupakan jawaban yang sekaligus merupakan pertanyaan yang jelas menantang! Diam-diant Thian Sin merasa semakin tegang dan terheran. Apakah gadis ini merupakan seorang petualang asmara? Ini lebih besar kemungkinannya, mengingat ia seorang gadis kaya dan lihai. Apalagi kalau bukan seorang petualang cinta? Akan tetapi, pikirannya masih terikat akan urusan peta dan kunci emasnya, maka iapun mencoba dan memancing.

"Hemm, kalau gadis itu selihai engkau, nona Bouw, maka besar kemungkinan kunjunganmu ini untak membalas dendam kepadaku."

In Bwee menggeleng kepala keras-keras.
"Tidak ada urusan apa-apa antara engkau dan aku yang boleh membuat aku sakit hati. Pula, kalau aku hendak membalas dendam, apakah caranya mengunjungi seperti ini, dalam keadaan akrab? Tentu sudah tadi-tadi kucoba untuk menyerangmu, baik dari atas genteng, dari luar jendela, atau sekarang. Bukan mengajakmu bercakap-cakap secara santai begini."

"Kemungkinan kedua adalah bahwa kunjunganmu ini mengandung suatu maksud tertentu..."

"Tentu saja, yang kutanyakan adalah apakah kira-kira maksud itu?"

"Mungkin untuk menyelidiki aku."

Thian Sin memandang wajah itu dengan tajam ketika mengucapkan kata-kata pancingan ini.

"Menyelidikimu?" Biarpun sinar lilin itu tidak cukup terang, namun Thian Sin yang memandang penuh perhatian itu dapat melihat perobahan pada wajah cantik itu. "Menyelidiki apanya?"

"Hemm... misalnya... menyelidiki tentang kunci emas..."

Kini aadis itu benar-benar terkejut.
"Kunci... kunci emas...? Apa... apa maksudmu, taihiap?"

Thian Sin tertawa.
"Maksudku adalah seperti yang kau maksudkan."

"Ah, harap jangan mengada-ada, taihiap. Aku datang sebetulnya..."

Melihat keraguan gadis itu Thian Sin mendesak.
"Sebetulnya begaimana?"

"Karena aku... kagum sekali kepadamu. Semenjak kita bertemu di restoran itu, aku merasa amat kagum dan..."

"Ya? Bagaimana?"

"Aku... aku ingin mempererat persahabatanku denganmu."

"Begitukah? Sungguh beruntung sekali aku! Tentu saja kuterima dengan tangan dan hati terbuka!"

Gadis itu mengangkat muka. Wajah yang tersorot cahaya lilin kemerahan itu sungguh cantik manis.

"Dengan hati terbuka? Kulihat hatimu sudah tertutup, penuh oleh enci Kim Hong..."

Thian Sin tersenyum. Kiranya benar, gadis cantik manis yang kaya raya ini adalah seorang petualang asmara! Mungkin juga hendak memikatnya. Kita sama lihat saja, pikirnya. Siapa yang terpikat nanti!

"Ha-ha, In Bwee yang manis, dalam hatiku masih terbuka ruang yang lebar untuk seorang gadis seperti engkau!"

Dan diapun meraih dan menangkap pergelangan tangan gadis itu, lalu ditariknya ke arah dirinya.

"Ih, mau apa kau!"

Gadis itu berseru dan kedua tangannya sudah mengirim pukulan bertubi-tubi ke arah muka, leher dan dada Thian Sin. Serangan yang sungguh-sungguh, bukan main-main dan dilakukan pada jarak amat dekat. Namun, tentu saja serangan itu tidak terlalu berbahaya bagi Thian Sin.

"Plak-plak-plak-plak!"

Empat kali pukulan gadis itu dapat ditangkis dengan mudahnya oleh Thian Sin dan tangkisan terakhir disertai tangkap pada kedua pergelangan tangan itu sehingga In Bwee hanya dapat meronta-ronta tanpa dapat memukul lagi.

"Lepaskan aku! Lepaskan aku!" serunya dengan suara lirih karena iapun tidak ingin membangunkan para tamu di kamar-kamar lain.

Akan tetapi Thian Sin belum mau melepaskan pegangan kedua tangannya.
"Sungguh hebat. Tengah malam engkau datang memasuki kamarku, kemudian merayu lalu sekarang hendak membunuhku. Nona Bouw In Bwee, sebenarnya apa sih yang kau kehendaki dariku?"

"Lepaskan aku...! Kau... laki-laki kurang ajar!"

In Bwee masih meronta-ronta, namun pegangan kedua tangan pemuda itu sungguh kuat bukan main.

Harta Karun Jenghis Khan







Tidak ada komentar: