*

*

Ads

Minggu, 30 Juli 2017

Pendekar Sadis Jilid 153

Seorang diantara mereka, yang berjenggot panjang dan mempunyai muka yang menyeramkan, mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya dan melemparkannya ke arah Thian Sin sambil berkata.

"Lihat ini!"

Thian Sin menyambut benda itu yang ternyata adalah potongan celana dari bawah sampai ke lutut. Celana Kim Hong! Dia mengenal kain celana itu! Jelaslah bahwa Kim Hong telah terjatuh ke tangan mereka, ke tangan See-thian-ong. Dia merasa heran sekali bagaimana Kim Hong yang dia tahu amat lihai itu sampai dapat tertawan musuh.

"Hemm, di manakah ia?"

Orang pertama tertawa, suara ketawanya seperti suara burung hantu, lalu berkata,
"Pendekar Sadis, kami tidak begitu bodoh. Kau ikutlah saja kalau menghendaki ia selamat!"

Thian Sin berpikir sejenak. Diapun tahu bahwa See-thian-ong menangkap Kim Hong hanya untuk memaksanya menyerah. Bukan Kim Hong yang dikehendaki See-thian-ong yang pasti tidak mengenal bahwa Kim Hong adalah Lam-sin, melainkan dialah yang dikehendaki orang tua itu. Kepada dialah See-thian-ong menaruh dendam. Dan kini baru dimengerti bahwa So Cian Ling telah menipunya.

Wanita itu, yang tadi menciumnya demikian mesra, yang tadi menangis dengan air mata panas, hanya dipergunakan oleh See-thian-ong untuk memancingnya keluar, untuk membuatnya meninggalkan Kim Hong sehingga kakek datuk kaum sesat itu dapat menangkap Kim Hong untuk memaksanya menyerahkan diri.

Akan tetapi bagaimana Kim Hong sampai dapat ditawan? Hal ini tentu baru akan dapat diketahuinya kalau dia bertemu dengan Kim Hong. Dan melihat celana yang dirobek itu, diam-diam dia bergidik. Dia tahu orang macam apa mereka ini, dan kalau dia membunuh mereka ini dan tidak muncul sampai besok pagi, tentu bukan hanya sebagian celana Kim Hong yang akan dirobek oleh mereka.

"Baiklah, aku ikut dengan kalian!" katanya sambil bangkit berdiri.

"Ha-ha-ha, kami sudah tahu bahwa engkau tentu akan berpikir dengan tepat, Pendekar Sadis," kata orang pertama.

"lihat, golok kami ini tidak perlu lagi, karena disana ada golok yang lebih tajam tertempel di leher yang kulitnya mulus itu."

"Kami harus melucutimu dulu," kata Si Jenggot Panjang sambil menghampiri Thian Sin dan mengeluarkan pedang Gin-hwa-kiam dari pinggang pemuda itu, juga mengambil kipasnya dan suling bambunya.

Tiga benda itu dibawanya sendiri, pedang dia gantungkan di punggung, suling dan kipas dia selipkan di pinggang.

"Mari kita berangkat!" kata orang pertama dan keluarlah mereka dari dalam kamar itu.

Thian Sin berjalan di tengah-tengah mereka, seperti seorang diantara sahabat-sahabat saja. Ketika tiba di depan rumah penginapan itu, Thian Sin melihat pengurus dan para pelayan berdiri dengan sikap takut-takut, akan tetapi melihat Thian Sin pergi tanpa melawan dengan tiga orang itu, mereka nampak lega.






Mengertilah Thian Sin bahwa semua orang di dalam rumah penginapan ini adalah juga kaki tangan See-thian-ong, atau setidaknya orang-orang yang tunduk dan taat kepada datuk kaum sesat itu.

Dia memperhatikan kemana dia akan dibawa oleh tiga orang tinggi besar yang sikapnya kasar ini. Setelah mereka tiba di tempat gelap, dia didorong-dorong oleh mereka.

"Setelah keluar dari pintu gerbang kota, engkau harus memakai penutup mata, Pendekar Sadis. Ha-ha-ha!" kata orang pertama sambil mendorong pundak Thian Sin agak keras ketika pemuda itu agak lambat jalannya.

Hemm, mereka akan membawaku ke luar kota, pikirnya. Jadi Kim Hong ditahan di luar kota. Akan tetapi di mana? Dia harus tahu dimana Kim Hong ditahan dan harus dapat membebaskannya sebelum matahari terbit pada esok pagi, kalau tidak, dia tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi pada diri gadis itu. Terlalu ngeri untuk dibayangkan. See-thian-ong tidak percuma berjuluk datuk kaum sesat. Tentu segala daya akan dilakukan untuk menyakitkan hatinya.

Tiba-tiba Thian Sin merasa tengkuknya menjadi dingin. Menyakitkan hatinya! Itulah yang akan dilakukan See-thian-ong sebelum membunuhnya. Dan melihat dia kini menyerahkan diri demi Kim Hong, tentu iblis tua itu akan dapat menduga bahwa dia mencinta Kim Hong, dan kalau demikian halnya, maka tidak mungkin kalau Kim Hong akan dibebaskan setelah dia menyerahkan diri. Bahkan sebaliknya gadis itu akan merupakan alat yang baik sekali untuk menyiksa batinnya! Tentu See-thian-ong akan menyiksa gadis itu di depan matanya, sebelum membunuhnya!

Mereka sudah tiba di luar pintu gerbang kota sekarang dan berjalan di jalan sunyi. Bulan sudah muncul dan malam itu amat cerah. Ketika mereka tiba di jalan yang sunyi, diapit-apit sawah ladang, Si Jenggot Panjang berkata.

"Sudah waktunya untuk menutupi kedua matanya."

Mereka bertiga mendekati Thian Sin dan orang pertama mengeluarkan sehelai kain hitam dari saku bajunya.

"Pendekar Sadis, kami harus menutupi kedua matamu agar kau... hukkk!"

Orang itu tidak dapat melanjutkan kata-katanya karena tiba-tiba saja tangan Thian Sin bergerak menonjok ulu hatinya, membuat napasnya terhenti dan diapun terjengkang memegangi perut.

Dua orang kawannya terkejut sekali dan mereka berdua cepat mencabut golok. Akan tetapi Thian Sin tidak memberi kesempatan lagi kepada mereka. Tubuhnya bergerak lebih cepat daripada tangan mereka yang mencabut golok dan gerakan kedua orang itu terhenti setengah jalan ketika tubuh mereka terpelanting oleh tamparan-tamparan Thian Sin.

Mereka hanya pingsan dan tidak mati, karena memang Thian Sin belum hendak membunuh mereka. Belum lagi, mereka itu masih amat penting baginya, untuk menunjukkan dimana Kim Hong ditahan. Thian Sin sengaja menanti sampai mereka berada di luar kota, di tempat sunyi, baru dia bergerak karena kalau dia bergerak di dalam kota, tentu akan datang banyak kaki tangan See-thian-ong yang akan dapat menggagalkan usahanya menolong gadis itu.

Ketika tiga orang itu siuman mereka mendapatkan diri mereka sudah tertotok, membuat kaki tangan mereka lumpuh sama sekali dan mereka berada di dalam sebuah gubuk tempat petani menjaga sawah.

Thian Sin lalu menyeret seorang diantara mereka, yaitu orang ke tiga yang pipinya sebelah kiri ada tanda bekas lukanya. Dua orang kawannya hanya memandang dengan mata terbelalak penuh rasa takut ketika kawan mereka itu diseret keluar dari dalam gubuk oleh Pendekar Sadis.

"Jangan takut," bisik Si Jenggot Panjang kepada orang pertama, "dia tidak mampu mengganggu kita, selama gadis itu berada di tangan ketua kita."

Orang yang codet pipinya ketakutan setengah mati ketika dia diseret oleh Pendekar Sadis menjauhi gubuk dan berhenti di bawah sebatang pohon besar di tepi jalan.

"Nah, sekarang katakan dimana gadis itu ditahan!" kata Thian Sin, suaranya tetap halus dan tenang, bahkan terdengar ramah dan tanpa mengandung ancaman.

Si Codet menelan ludahnya, akan tetapi dia teringat akan teman Pendekar Sadis yang sudah berada di tangan See-thian-ong, maka dia merasa yakin bahwa pendekar ini hanya akan menggertaknya saja. Maka dia memaksa sebuah senyum yang merupakan senyum masam yang membuat wajahnya yang codet itu menjadi nampak semakin buruk dan menyeramkan.

"Hemm, kau kira aku takut dengan ancamanmu? Gadismu itu telah di dalam cengkeraman maut, dan kalau sampai besok kami tidak datang bersamamu, tentu ia akan disiksa sampai mampus, dan sebelum itu dipermainkan dulu. Heh-heh, lebih baik engkau bebaskan kami dan mari sama-sama menghadap ketua kami agar gadismu selamat, Pendekar Sadis."

"Begitukah? Kita lihat saja nanti!"

Thian Sin berkata dan dengan cekatan lalu melepaskan sabuk orang itu, mengikat kedua kakinya dan diangkatnya orang itu lalu dilemparkan ke atas melewati sebuah cabang pohon.

Ketika tubuh itu meluncur turun, dia memegang ujung sabuk dan orang itupun tergantung dengan kepala di bawah dan terpisah dari tanah kurang lebih satu setengah meter. Thian Sin mengikatkan ujung sabuk itu ke batang pohon, kemudian dengan tenangnya lalu membuat api unggun di bawah orang yang tergantung dengan jungkir balik itu.

"Apa... apa yang hendak kau lakukan...?" Si Codet itu berkata dengan muka pucat dan mata terbelalak.

Thian Sin tidak menjawab, terus menyalakan api unggun dan asap mulai mengepul ke atas, membuat Si Codet itu terbatuk-batuk dan sesak napas. Dia mengulang-ulangi pertanyaannya, menjadi semakin takut ketika mulai merasakan hawa panas dari api unggun yang mulai bernyala di bawah kepalanya. Dengan panik dia mengerti bahwa Pendekar Sadis itu hendak membakarnya hidup-hidup!

Dia mulai berteriak-teriak, memaki, mengancam, memohon, akan tetapi Thian Sin sama sekali tidak menghiraukannya, bahkan melihat sedikitpun tidak, melainkan menambah kayu bakar untuk membuat api unggun itu bernyala makin besar. Dan tersiksalah Si Codet itu, napasnya terengah-engah, akan tetapi dalam keadaan tertotok dia tidak mampu meronta, hanya berteriak-teriak.

"Ahhhhh... akhhh... aku... ah, lepaskan aku... Pendekar Sadis..."

Thian Sin sama sekali tidak peduli, seakan-akan tidak mendengarnya. Akan tetapi sebenarnya dia terus memasang pendengarannya dan memperhatikan semua teriakan yang keluar dari mulut orang tersiksa itu.

Tubuh Si Codet penuh dengan keringat, mukanya menjadi merah seperti udang direbus dan lidah api hampir menjilat kepalanya. Malah sudah ada bau rambut termakan api, bukan langsung dijilat lidah api melainkan rambut itu mengering dan menghangus oleh panas dari bawah.

"Aduuhhh... panas... aughhh... dengar Pendekar Sadis... gadismu itu... berada di... pesanggrahan... auhhhhh, lekas turunkan... aku akan mengaku..."

Api unggun itu mengecil karena beberapa pohon kayu bakar ditarik oleh Thian Sin. Bahan bakarnya dikurangi dan tentu saja apinya mengecil, akan tetapi masih bernyala. Dia kini mendekati orang yang masih tergantung itu.

"Jelaskan, dimana ia ditahan?"

Si Codet itu membelalakkan matanya. Dia membayangkan betapa dia akan dihukum dan tentu dibunuh oleh See-thian-ong kalau dia berani mengkhianatinya, kalau dia berani mengaku dimana adanya gadis itu. Melihat keraguan ini Thian Sin berkata sambil mengambil lagi kayu bakar yang tadi disingkirkan.

"Aku tidak mau tawar-menawar lagi kalau engkau tidak mau mengaku, api akan kubesarkan dan tidak ada apapun yang akan dapat mengubah keadaanmu!"

"Nanti... nanti dulu... ia... ia ditahan di dekat Telaga Ching-hai, di pondok merah milik ketua kami..." Orang itu merintih dan menangis, tahu bahwa dia telah menentukan hukumannya sendiri.

Dia tahu bahwa dia tidak mungkin dapat selamat karena andaikata Pendekar Sadis tidak membunuhnya, tentu See-thian-ong tidak akan mau mengampuninya. Maka dia merintih dan menangis karena menyesal dan ketakutan.

Akan tetapi, karena api unggun tidak begitu besar lagi dan biarpun masih mendatangkan panas dan asap namun tidak begitu menyiksanya lagi, diapun akhirnya menghentikan tangisnya, apalagi ketika melihat Pendekar Sadis meninggalkannya, memasuki pondok gubuk itu dan menyeret keluar seorang temannya, yaitu Si Jenggot Panjang.

Si Jenggol Panjang melihat keadaan temannya, Si Codet, mengerti bahwa Pendekar Sadis hendak menyiksa mereka untuk minta keterangan dimana adanya gadis itu. Maka diapun mendahului dengan suara ketawa.

"Ha-ha, Pendekar Sadis! Percuma kalau engkau hendak menyiksa kami. Kami tidak akan bicara, dan biar engkau membunuh kami sekalipun, engkau tidak akan dapat menyelamatkan gadismu kecuali kalau engkau ikut dengan kami menghadap See-thian-ong!"

Akan tetapi Thian Sin tidak menjawab, melainkan cepat menggunakan golok besar milik seorang diantara mereka untuk menggali lubang dalam tanah. Tidak terlalu dalam, hanya kurang lebih setengah meter pula. Dengan tenaga sin-kangnya, cepat dia menyelesaikan pekerjaan itu, lalu ditendangnya tubuh Si Jenggot Panjang memasuki lubang dalam keadaan telentang.

Si Jenggot Panjang terbelalak, tidak tahu apa maksud pendekar itu. Akan tetapi ketika Thian Sin mulai mendorong tanah galian ke dalam lubang menimbuninya dari kaki ke atas dan berhenti sampai di dada, tahulah dia bahwa pendekar itu hendak menguburnya hidup-hidup! Dia memandang dengan mata terbelalak.

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: