*

*

Ads

Minggu, 30 Juli 2017

Pendekar Sadis Jilid 154

"Apa... apa yang hendak kau lakukan...?" tanyanya, suaranya gemetar.

Thian Sin menghentikan pekerjaannya menimbuni Si Jenggot dengan tanah. Memang disengaja menimbuninya sampai ke dada saja membiarkan bagian muka itu terbuka.

"Katakan dimana adanya gadis itu!" katanya, suaranya halus dan tenang saja, namun mengandung sikap dingin yang mengerikan.

Orang pertama, Si Codet yang masih tergantung, merasa ngeri bukan main. Dia dapat melihat semua yang terjadi itu dengan jelas, walaupun matanya sudah menjadi merah karena sejak tadi tergantung dan kemasukan asap. Akan tetapi Si Jenggot Panjang itu malah tertawa, suara ketawanya memang agaknya tidak takut mati.

"Ha-ha-ha-ha, engkau hendak mengancam dan memaksaku? Pendekar Sadis, biar kau bunuh sekali kami bertiga tidak akan mengaku, dan tahukah engkau apa yang akan terjadi kalau engkau tidak ikut bersama kami menghadap See-thian-ong! Ha-ha, aku sudah tahu. Gadismu yang cantik jelita itu akan diperkosa beramai-ramai, diantri oleh lebih dari dua puluh orang diantara kami. Untuk menentukan siapa yang akan kebagian daging lunak itu, kemarin ketua kami sudah mengundi! Sayang, aku sendiri tidak kebagian, akan tetapi aku ingin sekali melihatnya. Ha-ha-ha!"

Thian Sin mengerutkan alisnya dan menurut panasnya hati, ingin dia sekali pukul menghancurkan kepala Si Jenggot ini. Akan tetapi dia menahan diri, lalu mulai mendorongkan tanah sedikit demi sedikit menimbuni dada dan muka Si Jenggot.

Si Jenggot masih berteriak-teriak, mengancam, memaki lalu menangis, akan tetapi Thian Sin tidak peduli, walaupun dia menangkap satu demi satu semua yang keluar dari mulut Si Jenggot ini, kalau-kalau Si Jenggot menyerah dan mau mengaku. Biarpun orang pertama sudah mengaku, namun Thian Sin masih belum puas, dan masih belum yakin benar hatinya.

Orang-orang macam ini, orang-orang golongan hitam yang pikirannya selalu penuh dengan kejahatan, sama sekali tidak boleh dipercaya begitu saja. Akan tetapi, Si Jenggot Panjang ini memang benar-benar tidak mau mengaku. Suaranya makin kurang ketika mukanya mulai tertimbun tanah sehingga tiap kali membuka mulut, mulutnya kemasukan tanah. Akhirnya, seluruh mukanya sama sekali tertutup dan Si Codet memejamkan matanya agar jangan melihat lagi keadaan temannya yang keras kepala dan memilih mati dikubur hidup-hidup daripada harus mengaku itu.

Dia tidak menyesal telah mengaku tadi karena kalau dia tidak mau mengaku, tentu sekarang telah menjadi babi panggang setengah matang, dibakar hidup-hidup oleh pendekar yang ternyata amat kejam dan sadis itu.

Si Codet itu berpikir apakah pernah dia melihat orang yang lebih sadis daripada tindakan Pendekar Sadis ini. Dia sendiripun sudah biasa bertindak kejam, juga teman-temannya, akan tetapi kekejaman mereka itu berbeda dengan kekejaman Pendekar Sadis, yang melakukan semua itu dengan sikap yang demikian halus dan tenang dan dingin, seperti sikap iblis di neraka yang melakukan tugasnya menyiksa orang berdosa saja!

Setelah menimbunkan semua tanah yang digalinya tadi di atas tubuh Si Jenggot yang rebah terlentang di dalam tanah sehingga tanah itu bergunduk merupakan sebuah kuburan baru, Thian Sin lalu meninggalkannya ke dalam gubuk.






"A-ciang...!"

Si Codet berseru memanggil ke arah gundukan tanah sambil memandang dengan mata melotot.

"A-ciang...! Apakah engkau bisa mendengarku?" Si Codet bertanya dengan hati ngeri.

Ingin dia memberi tahu dan membujuk temannya itu agar mengaku saja. Dia lupa bahwa andaikata temannya dapat mendengarnya sekalipun, tentu teman itu tidak mampu menjawab karena kalau menjawab tentu mulutnya kemasukan tanah dan mencekiknya. Si Codet tidak memanggil lagi ketika Thian Sin sudah mendatangi dari gubuk sambil menyeret tubuh orang pertama yang menjadi pemimpin dari rombongan tiga orang itu.

Orang ini memiliki kepandaian yang tertinggi diantara mereka dan merupakan suheng dari kedua temannya. Hidungnya pesek dan mulutnya lebar sehingga muka itu mirip dengan muka seekor monyet. Ketika Thian Sin melempar tubuhnya di dekat kuburan itu, Si Muka Monyet ini memandang dengan mata terbelalak, memandang ke arah Si Codet yang tergantung jungkir balik itu. Dia terbelalak dan nampak ketakutan.

"Pendekar Sadis, apa yang kau lakukan terhadap dua orang temanku ini?" tanyanya.

Thian Sin tidak menjawab, melainkan melepaskan sabuk orang ke tiga ini. Si Muka Monyet ini semakin ketakutan dan memandang kepada Si Codet yang masih tergantung dengan kepala di bawah itu. Dia melihat bekas api unggun yang masih mengepulkan asap di bawah sutenya itu dan dia bergidik, maklum bahwa sutenya tadi tentu telah dibakar hidup-hidup. Akan tetapi, sutenya itu belum mati, maka dia bertanya

"Tauw-sute, dimana Ciang-sute?"

Yang ditanya hanya memandang ke arah kuburan, dan tiba-tiba mata A-tauw itu terbelalak seperti orang yang ketakutan. Si Muka Monyet menoleh, memandang ke arah kuburan baru itu dan diapun terbelalak melihat betapa tanah kuburan itu bergoyang dan tiba-tiba nampak sebuah lengan tersembul keluar dari gundukan tanah, lalu tiba-tiba orang yang tadinya dikubur hidup-hidup itu bangkit duduk, kepala yang penuh tanah itu kini keluar, matanya berkedip-kedip karena kemasukan tanah, mulutnya mengeluarkan suara ah-ah-uh-uh karena kemasukan tanah pula.

Kiranya Si Jenggot Panjang ini merupakan orang yang cukup kuat sehingga dia belum mati dan ketika ditimbun tanah itu, agaknya totokan pada tubuhnya menjadi punah dan dia mampu mengerahkan tenaganya untuk membobol tanah yang menimbuninya.

Thian Sin menghampiri, lalu bertanya,
"Kau mau mengaku."

Akan tetapi Si Jenggot Panjang itu memaki dengan suara seperti orang yang dicekik lehernya,

"Jahanam kau!"

Dan tiba-tiba dia meloncat dan menyerang kepada Thian Sin. Keadaannya sungguh menyeramkan, seperti mayat yang baru bangkit dari kuburan. Akan tetapi, terjangannya yang disertai gerengan seperti harimau itu tentu saja dengan mudah dapat dihindarkan Thian Sin dengan tangkisan, bahkan sekali dorong saja tubuh Si Jenggot Panjang itu sudah masuk lagi ke dalam lubang yang terbuka, lalu Thian Sin menimbuninya dengan tanah dan menginjak-injak timbunan tanah itu sampai padat! Sekali ini Si Jenggot Panjang tidak lagi mampu bergerak. Melihat ini, Si Codet dan temannya menggigil.

"Kalian datang untuk menangkapku dengan mengancam untuk menyiksa temanku itu? Baiklah, mungkin aku terlambat dan temanku akan mati, akan tetapi See-thian-ong dan seluruh anak buahnyapun akan kusiksa sampai mati semua. Dan kalian memperoleh giliran pertama!" kata Thian Sin kepada Si Muka Monyet yang sudah pucat sekali itu.

"Beri saja tanda dengan tanganmu kalau engkau mau memberi tahu dimana adanya temanku yang ditahan itu."

Berkata demikian, tiba-tiba leher Si Muka Monyet itu telah dibelit sabuknya sendiri dan sekali saja menggerakkan kedua tangannya, Thian Sin telah melemparkan orang itu ke atas cabang pohon dimana Si Muka Monyet tergantung pada lehernya!

Ketika melontarkan tubuh orang ini, Thian Sin membebaskan totokannya, sehingga tubuh itu dapat meronta-ronta. Sebentar saja muka itu menjadi merah dan agak membiru, lidahnya terjulur keluar dan tiba-tiba Si Muka Monyet menggerak-gerakkan kedua tangannya.

Thian Sin melepaskan ujung sabuk dan tubuh itu terbanting jatuh ke atas tanah, akan tetapi lehernya terbebas dari lilitan sabuk. Si Muka Monyet megap-megap seperti ikan dilempar ke darat, dan untuk beberapa lamanya tidak mampu bicara, hanya memegangi lehernya seperti hendak mencekik leher sendiri. Thian Sin duduk menanti dengan tenang.

"Nah, apa yang hendak kau katakan?" katanya kemudian.

"Gadis itu... ia... ditawan... di pondok merah... dekat Telaga Ching-hai..."

Kini Thian Sin merasa yakin bahwa keterangan yang didapatnya itu memang benar. Kalau dua orang memberi keterangan yang sama, sudah pasti tidak membohong. Tiba-tiba dia menggerakkan golok rampasan. Sinar berkelebat dan dua orang itu tidak sempat memekik lagi karena sinar golok itu sudah menyambar ke arah leher mereka dengan kecepatan kilat dan tahu-tahu mereka tewas dengan leher putus, yang seorang menggeletak di atas tanah, yang seorang lagi dengan tubuh masih tergantung pada kakinya!

Thian Sin membuang golok itu, lalu mengambil pedangnya, kipas dan sulingnya yang tadi mereka rampas, kemudian mengerahkan seluruh tenaga gin-kangnya untuk lari menuju ke Telaga Ching-hai!

**** 154 ****

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: