*

*

Ads

Selasa, 30 Mei 2017

Pendekar Sadis Jilid 086

"Hemm, dimanakah rumahnya, paman?"

"Rumahnya tak jauh dari telaga, di sebelah barat telaga, di bagian yang sunyi, yang nampak merah-merah dari sini itu." Kakek itu menunjuk ke kiri. "Disana dia memiliki sebuah rumah besar, dan di sanalah anak buahnya yang puluhan orang banyaknya berkumpul, mereka semua ahli-ahli silat yang lihai, demikian kata orang."

"Semua anak buahnya yang puluhan itu tinggal di sana?"

"Ya, di rumah-rumah yang dibangun di sekeliling rumah induk tempat tinggal See-thian-ong, merupakan sebuah perkampungan tersendiri. Pernah aku mengirim kayu bakar ke sana. Rumah-rumah yang indah dan mewah, kongcu."

"Dan keluarganya?"

"Dia hanya hidup bersama para pembantunya dan kabarnya... dia mempunyai belasan orang selir karena katanya, dia tidak pernah beristeri, tidak mempunyai anak..."

"Hemm, begitukah?" Thian Sin merasa girang sekali karena dia telah memperoleh keterangan secukupnya.

Setelah melihat banyak perahu-perahu mulai bergerak ke tengah, dan karena semua keterangan yang dikehendakinya sudah didapatkan maka dia lalu menyuruh tukang perahu mendayung kembali perahunya ke tepi yang ramai itu. Kini banyak perahu berseliweran dan mulailah terdengar suara musik diantara perahu-perahu itu, ada suara orang bernyanyi, suara tertawa dan banyak diantaranya nampak perahu-perahu yang indah, dihias dan ditumpangi oleh gadis-gadis cantik yang melambai-lambaikan tangan ke arah pria-pria muda yang berkendaraan sendirian.

Mereka itu terkekeh genit, dan ada pula di antara mereka yang bernyanyi-nyanyi menurutkan irama yang-kim yang dimainkan oleh temannya. Suasana di tempat itu sungguh meriah sekali dan perahu-perahu berseliweran, terutama sekali di sekeliling perahu-perahu pelesiran yang ditumpangi wanita-wanita penghibur itu.

Karena si tukang perahu tua menduga bahwa tentu saja penyewa perahunya suka mendekati perahu itu, diapun mendayung perahunya mendekat. Dan begitu melihat Thian Sin yang amat tampan, muda dan sendirian pula di atas perahunya, riuh rendah wanita-wanita itu melambai kepadanya.

"Kongcu yang tampan... mengapa sendirian saja..."

"Aihh... kongcu seorang manusia ataukah dewa yang baru turun dari kahyangan?"

"Mari, kongcu... mari kami layani kongcu bersenang-senang... dengan kongcu, tidak usah bayarpun tidak mengapa..."

"Aduh gantengnya..."

Bermacam-macam teriakan mereka disertai lambaian tangan, saputangan dan lontaran kerling dan senyum memikat ke arah Thian Sin, dibarengi gelak tawa genit. Melihat ini, beberapa orang muda dalam perahu-perahu yang berdekatan menjadi iri hati. Ada sebuah perahu bercat merah yang ditumpangi empat orang muda lalu didayung oleh empat pasang tangan, didayung laju menabrak perahu yang dinaiki Thian Sin.






"Eh... eh... jangan nabrak...!" Tukang perahu tua berterian ketakutan.

Perahu merah itu jauh lebih besar dan didayung oleh empat orang, maka sekali kena ditabrak tentu perahunya akan pecah, atau setidaknya tentu akan terguling bersama penumpangnya. Bagi dia sendiri bukan soal besar kalau hanya terguliung di telaga, akan tetapi kongcu yang menjadi penumpangnya itu!

Melihat ini, Thian Sin yang tidak tahu sebabnya mengapa perahu yang lebih besar itu hendak menabrak, mengira bahwa mereka itu tidak sengaja, maka diapun cepat merampas dayung dari tangan kakek tukang perahu dan menodongkan dayungnya ke luar perahu, hendak menyambut perahu besar itu dengan dayung.

Tukang perahu tua itu terkejut sekali. Mana mungkin tangan kuat menahan perahu besar yang meluncur cepat itu. Selain tidak kuat, dayung itu bisa patah dan lengan tangan yang memegangnya dapat patah!

"Jangan, kongcu...!" teriaknya.

Akan tetapi perahu itu sudah datang dan dengan tenang, cepat namun perlahan saja Thian Sin mendorongkan dayungnya, mengenai moncong perahu besar dan... perahu besar itu meluncur lewat perahu kecil, hanya selisih beberapa senti saja akan tetapi tidak menabrak. Melihat ini, tukang perahu yang tadinya sudah pucat itu menarik napas panjang dan mengira bahwa hal itu kebetulan saja.

"Aduhh... kita selamat..." katanya.

"Paman, mereka itu kenapa sih? Lihat, mereka datang lagi!"

Tukang perahu itu menengok dan mukanya menjadi pucat lagi.
"Celaka, agaknya mereka itu iri kepada kongcu karena ulah perempuan-perempuan itu dan mereka menjadi marah, sengaja hendak menggulingkan perahu kita."

Bergegas tukang perahu itu mendayung perahunya hendak pergi dari situ.
"Jangan melarikan diri, paman. Biarkan mereka datang." kata Thian Sin yang menjadi marah setelah dia tahu bahwa empat orang muda itu memang sengaja hendak menggulingkan perahunya.

Kakek itu tertegun, akan tetapi melihat sinar mata yang mencorong dari pemuda itu, dia menjadi ketakutan. Sementara itu, laripun tiada gunanya karena perahu merah itu datang dengan cepat sekali, kini meluncur dan hendak menabrak perahu kecil itu dari belakang. Sedangkan para pelancong lain yang berada di perahu masing-masing menonton dengan hati tertarik dan ada di antaranya yang bersorak-sorak seperti menonton pertunjukan yang amat menyenangkan.

Dengan gerakan tubuhnya, Thian Sin membuat perahunya berputar sehingga dia duduk di bagian perahu yang kini tepat akan ditabrak. Tukang perahu terkejut bukan main ketika perahunya terputar sedemikian rupa seperti dari bawah digerakkan oleh ikan yang besar dan pada saat itu, moncong perahu merah telah datang dekat sekali.

Sekali ini, Thian Sin tidak menggunakan dayung yang masih dipegang oleh si tukang perahu, melainkan menggunakan tangan kirinya. Akan tetapi dia menanti sampai moncong perahu besar itu sudah hampir menyentuh perahunya, dan berada demikian dekat sehingga nampak olehnya betapa empat orang pemuda itu memandangnya dengan mulut menyeringai girang.

Tiba-tiba jari tangannya menyentuh moncong perahu, dia mengerahkan tenaga, mencengkeram moncong perahu itu dan sekali dia mengangkat dan mendorong, perahu merah itu seperti seekor kuda mengangkat kedua kaki depannya, terangkat lalu terbanting menelungkup dan terguling!

Terdengar jeritan-jeritan dan teriakan-teriakan kaget. Demikian cepatnya Thian Sin menggerakkan tangannya sehingga tidak ada seorangpun, kecuali si tukang perahu yang duduk dekat dengannya, yang tahu benar bagaimana perahu besar itu tiba-tiba terguling sendiri sedangkan perahu kecil yang ditabraknya sama sekali tidak apa-apa! Empat orang pemuda itu gelagapan dan berteriak-teriak minta tolong, karena mereka tidak pandai renang.

Akhirnya mereka ditolong oleh tukang-tukang perahu, di bawah sorakan dan tertawaan para pelancong lain. Karena mereka basah kuyup, empat orang pemuda itu tidak banyak lagak lagi, lalu cepat minggir dengan perahu lain dan melarikan diri dari tempat itu!

"Eh, bagaimana bisa terjadi itu?"

"Luar biasa sekali!"

"Tentu ada setan air yang menolongnya!"

"Ah, dia tentu benar-benar dewa kahyangan...!" terdengar seorang wanita penghibur berseru.

Semakin ramailah keadaan di situ dan kini Thian Sin menjadi pusat perhatian orang, terutama sekali para pelacur itu yang agaknya hendak berlumba untuk merebut hati pemuda ganteng yang bernasib amat baik itu sehingga perahunya ditabrak perahu besar malah si penabrak itu sendiri yang terbalik.

Pada saat Thian Sin yang merasa jemu itu hendak menyuruh tukang perahu membawanya ke pinggir karena perahunya dikepung, tiba-tiba terdengar bentakan wanita yang nyaring dan berwibawa,

"Minggir semua!"

"Wah, celaka, kongcu...!" Tukang perahu tua itu berbisik dengan muka pucat.

Mendengar ini, Thian Sin menoleh ke arah suara itu dan melihat betapa perahu-perahu pada minggir cepat-cepat untuk memberi ruang kepada sebuah perahu kecil yang datang dengan cekatan sekali.

"Silakan, nona...!"

"Silakan, siocia...!"

Suara mereka itu penuh dengan hormat dan Thian Sin memandang seorang dara yang mendayung perahu hitam kecil itu dan wajahnya segera berseri. Kiranya nona itu adalah So Cian Ling! Tentu saja dia mengenal nona ini, nona cantik manis dengan pakaian yang mewah dan pesolek, dengan wajahnya yang riang dan lincah, terutama sekali hidungnya yang mancung dan sepasang matanya yang amat jeli, yang pada saat itu menatap wajahnya dan bibir yang merah itu mulai tersenymn ketika perahu hitam itu akhirnya berhenti di dekat perahu yang ditumpangi Thian Sin!

Pemuda ini memandang dengan jantung berdebar, bukan apa-apa, melainkan girang karena dia melihat jalan yang terbaik untuk dapat berhubungan dengan See-thian-ong tanpa menimbulkan curiga, yaitu lewat dara ini! Bukankah So Cian Ling ini murid tersayang dari See-thian-ong?

Thian Sin segera mengangkat kedua tangan di depan dada sambil berkata,
"Selamat bertemu, Nona So Ciang Ling!"

Wajah ini segera menjadi cerah sekali, senyumnya lebar dan gembira.
"Aihhhhh...! Kiranya benar-benar Saudara Ceng yang muncul di tempat ini! Ah, siapa lagi yang dapat mendatangkan keributan kalau bukan engkau. Mari, mari... kau pindahlah ke perahuku dan kita mengobrol!"

"Akan tetapi... perahu ini kusewa..."

"Aih, sudahlah, kongcu. Tidak mengapa, siocia telah memanggilmu..." kata si tukang perahu.

"Hei, tukang perahu, engkau beruntung sekali perahumu disewa oleh kongcu ini!" kata So Cian Ling dan dia melemparkan sepotong uang emas kepada tukang perahu itu.

Uang itu jatuh ke lantai perahu mengeluarkan bunyi nyaring.
"Nah, itu ongkosnya!"

"Terima kasih... ah, terima kasih atas kebaikan siocia yang mulia. Eh, kongcu, kau cepatlah pindah ke perahu siocia..." kata tukang perahu itu sambil mendorong-dorong perlahan ke pundak Thian Sin.

Pemuda ini tersenyum, lalu bangkit berdiri dan melompat ke atas perahu So Cian Ling. Akan tetapi pada saat itu, So Cian Ling mendayung perahunya keras sekali sehingga perahunya meluncur jauh!

Semua orang berteriak melihat ini, juga tukang perahu itu berteriak keras karena mengira bahwa tentu pemuda itu akan jatuh tercebur ke dalam air telaga! Pemuda itu telah maju tidak kurang dari lima meter jauhnya! Akan tetapi, mereka melihat betapa pemuda itu mengeluarkan seruan nyaring dan tubuhnya sudah berjungkir balik di udara dan meluncur ke arah perahu nona itu dan dapat turun dengan enaknya di atas perahu! Melihat ini, semua orang berseru kagum dan So Cian Ling tertawa.

"Wah, engkau sungguh nakal!" kata Thian Sin, juga tersenyum karena dia tahu bahwa dara itu memang sengaja mencobanya.

Andaikata dia tidak sedang mendekatinya karena dia ingin mengadakan hubungan dengan See-thian-ong lewat nona ini, tentu dia sudah mendongkol dan akan membalas.

"Hi-hik, siapa takut kau tercebur?"

So Cian Ling lalu mendayung perahunya dan melihat betapa perahu besar yang ditumpangi para pelacur itu menghalang dan para pelacur itu memandang kepada Thian Sin dengan mata melotot penuh kekecewaan seperti mata kucing-kucing yang melihat sepotong ikan dibawa pergi, dia lalu mendorong dengan dayungnya sambil berseru,

"Minggir! Apa kalian ingin perahumu kujungkirkan?"

Nona ini mendorong perlahan, akan tetapi perahu besar itu menjadi terputar-putar cepat sekali. Terdengar jerit-jerit ketakutan dan semua pelacur itu segera mendekam di atas papan perahu sambil menjerit-jerit karena perahu itu terputar-putar keras, bahkan ada yang terkentut-kentut dan terkencing-kencing!

Dua orang tukang perahu dengan sekuat tenaga berusaha untuk menghentikan perahunya, namun tidak berhasil.

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: