*

*

Ads

Selasa, 30 Mei 2017

Pendekar Sadis Jilid 085

Setelah berhasil merobohkan Pak-san-kui, hati Thian Sin terasa agak terhibur juga. Bukan hanya karena dia merasa dapat mengungguli seorang di antara datuk-datuk sesat yang pada waktu itu sedang merajai dunia persilatan, akan tetapi terutama sekali karena sedikit banyak dia telah dapat membalaskan kematian keluarga Ciu.

Dia akan berusaha terus membasmi semua penjahat di dunia ini dengan mati-matian untuk membalaskan semua sakit hati yang bertumpuk di dalam hatinya, akan tetapi sebelum dia memulai usaha itu, dia harus yakin lebih dulu bahwa dia dapat mengalahkan semua penjahat, dan untuk mengukur hal itu, tiada jalan lain kecuali mengukur kepandaiannya melawan empat datuk kaum sesat! Dan sekarang, dia harus dapat mencari See-thian-ong! Dia harus dapat mengalahkan See-thian-ong pula, sebelum dia mulai dengan usahanya membasmi seluruh penjahat dari permukaan bumi!

Siapakah See-thian-ong (Raja Wilayah Barat) itu? Dia adalah seorang kakek yang usianya kurang lebih lima puluh lima tahun, bertubuh tinggi besar seperti raksasa berkulit agak kehitaman. Dia memang gagah perkasa, kelihatan menyeramkan seperti tokoh Thio Hwi dalam cerita sejarah Sam Kok dan wataknya juga sesuai dengan tubuhnya yang tinggi besar.

Dia seorang yang kasar, kalau bicara tanpa tedeng aling-aling, terbuka, jujur dan juga wataknya keras, akan tetapi kadang-kadang dia dapat juga bersikap lembut. Hal ini adalah karena dia dulunya seorang bekas pendeta Lama, yaitu pendeta budhis dari Tibet. Karena dia melakukan pelanggaran berat, dia dikeluarkan dari Tibet dan dengan mengandalkan kepandaiannya, dia merantau ke timur dan memperdalam ilmu silatnya di sepanjang perjalanan, bahkan lalu berganti agama dan menganut Agama To yang menjurus ke arah ilmu gaib.

Dia malah mempelajari ilmu sihir dari para pertapa di sepanjang perjalanan sehingga ketika akhirnya dia tiba di daerah Telaga Ching-hai, dia berkeliaran di sekitar telaga itu dan segera terkenal sebagai seorang yang amat ahli dalam ilmu silat maupun dalam ilmu sihir.

Satu demi satu jago silat dijatuhkannya dan akhirnya tidak ada seorangpun ahli silat, baik golongan bersih maupun kotor, yang mampu mengalahkannya dalam waktu satu tahun, selama dia berkeliaran di daerah Telaga Ching-hai di Propinsi Ching-hai itu.

Akhirnya, namanya makin terkenal dan diapun disebut orang sebagai See-thian-ong, nama julukan yang terus dipakainya dan setiap kali memperkenalkan diri, diapun menggunakan nama itulah!

Tidak ada seorangpun yang tahu siapa nama sebenarnya, dan dia hanya merupakan seorang kakek raksasa berpakaian seperti tosu yang amat lihai. Akhirnya, beberapa tahun belakangan ini See-thian-ong telah menetap di kota Si-ning di dekat telaga besar Ching-hai, bahkan rumahnya bukanlah di dalam kota, melainkan di bagian luar kota Si-ning, dekat telaga dan merupakan daerah yang cukup sunyi. Dan karena dia amat lihai, tentu saja di antara para penjahat yang takluk kepadanya lalu mengangkatnya menjadi guru.

Akan tetapi, dalam hal memilih murid See-thian-ong amat teliti. Kalau tidak berbakat, dia tidak mau mengajarkan ilmu silat kepada sembarang orang, dan biarpun akhirnya dia menerima tidak kurang dari lima puluh orang sebagai anggautanya atau pembantunya dan yang disebut juga murid-muridnya, namun dia tidak pernah mau mengajar mereka sendiri dan hanya menyerahkan kepada murid-muridnya yang harus mengajar para anggauta atau pembantu itu.

Dan diantara murid-muridnya yang termasuk pilihan, pertama-tama adalah So Cian Ling, dara cantik manis pesolek yang lihai itu dan ke dua yang merupakan murid kepala dan bertugas mewakili See-thian-ong dalam segala hal, adalah Ciang Gu Sik yang berusia tiga puluh lima tahun itu.






Akan tetapi, See-thian-ong mempunyai watak yang mata keranjang atau suka kepada wanita muda dan cantik! Dia tidak pernah menikah, akan tetapi banyak simpanannya wanita cantik. Bahkan muridnya sendiri, So Cian Ling, adalah seorang di antara kekasihnya! Akan tetapi karena wanita ini juga menjadi muridnya, maka jaranglah dia menyuruh murid ini melayaninya, apalagi karena sebagai pengganti dirinya, So Cian Ling telah banyak mencarikan gadis-gadis cantik untuk gurunya yang tak pernah mengenal puas itu.

Seperti juga para datuk lainnya, kehidupan See-thian-ong terjamin oleh para tokoh kaum sesat yang setiap bulan memberi sumbangan kepadanya. Kalau tidak memberi sumbangan kepada See-thian-ong, jangan harap mereka itu dapat membuka praktek pekerjaan mereka, baik pekerjaan itu merupakan pencurian, pencopetan, perampokan, perjudian, pelacuran dan sebagainya lagi. Pendeknya, nama See-thian-ong merupakan semacam "pelindung" agar mereka dapat bekerja dengan tenang.

Karena sumbangan ini datang dari boleh dibilang seluruh penjahat di daerah Propinsi Chiang-hai, maka penghasilan kakek raksasa ini tentu saja amat besar dan membuatnya hidup sebagai seorang yang cukup kaya raya, sungguhpun dia, berbeda dengan murid-muridnya, selalu nampak berpakaian dan bersikap sederhana.

See-thian-ong amat terkenal, sungguhpun jarang dia memperlihatkan ilmu kepandaiannya kalau tidak amat perlu. Murid-muridnya sudah cukup untuk "membereskan" setiap fihak yang berani menentangnya. Dan kalau sekali waktu dia mengeluarkan kepandaiannya, maka akibatnya amat mengerikan!

Dalam ilmu silat, diantara ilmu-ilmu silat tinggi yang rata-rata amat ganas, dia memiliki ilmu yang amat aneh, yaitu tubuhnya dapat menggembung seperti bola karet ditiup dan kalau tubuhnya sudah menggembung seperti itu, penuh dengan hawa, maka jangankan hanya pukulan dan tendangan, bahkan senjata-senjata tajam tidak akan mampu melukai tubuhnya!

Selain ini, juga dia ahli menggunakan senjata toya, tongkat atau sepotong kayu sekalipun. Di samping semua ilmu silatnya, juga dia pandai bermain sihir dan dapat menguasai lawan hanya dengan pandang mata atau bentakan suaranya yang berpengaruh! Pendeknya, See-thian-ong merupakan tokoh yang amat ditakuti orang karena lawan yang berani menentangnya tentu akan roboh atau tewas dalam keadaan mengerikan.

Dan kini, tokoh macam itulah yang hendak ditentang oleh Thian Sin! Dengan hati penuh keberanian, pemuda ini tiba di telaga besar Ching-hai. Dia berlaku hati-hati sekali dan lebih dulu menyelidiki dimana tempat tinggal datuk itu dan orang macam apa adanya. Dia bermalam di sebuah rumah penginapan dan di tempat inilah dia mencoba untuk mengajak pelayan rumah makan penginapan untuk bicara tentang See-thian-ong.

"Twako, aku adalah seorang pelancong dari utara yang tertarik akan berita tentang keindahan Telaga Ching-hai," dia memulai ketika terbuka kesempatan bicara dengan pelayan itu.

"Ah, kongcu tidak salah kalau memilih tempat ini untuk berpesiar. Pada musim semi seperti ini, Telaga Ching-hai menjadi pusat tempat pelesir dari penduduk di seluruh penjuru di propinsi ini dan terutama penduduk kota Si-ning setiap hari memenuhi telaga. Kongcu dapat berperahu, mengajak penyanyi dan tukang musik, atau kongcu dapat bermain judi kalau kongcu suka, dan ada perahu..." dia berbisik, "yang menyediakan gadis-gadis cantik..."

Thian Sin tertawa berlagak seperti seorang kongcu tukang pelesir.
"Aih, menyenangkan sekali! Akan tetapi aku juga mendengar berita yang menakutkan, tentang orang yang bernama See-thian-ong..."

Wajah pelayan itu berubah pucat.
"Ssst, jangan kongcu sebut-sebut itu. Akan tetapi sesungguhnya tidak menakutkan, asal kongcu tidak menyebutnya dan tidak melakukan sesuatu yang mendatangkan keributan. Nama itu bahkan merupakan jaminan keamanan dimana-mana. Karena nama itulah maka dimana-mana tidak ada yang berani melakukan kejahatan. Sudah, kongcu tidak perlu bicara tentang itu..."

Melihat sikap pelayan itu, Thian Sin tidak mau mendesak karena maklum bahwa selain pelayan itu tidak akan berani bicara, juga mungkin saja dia dicurigai dan orang yang takut seperti pelayan ini bukan tidak mungkin untuk mencari muka dan melaporkan! Dia mengambil keputusan untuk melakukan penyelidikan sendiri ke telaga. Mustahil dia tidak akan dapat menemukan tempat tinggal tokoh itu, pikirnya.

Pada keesokan harinya, setelah matahari naik tinggi dan dia sudah mandi dan bertukar pakaian bersih, sebagai seorang kongcu atau seorang pelajar yang halus sikapnya dan amat tampan wajahnya, pergilah Thian Sin berjalan-jalan menuju ke telaga.

Benar saja, biarpun matahari baru saja naik, disitu sudah terdapat banyak orang yang berdatangan untuk pesiar. Telaga itu besar sekali dan airnya jernih, berkilauan seperti cermin menampung sinar matahari pagi yang masih membuat jalan kemerahan panjang di atas air yang belum begitu bergerak karena tukang-tukang perahu masih sedang sibuk menawarkan perahunya di tepi telaga.

Orang-orang yang pesiar agaknya masih lebih senang berjalan-jalan di sepanjang telaga, menikmati pemandangan yang indah, baik pemandangan tumbuh-tumbuhan, bunga maupun pemandangan lain, yaitu para pelancong itu sendiri, terutama gadis-gadisnya.

Thian Sin memilih sebuah perahu yang agak butut dan pemiliknya tukang perahu tua yang kurus, agaknya enggan berebut penumpang dengan rekan-rekannya, maka pemilik perahu itu hanya jongkok di dekat perahu bututnya, menanti datangnya rejeki. Dan rejeki itupun datang ketika Thian Sin menghampirinya.

"Paman yang baik, maukah engkau mengantarku naik perahu berputar-putar di telaga?"

Wajah yang keruh itu seketika berseri. Rejeki besar datang!
"Tentu saja, kongcu. Perahuku ini biarpun tua, akan tetapi tidak ada yang bocor dan dapat meluncur cepat sekali."

Thian Sin tersenyum.
"Aku sedang melancong dan melihat-lihat, bukan ingin berlumba, paman. Tidak perlu cepat-cepat!"

Setelah tawar-menawar harga sewa perahu, akhirnya Thian Sin naik perahu itu, duduk diatas papan yang lebih dulu digosok sampai bersih oleh tukang perahu itu, dan meluncurlah perahu ke tengah telaga, dipandang oleh rekan-rekan tukang perahu dengan heran mengapa ada kongcu yang memilih perahu butut itu!

Diatas telaga itu masih sunyi. Namun, sebuah perahu tunggal di atas telaga yang amat luas itu merupakan pemandangan yang amat indah, mempunyai pesona tersendiri dan tentu akan menjadi obyek yang menggairahkan bagi seorang pelukis atau seorang penyair.

Matahari yang masih cukup rendah itu bersinar dari depan, membuat bayangan orang dan perahu mengikuti perahu itu dengan lembut dan perjalanan perahu hanya mengakibatkan permukaan telaga terusik sedikit saja.

"Paman, coba bawa perahu ke sebelah kanan sana yang penuh pohon-pohon."

"Tapi disana sunyi sekali, kongcu."

"Biarlah, aku justeru suka akan kesunyian."

Tukang perahu itu mendayung perahunya perlahan-lahan menuju ke kanan, menjauhi pantai yang ramai itu, ke pantai yang penuh dengan pohon-pohon karena bagian itu merupakan sebuah hutan yang masih liar. Setelah mereka berada jauh dari keramaian orang, Thian Sin mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang memang menjadi tujuan utamanya naik perahu milik tukang perahu tua ini.

"Paman, disini sunyi, tidak ada orang yang mendengarkan kita, maukan paman memberi keterangan kepadaku tentang sesuatu?"

Kakek yang usianya sudah ada enam puluh tahun itu menatap wajah Thian Sin yang muda dan tampan, lalu bertanya sambil tersenyum,

"Keterangan tentang apakah, kongcu? Tentu saja saya mau menjelaskan kalau saya tahu, mengapa mesti mencari tempat sunyi?"

"Karena setiap orang yang kutanya agaknya tidak ada yang berani menjawab sejujurnya, paman. Aku adalah seorang pelancong yang datang jauh dari utara dan aku mendengar hal ini menjadi tertarik sekali dan rasanya tidak akan puas sebelum memperoleh keterangan yang memuaskan."

"Tentang apakah, kongcu?"

"Tentang orang yang bernama See-thian-ong..."

"Ahh...!" Kakek itu menjadi pucat wajahnya dan segera menoleh ke kiri kanan dan belakang.

"Tidak ada seorangpun manusia disini, paman. Paman adalah seorang tua yang miskin, siapa yang mau menyusahkanmu? Karena itulah maka aku memilih dan menyewa perahumu, dan kuharap paman suka memberi keterangan kepadaku, untuk itu aku mau untuk menambah biaya sewa perahu."

Kakek itu menarik napas panjang.
"Kongcu benar, tidak ada orang lain disini, dan aku sudah tua dan miskin. Takut apa? Nah, kongcu hendak tanya tentang apa?"

"Siapakah sebenarnya See-thian-ong itu dan mengapa semua orang takut membicarakannya?"

"Dia adalah seorang tokoh besar di daerah ini, kongcu, dia menguasai semua orang, dan semua orang agaknya tunduk kepadanya, atau setidaknya kepada anak buahnya karena dia sendiri jarang nampak di luar. Kabarnya dia memiliki kepandaian seperti dewa, bahkan pandai sihir sehingga semua orang takut. Katanya baru dibicarakan saja dia sudah dapat mengetahuinya, akan tetapi aku tidak membicarakan keburukan maka biarlah kalau didengar juga."

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: