*

*

Ads

Kamis, 25 Mei 2017

Pendekar Sadis Jilid 067

Enam orang itu nampak jerih juga menyaksikan sikap yang gagah dari putera ketua Cin-ling-pai itu, bahkan Siangkoan Wi Hong yang biasanya tenang dan tertawa-tawa itu, yang biasanya amat mengandalkan kepada diri sendiri, kini diam-diam merasa girang bahwa dia mempunyai teman-teman yang lihai karena terus terang saja, kalau dia harus menghadapi pemuda Cin-ling-pai ini seorang diri saja, dia masih akan berpikir panjang.

Akan tetapi pada saat itu, sebelum ada yang menjawab pertanyaan Kong Liang, terdengar suara keras,

"Mana orang Cin-ling-pai? Biar kami menghadapinya!"

Dan nampaklah bayangan orang berkelebat dari atas pohon dan dua tubuh yang melayang itu berjungkir balik seperti bola-bola besar, berputar-putar dan baru turun di depan Kong Liang.

Cara mereka meloncat dari atas dan berjungkir balik itu hebat sekali, seperti permainan akrobatik para pemain sirkus yang terlatih baik saja. Dan ketika semua orang memandang, kiranya mereka itu adalah dua orang laki-laki berpakaian pengemis!

Usia mereka sekitar lima puluh tahun, pakaian mereka terbuat dari kain tambal-tambalan beraneka macam dan warna, akan tetapi pakaian itu tidak butut seperti pakaian pengemis-pengemis biasa, melainkan bersih dan agaknya memang hanya merupakan pakaian model pengemis, yaitu berbagai macam kain baru ditambal-tambal menjadi pakaian. Di punggung mereka, seperti model orang membawa pedang, nampak sebatang tongkat, entah terbuat dari bahan apa, hanya kelihatan hitam dan butut.

"Aha, kiranya dua orang gagah dari Bu-tek Kai-pang?" seru Siangkoan Wi Hong dengan girang sekali ketika melihat munculnya dua orang kakek pengemis ini.

Dia tidak mengenal pribadi semua anggauta Bu-tek Kai-pang yang jumlahnya dua puluh empat orang itu, akan tetapi melihat pakaian mereka dan tongkat yang mereka namakan "Hok-mo-pang" (Tongkat Penakluk Iblis) itu, tahulah dia bahwa mereka itu adalah dua orang anggauta Bu-tek

Kai-pang yang dipimpin atau diketuai Lam-sin (Malaikat Selatan) yaitu datuk selatan. Dua orang pengemis itu menjura ke arah Siangkoan Wi Hong dan seorang di antara mereka, yang hidungnya melengkung seperti hidung burung hantu, berkata,

"Selamat bertemu, Siangkoan-kongcu dan bukankah sam-wi (tuan bertiga) adalah Pak-thian Sam-liong yang perkasa? Selamat jumpa!" Pak-thian Sam-liong, tiga orang murid Pak-san-kui menjura dengan hormat.

"Dan selamat bertemu pula kepada dua orang murid See-thian-ong Locianpwe!" pengemis ke dua, yang mukanya merah sekali, berkata kepada So Cian Ling dan Ciang Gu Sik yang cepat membalas pemghormatan mereka pula.

Diam-diam mereka terkejut bahwa para pengemis ini telah mengenal mereka, menunjukkan bahwa pengemis-pengemis itu mempunyai mata tajam, atau mungkin sekali mereka sudah lama mengintai ketika terjadi keributan di dalam pesta yang diadakan Tung-hai-sian.

Ciang Gu Sik yang pendiam itu membalas penghormatan sambil berkata,
"Kami merasa terhormat sekali dapat bertemu dengan ji-wi dari Bu-tek Kai-pang yang terkenal!"






"Akan tetapi mengapa ji-wi tidak terang-terangan hadir dalam pesta ulang tahun Locianpwe Tung-hai-sian?"

So Cian Ling bertanya, yang merupakan teguran dan juga sindiran bahwa dia sudah menduga mereka berdua tentu hadir dengan sembunyi.

"Dan memalukan fihak tuan rumah dengan kehadiran pengemis-pengemis macam kami?" Jawab si hidung melengkung.

"Ah, mana kami berani?"

Han Tiong dan Thian Sin memandang kepada mereka semua itu dengan penuh perhatian dan dengan hati tegang. Kini mereka berdua sudah bertemu dengan orang-orang dari empat datuk yang terkenal itu! Dan kini yang menghadang mereka adalah orang-orang atau para murid dari Pak-san-kui, See-thian-ong dan Lam-sin!

Akan tetapi, Kong Liang sudah menjadi marah sekali. Pemuda ini biasanya dihormati orang, dan memang sebagai putera ketua Cin-ling-pai tentu saja dia merasa dirinya tinggi, dan sekarang, orang-orang dari golongan hitam atau kaum sesat ini saling bertemu dan bicara gembira, bersikap seolah-olah dia tidak berada di situ, atau dia dianggap sebagai patung atau semut saja!

Di dalam pesta dia sudah tidak dihargai, mendapat tempat duduk di bawah panggung, dan kini orang-orang inipun tidak menghargainya. Sungguh membuat perut terasa panas!

"Jalan ini adalah jalan umum! Kalau mau bicara minggirlah dan biarkan kami lewat!" kata Kong Liang yang sudah melangkah ke depan dan menggunakan kedua tangannya mendorong ke arah dua orang pengemis yang berada paling dekat dan menghadang jalan.

Dorongannya ini disertai tenaga Thian-te Sin-ciang, maka terdengar angin menyambar keras. Dua orang pengemis itu menggerakkan tubuh mereka mengelak, dan masing-masing telah mencabut tongkat mereka, lalu membentak.

"Hemm, inikah putera ketua Cin-ling-pai? Sebelum kau melanjutkan perjalanan, hayo lebih dulu kauhadapi kami!" bentak si hidung melengkung sambil melintangkan tongkat di depan dadanya.

Kiranya tongkat itu berwarna hitam mengkilap dan bentuknya seperti tubuh ular. Itu adalah sebatang tongkat yang terbuat daripada tumbuh-tumbuhan dalam laut yang melingkar-lingkar atau saling lingkar sehingga kalau diambil dan dikeringkan menjadi bentuk seperti ular, semacam kayu akar bahar yang kuat dan ulet sekali, juga yang menurut kepercayaan umum yang tahyul mengandung kekuatan mujijat!

"Akulah Cia Kong Liang, putera ketua Cin-ling-pai! Kalian ini jembel-jembel dari mana dan mengapa memusuhi Cin-ling-pai?"

"Kami adalah anggauta Bu-tek Kai-pang dari Heng-yang. Guru, ketua dan pemimpin kami, yang mulia Lam-sin akan membenarkan sikap kami memusuhi putera Cin-ling-pai! Sejak dahulu, Cin-ling-pai adalah musuh golongan kami, akan tetapi engkau putera ketuanya berani sekali menghina dan hendak memperisteri puteri Tung-hai-sian Locianpwe! Sungguh tak tahu malu dan bosan hidup!"

"Pendapat Bu-tek Kai-pang cocok dengan pendapat kami!" kata Siangkoan Wi Hong dengan girang dan untuk menambah semangat kepada dua orang pengemis itu.

Hati pemuda ini menjadi lebih besar setelah muncul dua orang pengemis itu yang memperkuat fihaknya. Wajah Cia Kong Liang menjadi merah sekali mendengar ucapan pengemis itu. Sedikitpun juga dia tidak bermaksud memperisteri Bin Biauw, akan tetapi menyangkal hal ini sama saja dengan membela diri, seolah-olah dia merasa takut.

"Jembel busuk lancang mulut. Apapun yang akan kuperbuat, apa sangkut-pautnya dengan kalian? Pergilah sebelum aku kehilangan kesabaran dan membuat kalian roboh!"

"Bagus! Coba saja, orang Cin-ling-pai sombong!"

Dua orang pengemis itu sudah mengerakkan tongkat mereka dan mengeroyok dari kanan kiri

Kong Liang tidak mau memberi hati dan pemuda perkasa inipun sudah mencabut Hong-cu-kiam yang melilit pinggang sehingga nampak sinar emas bergulung-gulung. Dua orang pengemis ini seperti sebagian besar dari pada anggauta Bu-tek Kai-pang, dahulu adalah tokoh-tokoh yang tunduk kepada Lam-thian Kai-ong (Raja Pengemis Dunia Selatan). Akan tetapi semenjak munculnya Lam-sin yang menjatuhkan Lam-thian Kai-ong dan yang mengangkat diri sendiri sebagai Malaikat Selatan yang menguasai seluruh pengemis bahkan Lam-thian Kai-ong yang sudah tua itu menjadi pembantu utamanya, maka para tokoh pengemis di seluruh wilayah selatan menjadi anggauta Bu-tek Kai-pang.

Jumlah mereka tidak banyak, hanya dua puluh empat orang karena Lam-sin tidak mau mengambil pengemis sebagai anggautanya tanpa diuji dulu. Ujian yang amat berat dan hanya para tokoh yang benar-benar memiliki kepandaian tinggi sajalah yang berhasil lulus dan jumlah mereka tidak lebih dari dua puluh empat orang untuk seluruh wilayah selatan!

Tentu saja, dengan para anggauta yang memiliki kepandaian tinggi itu, nama Bu-tek Kai-pang menjadi terkenal sekali. Dan seperti para anggauta lain, dua orang tokoh inipun amat lihai, terutama sekali dalam menggunakan tongkat akar bahar hitam itu karena mereka semua telah mempelajari ilmu tongkat ciptaan ketua baru mereka, yaitu Lam-sin, Ilmu tongkat yang diberi nama Hok-mo-pang (Tongkat Penakluk Iblis).

Mereka berdua itu sengaja diutus oleh Lam-sin untuk mewakilinya memenuhi undangan Tung-hai-sian, akan tetapi karena watak Lam-sin ini yang paling aneh diantara empat datuk, dan selalu merahasiakan dirinya, maka diapun memesan kepada dua orang wakilnya itu untuk hadir secara bersembunyi saja!

Baru setelah terjadi sesuatu, dua orang pengemis itu memperlihatkan diri, dan mereka mempunyai pendapat yang sama dengan pendapat Siangkoan Wi Hong, yaitu kalau sampai Tung-hai-sian memilih putera Cin-ling-pai sebagai mantu, maka kekuatan empat datuk akan menjadi retak dan hal itu amat membahayakan mereka sendiri. Karena inilah maka dua orang pengemis ini lalu turun tangan menentang.

Akan tetapi, sekali ini mereka berdua bertemu dengan batu karang. Begitu tongkat-tongkat mereka itu bertemu dengan Hong-cu-kiam, keduanya terkejut karena lengan tangan mereka yang memegang tongkat itu tergetar hebat dan hampir saja tongkat mereka terlepas dari pegangan! Maka mereka lalu mengerahkan tenaga dan mengeluarkan ilmu mereka Hok-mo-pang untuk mengeroyok dan terjadilah perkelahian yang amat seru!

Han Tiong memandang dengan alis berkerut, tidak senang dengan terjadinya perkelahian dan permusuhan yang dia tahu dapat menjadi besar ini. Akan tetapi sebaliknya, Thian Sin memandang dengan senyum tenang sehingga So Cian Ling yang memang sudah tertarik kepada pemuda ini, merasa semakin kagum. Dia tahu bahwa pemuda tampan ini, yang kabarnya adalah putera Pangeran Ceng Han Houw yang terkenal sebagai seorang perayu wanita yang tampan dan juga seorang jagoan tanpa tanding yang pernah menggemparkan dunia persilatan, adalah seorang pemuda yang memiliki ilmu kepandaian tinggi.

Ingin sekali dia berkenalan lebih intim dengan pemuda ini, akan tetapi sayangnya, keadaan membuat mereka berdiri saling berhadapan sebagai lawan. Sementara itu, perkelahian antara Kong Liang yang dikeroyok oleh dua orang pengemis Bu-tek Kai-pang terjadi dengan serunya karena dua orang pengemis itu kini semakin penasaran dan mereka telah mengerahkan seluruh tenaga dan mengeluarkan semua kepandaian mereka untuk mengalahkan orang muda itu.

Namun, kiranya masih harus membutuhkan sedikitnya enam orang seperti mereka untuk dapat mengalahkan Cia Kong Liang, pemuda yang sudah mewarisi kepandaian ketua Cin-ling-pai itu dan perlahan-lahan, sinar pedang berwarna keemasan itu makin kuat dan makin menindih sinar dua batang tongkat hitam mereka.

Melihat betapa dua orang pengemis Bu-tek Kai-pang itu takkan menang, diam-diam Siangkoan Wi Hong lalu memberi isyarat kepada tiga orang suhengnya yang juga menjadi anggauta atau anak buah ayahnya, Pak-thian Sam-liong.

Tiga orang laki-laki gagah yang merupakan murid-murid kepala Pak-san-kui ini, biarpun termasuk golongan kaum sesat, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang berkedudukan tinggi sehingga segan melakukan hal yang dianggapnya rendah seperti misalnya pengeroyokan, karena mereka itu menganggap kedudukan mereka tinggi sehingga malu untuk mengeroyok, bukan karena memang sungguh-sungguh berwatak jantan atau gagah.

Maka, melihat isyarat sute mereka yang juga merupakan tuan muda mereka, ketiganya saling pandang, lalu mereka melepaskan jubah masing-masing sehingga nampak pakaian mereka yang ringkas, putih-putih dengan sabuk biru dan di punggung masing-masing nampak sebatang pedang.

"Ji-wi Sin-kai, mundurlah, biar kami yang menggantikan ji-wi!" kata seorang diantara mereka kepada dua orang pengemis yang sudah terdesak hebat itu.

"Kami belum kalah!" teriak seorang di antara dua pengemis itu sambil mencoba untuk membalas serangan lawan dengan tongkatnya.

Melihat kebandelan dua orang pengemis itu, Pak-thian Sam-liong mendongkol. Sudah jelas terdesak, dan tinggal menanti mampus saja, mengapa masih berlagak, pikir mereka.

"Orang she Cia, lawanlah kami Pak-thian Sam-liong kalau memang engkau jagoan!"

Mereka berteriak, kini menggunakan akal lain, menantang putera ketua Cin-ling-pai itu. Kong Liang juga mendongkol bahwa sampai begitu lamanya dia belum juga berhasil merobohkan dua orang lawannya, padahal dia sudah mendesak mereka dengan hebat. Kini mendengar tantangan Pak-thian Sam-liong, dia berseru keras.

"Kalau kalian sudah bosan hidup, majulah sekalian, siapa takut kepada orang-orangnya Pak-san-kui?"

Tantangan ini terlalu tekebur, pikir Han Tiong yang mengerutkan alisnya.
"Paman, biarkan aku menghadapi mereka!" katanya karena dia mengkhawatirkan pamannya kalau sampai dikeroyok lima!

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: