*

*

Ads

Kamis, 25 Mei 2017

Pendekar Sadis Jilid 068

"Han Tiong, jangan! Biarkan aku sendiri merobohkan mereka!" jawab Kong Liang tegas, ucapan yang menunjukkan wataknya yang angkuh, tidak mau dibantu dan seolah-olah dia sudah yakin akan menang sehingga dia menggunakan kata-kata "merobohkan" mereka.

Han Tiong tidak berani membantah dan Thian Sin tersenyum kepadanya ketika melihat Pak-thian Sam-liong kini sudah terjun ke dalam medan pertempuran membantu dua orang kakek pengemis, karena mereka tadi ditantang, jadi merekapun tidak segan-segan lagi untuk mengeroyok!

"Tiong-ko, fihak mereka masih ada, mengapa tidak sikat mereka ini saja? Orang she Siangkoan ini agaknya masih belum kapok! Hayo Siangkoan Wi Hong, kalau engkau ingin kurobohkan untuk ke dua kalinya, majulah engkau!"

Siangkoan Wi Hong tertawa untuk menyembunyikan rasa marah dan malunya ketika diingatkan akan kekalahannya melawan pemuda ini di depan orang-orang lain, terutama di depan para murid See-thian-ong dan Lam-sin,

"Ha-ha-ha, bocah sombong, kalau engkau mampu mengalahkan yang-kimku ini, biarlah engkau boleh membuka mulut lebar!"

Akan tetapi tiba-tiba berkelebat bayangan So Cian Ling yang sudah maju menyambut Thian Sin sambil berseru kepada Siangkoan Wi Hong,

"Siangkoan-kongcu, biarlah aku yang menghadapi dia ini!"

Dan tanpa banyak cakap lagi So Cian Ling menerjang dan menyerang dengan pedangnya yang bersinar putih! Thian Sin cepat mengelak dan menegur dengan suara penuh sesalan.

"Hemm, kukira engkau telah sadar ketika kita saling berjumpa di Bwee-hoa-san, ternyata sekarang engkau kembali memusuhi kami tanpa sebab!"

Akan tetapi, So Cian Ling sudah menyerang lagi sambil berkata,
"Orang she Ceng, keluarkanlah senjata dan kepandaianmu!" dara ini memang merasa tertarik kepada Thian Sin, kagum dia melihat ketampanan, kegagahan dan juga sikap Thian Sin, maka sekarang dia hendak melihat sampai dimana ilmu kepandaian pemuda ini.

Pernah dia melihat Thian Sin mengalahkan seorang di antara tiga orang pewaris ilmu-ilmu kakeknya, akan tetapi memang tingkat kepandaian tiga orang paman itu masih rendah dan dia belum menguji sendiri sampai di mana kelihaian Thian Sin. Oleh karena itu, melihat kesempatan ini dia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan dan segera menandingi Thian Sin, biarpun di dalam hatinya dia sama sekali tidak membenci atau memusuhi Thian Sin. Sebaliknya malah, dia ingin sekali mengenal Thian Sin lebih dekat, sebagai sahabat baik!

Akan tetapi Thian Sin tidak mau mengeluarkan pedang pemberian neneknya, yaitu Gin-hwa-kiam. Pedang itu dianggapnya benda pusaka warisan neneknya. Dan dia menganggap bahwa lawannya ini, murid See-thian-ong, bukankah lawan yang perlu dihadapi dengan pedang. Dengan amat gesitnya dia mengelak ke kanan kiri dari sambaran pedang yang bersinar putih itu, dan sambil mengelak diapun balas menyerang dengan tamparan-tamparan yang amat kuat, karena tamparan itu mengandung tenaga Thian-te Sin-ciang.

"Wuut-wuuut-singgggg...!"






Pedang di tangan So Cian Ling bergerak cepat sekali dan menyambar-nyambar kuat, namun Thian Sin dapat mengelak lebih cepat lagi dan ketika pedang itu masih meluncur menyambar dengan tusukan kilat ke arah lehernya, tangan kirinya menangkis.

"Eh...?"

So Cian Ling terkejut dan berusaha menarik pedangnya karena dia tidak ingin pedangnya bertemu dengan tangan kosong pemuda itu, membayangkan betapa tangan itu tentu akan robek atau putus kalau bertemu dengan pedang pusakanya. Namun gerakannya kalah cepat dan pedang itu bertemu dengan tangan kiri Thian Sin.

"Plakk!"

Dara itu terpekik dan meloncat ke belakang. Tangan itu seperti daging yang amat lunaknya terasa oleh tangannya yang memegang pedang, akan tetapi sama sekali tidak terluka. Dia memandang kagum bukan main. Tahulah dia bahwa pemuda ini telah memiliki tenaga sin-kang yang tingkatnya sudah amat tinggi sehingga bukan hanya dapat membuat tangan menjadi sekeras baja, akan tetapi juga membuat tangan itu menjadi selemas kapas dan tidak mungkin dapat terluka! Itulah tingkat sin-kang yang baginya masih terlalu tinggi dan mungkin hanya gurunya saja yang sudah mencapai tingkat itu!

"Engkau hebat...!" katanya berbisik, namun cukup untuk dapat terdengar oleh Thian Sin.

Pemuda ini merasa mukanya agak panas karena merasa malu dan juga senang sekali mendapat pujian lawannya. Maka diapun lalu mencoba ilmu yang baru saja dipelajarinya dari kakeknya, yaitu Ilmu Silat Pat-hong Sin-kun (Silat Sakti Delapan Penjuru Angin) yang dipelajarinya dari Yap Kun Liong. Dan benar hebat ilmu ini, apalagi dimainkan oleh orang yang sudah memiliki tingkat gin-kang dan sin-kang seperti dia!

Ilmu Silat Pat-hong Sin-kun adalah ilmu silat tingkat tinggi yang tidak mungkin dapat dikuasai sepenuhnya oleh Thian Sin yang baru mempelajari selama sebulan saja! Akan tetapi, karena memang pada dasarnya pemuda ini telah memiliki ilmu-ilmu silat tinggi, terutama setelah dia menguasai Ilmu Silat Thai-kek Sin-kun yang merupakan biang ilmu-ilmu silat tinggi, gerakannya sudah amat cepat dan juga hebat ketika dia mainkan Pat-hong Sin-kun sehingga dia dapat membalas serangan pedang lawan dengan sama cepat dan seringnya. Hal ini amat mengagumkan Cian Ling sehingga berkali-kali dara ini mengeluarkan suara memuji.

Siangkoan Wi Hong sejak tadi menonton pertandingan ini dan hatinya merasa semakin tidak senang mendengar betapa Cian Ling memuji-muji pemuda putera Pangeran Ceng Han Houw itu. Pemuda putera Pak-san-kui ini tadinya selalu merasa bahwa di dunia ini tidak akan ada pemuda yang melebihi dia! Akan tetapi, dia harus mencatat kenyataan pahit ketika dia dikalahkan oleh Thian Sin dan sekarang, selagi dia ingin membalas kekalahannya itu dengan mengandalkan yang-kimnya sebagai senjatanya yang paling diandalkan didahului oleh Cian Ling dan mendengar betapa Cian Ling memuji-muji Thian Sin.

"Bocah sombong!" teriaknya dan dia sudah menerjang maju.

"Plakk!"

Ujung yang-kim yang menyerang Thian Sin dengan hebatnya itu tersampok miring dan ternyata yang menangkis itu adalah tangan kiri Han Tiong yang berkata dengan tenang,

"Saudara Siangkoan yang gagah, apakah tidak malu untuk melakukan pengeroyokan?"

Kemarahan Siangkoan Wi Hong makin berkobar,
"Keparat, siapa takut berhadapan dengan putera Pendekar Lembah Naga?"

Setelah berkata demikian, yang-kimnya bergerak cepat meluarkan suara berdering dan yang-kim itu sudah menyambar ke arah kepala Han Tiong. Han Tiong dengan sikapnya yang selalu tenang dan waspada itu dengan mudah mengelak sampai belasan kali sambil diam-diam mempelajari gerakan-gerakan senjata aneh itu. Hanya kadang-kadang saja dia membalas dengan tamparan Thian-te Sin-ciang untuk menahan serangan lawan yang bertubi-tubi datangnya dan amat berbahaya itu.

Sementara itu, melihat betapa sumoinya yang berpedang, dia tahu lebih lihai daripada dia sendiri itu, belum juga mampu mendesak lawannya yang bertangan kosong, dan mendengar betapa sumoinya itu memuji-muji lawan, Ciang Gu Sik juga menjadi penasaran dan marah. Diam-diam perjaka tua yang berusia tiga puluh lima tahun ini tergila-gila kepada sumoinya, maka kini melihat adanya tanda-tanda bahwa sumoinya tertarik kepada pemuda ganteng yang lihai ini, tentu saja dia merasa cemburu dan iri hati.

Tanpa banyak cakap lagi dia sudah mencabut joan-pian terselaput emas itu dan nampaklah sinar keemasan ketika joan-pian itu bergerak menyambar dan menyerang Thian Sin.

"Suheng! Jangan main keroyok! Aku tidak perlu bantuan!" Cian Ling berseru kaget melihat gerakan suhengnya.

Akan tetapi Ciang Gu Sik tidak mau peduli, bahkan mempercepat gerakannya menyerang Thian Sin dengan senjatanya. Namun dengan mudahnya Thian Sin mengelak, bahkan dua kali dia menangkis dengan tangan telanjang, membuat ujung cambuk baja terselaput emas itu membalik dan mengejutkan pemegangnya.

Sementara itu, Cia Kong Liang juga sudah dikeroyok oleh lima orang, yaitu dua orang pengemis dari Bu-tek Kai-pang dan tiga orang Pak-thian Sam-liong! Pendekar muda putera ketua Cin-ling-pai ini mengamuk dengan pedangnya, namun karena lima orang lawannya itu tergolong tokoh-tokoh yang lihai, dia dikepung rapat oleh Pak-thian Sam-liong yang masing-masing memegang pedang dan dua orang pengemis yang masing-masing memegang tongkat.

Kong Liang terpaksa harus memutar pedangnya dan mainkan Siang-bhok Kiam-sut, ilmu pedang yang luar biasa itu dan yang memang merupakan ilmu pedang yang amat kuat dalam pertahanan. Seluruh gulungan sinar pedangnya seolah-olah menyelimuti tubuhnya, merupakan benteng baja yang kokoh kuat sehingga semua serangan lima orang lawan itu selalu tertangkis dan tidak pernah dapat menembus benteng gulungan sinar keemasan yang amat kuat itu.

Betapapun juga, tidaklah mudah bagi Kong Liang untuk balas menyerang karena lima orang pengeroyoknya itu benar-benar dapat bekerja sama dengan baiknya, terutama setelah Pak-thian Sam-liong membentuk barisan Sha-kak-tin (Barisan Segi Tiga), dibantu pula oleh dua orang kakek pengemis yang lihai.

Juga pertandingan antara Siangkoan Wi Hong dan Han Tiong berlangsung dengan seru dan kelihatannya seimbang. Padahal, sesungguhnya bukanlah demikian. Memang harus diakui bahwa setelah dia mempergunakan senjatanya yang aneh, yaitu yang-kim, Siangkoan Wi Hong kini jauh lebih lihai daripada ketika dia dengan tangan kosong melawan Thian Sin, bagaikan seekor harimau tumbuh sayap.

Akan tetapi, dibandingkan dengan putera Pendekar Lembah Naga itu, dia masih kalah jauh, apalagi dalam kehebatan ilmu silat yang dipelajari oleh putera pendekar sakti itu.

Biarpun Han Tiong bertangan kosong, namun kalau dia menghendaki, dia dapat mendesak lawan dengan serangan-serangan ampuhnya. Akan tetapi Han Tiong tidak mempunyai keinginan untuk merobohkan lawan. Antara dia dan Siangkoan Wi Hong tidak ada permusuhan apapun, dan dia tidak membenci pemuda ini, maka mengapa dia harus merobohkannya dan melukainya? Dia lebih banyak bertahan saja dan mencoba untuk mengalahkan lawan tanpa melukainya, dan tentu saja hal ini tidak mudah mengingat bahwa Siangkoan Wi Hong merupakan seorang lawan yang cukup pandai, bahkan berbahaya sekali.

Berbeda dengan Han Tiong, begitu Ciang Gu Sik maju mengeroyoknya, Thian Sin segera menghadapinya dengan kekerasan. Sejak tadi dia mainkan Pat-hong Sin-kun untuk menghadapi Cian Ling, sekalian untuk melatih ilmu silat baru ini, dan begitu dia melihat Ciang Gu Sik memasuki medan perkelahian dan menyerangnya dengan hebat, dia cepat mencoba pula ilmu barunya yang dipelajarinya dari Kakek Yap Kun Liong, yaitu Pek-in-ciang.

Begitu dia mengerahkan sin-kang dan menggunakan pukulan dengan tangan kirinya mengerahkan Pek-in-ciang nampak uap mengepul dari telapak tangannya. Itulah sebabnya ilmu ini dinamakan Pek-in-ciang (Tangan Awan Putih).

Ciang Gu Sik adalah murid pertama See-thian-ong, sungguhpun tingkat kepandaiannya masih di bawah So Cian Ling, namun dia memiliki banyak pengalaman pertempuran dan termasuk seorang tokoh pandai. Akan tetapi dia terkejut ketika merasa betapa uap putih itu menyambar dahsyat, membuat ujung joan-pian yang dipergunakan untuk menyerang itu membalik!

Pada saat itu, Cian Ling sudah menusukkan pedangnya ke arah leher Thian Sin sambil membentak nyaring, bentakan yang dikeluarkan agar pemuda itu dapat peringatan lebih dulu sebelum dia menyerang karena majunya suhengnya yang mengeroyok ini membuat hatinya tidak enak.

Thian Sin yang ingin memamerkan kepandaiannya, masih tetap menggunakan Pek-in-ciang, mendorongkan tangannya yang mengeluarkan uap putih itu ke arah pedang sehingga pedang itupun menyeleweng. Akan tetapi, Thian Sin kurang pengalaman dan tidak tahu bahwa Pek-in-ciang lebih tepat dan ampuh kalau dipergunakan untuk melawan orang yang bertangan kosong.

Kini, menghadapi dua lawan yang bersenjata dia mengandalkan Pek-in-ciang, tentu saja tidak tepat karena Pek-in-ciang itu baru ampuh kalau bertemu dengan tubuh dan tangan lawan, dan kalau untuk menghadapi senjata tajam yang keras, hanya mampu mendorongnya sedikit saja. Maka kini dia dihujani serangan dan akhirnya ujung joan-pian di tangan Ciang Gu Sik itu berhasil melecut pundaknya dan ujung joan-pian yang digerakkan dengan ahli itu terus melilit lehernya!

"Aihhh...!" Cian Ling memekik kaget, dan menahan tusukan pedangnya.

Akan tetapi sesaat kemudian, bukan Thian Sin yang mengeluh, melainkan Gu Sik sendiri.

"Auhhhhh... ah, lepaskan...!"

Murid See-thian-ong ini terbelalak, terengah dan menarik-narik joan-piannya yang melingkari leher Thian Sin!

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: