*

*

Ads

Selasa, 02 Mei 2017

Pendekar Sadis Jilid 029

Justeru pelajaran inilah yang menimbulkan konflik-konflik dalam batin kita, antara kenyataan dan angan-angan seperti yang kita kehendaki. Kenyataannya kita serakah, akan tetapi angan-angannya, yang dijejalkan kepada kita adalah agar kita tidak serakah, dan demikian seterusnya.

Jadi sumber penyakitnya tidak diobati dan dilenyapkan, hanya rasa nyeri yang timbul dari penyakit itu saja yang kita usahakan untuk diringankan atau dilenyapkan. Maka tentu saja akan selalu timbul pula. Dan sumber penyakitnya itu berada pada si aku yang selalu ingin senang dan ingin menjauhi susah.

Dua tahun sudah mereka digembleng ilmu silat oleh Cia Sin Liong. Keduanya tekun sekali berlatih sehingga mereka memperoleh kemajuan yang amat cepat, apalagi pengajarnya adalah pendekar yang memiliki kepandaian tinggi itu.

Sebagai dasar, Sin Liong mengajarkan Thai-kek Sin-kun kepada mereka dan memang ilmu silat ini dapat menjadi dasar yang amat baik untuk kemudian mempelajari ilmu-ilmu lain yang tinggi dan aneh. Di samping ilmu silat, juga dua orang pemuda itu melanjutkan latihan mereka bersamadhi dengan duduk bersila seperti yang diajarkan oleh Hong San Hwesio, akan tetapi sekarang mereka bersamadhi bukan hanya untuk menenteramkan batin, melainkan untuk melatih pernapasan dan untuk menghimpun tenaga sakti. Dan dianjurkan untuk berlatih di tempat-tempat terbuka, di bawah cahaya matahari, terutama matahari pagi dan matahari senja.

"Pada saat-saat matahari mulai timbul dan matahari mulai tenggelam, matahari menyinarkan daya-daya kekuatan yang mujijat dan kalian akan dapat menyerap tenaga-tenaga sakti dari sinarnya kalau melakukan samadhi di saat-saat seperti itu," demikian antara lain Sin Liong berkata.

Oleh karena itu, tidak jarang dua orang pemuda itu melakukan siulian di tempat-tempat terbuka, di waktu mereka melakukan pekerjaan di sawah ladang dan selagi istirahat dari pekerjaan itu tentu mereka pergunakan untuk melakukan siulian (samadhi). Ketika mereka dididik oleh Hong San Hwesio mereka secara terpaksa hanya makan sayur-sayuran saja seperti juga para hwesio, akan tetapi sekarang, di Istana Lembah Naga, mereka makan seperti orang biasa, juga makan daging.

Dan dalam makanan ini pun terdapat perbedaan antara keduanya. Thian Sin suka sekali makan daging, sebaliknya Han Tiong lebih suka makan sayur dan buah-buahan, sungguhpun dia tidak berpantang daging. Juga kalau Thian Sin suka pula minum arak, sungguhpun bukan pemabuk, maka Han Tiong tidak begitu suka dan hanya minum arak untuk menghangatkan tubuh saja.

Memang sudah nampak perbedaan besar antara dua orang muda ini. Thian Sin lebih peka terhadap kesenangan dan kenikmatan, sedangkan Han Tiong lebih sederhana dan lebih bijaksana untuk tidak terlalu menyerah kepada kehendak bersenang diri melainkan lebih memperhatikan tentang menjaga kesehatan dirinya.

Usia Han Tiong kini telah enam belas tahun dan Thian Sin berusia lima belas tahun. Usia menjelang dewasa bagi para muda, dan bagi pria khususnya perubahan peralihan dari masa kanak-kanak menuju ke dewasa ini ditandai oleh perubahan dalam suara mereka. Dalam usia seperti ini pada umumnya berahi mulai mengusik batin seorang muda. Hal ini adalah wajar, terdorong oleh pertumbuhan badan dan mulailah terdapat daya tarik yang memikat hati kalau melihat lawan jenisnya.

Mulailah Thian Sin memandang ke arah gadis-gadis dusun dengan sinat mata lain, dengan denyut jantung berbeda daripada biasanya. Sinar matanya penuh dengan keinginan tahu, mulai dapat melihat bahwa pada diri gadis-gadis itu terdapat rahasia-rahasia yang amat menarik keinginan tahunya.






Perkembangan atau pertumbuhan naluri para muda adalah sesuatu yang amat wajar. Pertumbuhan jasmani dengan sendirinya membentuk pula dorongan-dorongan ke arah gairah berahi sebagai suatu kewajaran karena segala sesuatu yang ada, termasuk manusia, sudah memiliki kecondongan ke arah pertemuan lawan kelamin. Ini adalah hal yang wajar, digerakkan oleh kekuasaan yang mengatur seluruh alam mayapada dengan segala isinya agar tidak sampai habis binasa, agar ada perkembang-biakan di setiap jenis mahluk, termasuk manusia. Pertumbuhan ke arah kedewasaan mulai menumbuhkan pula tuntutan jasmani ke arah pendekatan dengan lawan jenisnya ini.

Thian Sin memiliki kepekaan dan juga memiliki gairah yang amat besar, oleh karena itu dialah yang lebih dulu terlanda gairah berahi ini. Bermula dengan perasan senang untuk memandang wanita, terutama yang sebaya dengannya. Dan keadaan sekelilingnyalah yang mengajarkan tentang hubungan kelamin kepadanya. Kini dia memandang dengan sinar mata berbeda kalau dia melihat sepasang ayam melakukan hubungan kelamin, atau kalau dia yang suka bermain-main adu jengkerik dengan teman-temannya, yaitu anak-anak dusun sekitarnya, melihat jengkerik jantan dan jangkerik betina melakukan hubungan kelamin.

Kalau di waktu kecil, penglihatan ini tidak mendatangkan sesuatu dalam perasaannya, hanya nampak sebagai suatu peristiwa wajar dalam mata kanak-kanak dan kemudian lewat begitu saja dalam ingatannya tanpa membekas, setelah dia mulai dewasa kini penglihatan itu berubah menjadi sesuatu yang aneh, yang mendatangkan perasaan mesra dan ingin tahu dalam hatinya, kemudian berhenti dalam ingatannya untuk dibayang-bayangkan kembali dalam renungan!

Akan tetapi, teringat akan wejangan-wejangan Hong San Hwesio tentang berahi, Thian Sin lalu menahan dan menekan dorongan-dorongan berahi ini.

"Berahi merupakan satu di antara kekuatan-kekuatan yang mengandung tenaga sakti dalam tubuh," demikian antara lain Hong San Hwesio memberi wejangan. "Kalau engkau dapat mengekangnya, maka hal itu akan menjadi tenaga sakti dalam tubuhmu. Akan tetapi kalau dituruti, hal itu akan menghancurkan tenaga sakti. Berahi itu adalah hawa sakti yang ingin keluar, oleh karena itu kendalikanlah, pertahankanlah sedapat mungkin."

Wejangan seperti itu memang dianggap wajar dan benar karena sudah menjadi tradisi dan kepercayaan umum bagi agamanya. Dan memang dapat dinyatakan bahwa dalam wejangan itu terdapat suatu kebenaran bahwa dorongan berahi itu yang wajar, yang bukan buatan pikiran yang membayang-bayangkan kenikmatan, adalah merupakan suatu dorongan hawa sakti, bahkan pelepasannya tidak luput dari pengaruh kekuatan yang amat mujijat sehingga pelepasannya merupakan sarana bagi perkembang-biakan semua mahluk hidup di dunia ini!

Sungguh terdapat kemujijatan yang amat ajaib dalam semua ini, terdapat sesuatu yang amat suci dan gaib dalam hubungan kelamin. Betapa kekuasaan yang tak terbataslah mengatur semua itu dengan tertib dan indah. Hubungan itu adalah syarat mutlak untuk perkembang-biakan manusia dan untuk menuntun manusia ke arah itu setelah mulai dewasa, maka terdapat gairah-gairah berahi dan di dalam pelaksanaannya itu sendiri terkandung kenikmatan. Semua ini mendorong manusia untuk condong melakukan hubungan kelamin dan dengan demikian terjaminlah berlangsungnya perkembang-biakan manusia.

Betapa mujijatnya! Kurang sedikit saja dalam ketertiban yang sudah diatur sempurna itu, timbul bahaya kehancuran dan lenyaplah kemanusiaan! Andaikata tidak terdapat kenikmatan, maka manusia tentu tidak akan terdorong melakukannya dan kelanjutan manusia tentu akan terancam karenanya. Dorongan itu bahkan sudah ada dalam diri setiap orang, gairah berahi adalah pembawaan lahir, alamiah.

Manusia sendirilah yang merusak semua keindahan dan kesempurnaan ini, dengan jalan memelihara kesenangan dan kenikmatannya sehingga hal yang suci itu, karena sesungguhnya hubungan kelamin merupakan hal yang suci, berubah menjadi kesenangan yang dikejar-kejar dan dicari-cari hanya untuk diraih sebagai pelepas nafsu dan untuk mencapai kepuasan belaka! Maka muncullah hal-hal yang hanya akan mendatangkan sengsara!

Kita memang selalu merusak keindahan dan ketertiban yang alamiah dan wajar. Setiap manusia sejak lahir sudah mempunyai selera dan gairah untuk makan. Kekuasaan yang maha sempurna telah mengaturnya sehingga kalau tubuh membutuhkan makan, timbul selera dan gairah dan perut sendiri memberontak minta diisi.

Dengan demikian, proses makan maupun kebutuhan lain dari tubuh seperti pernapasan dan sebagainya, merupakan hal wajar dan untuk memberi dorongan kepada manusia untuk memenuhi tuntutan jasmani melalui perut ini, manusia telah diberi rasa enak di waktu mengisi perut. Bukankah hal ini, seperti juga tuntutan berahi yang menjadi sarana pembiakan, merupakan suatu kewajaran? Bukankah rasa enak dalam makan, rasa nikmat dalam hubungan kelamin, merupgkan mujijat dan anugerah yang berlimpah?

Namun sayang seperti juga dalam gairah berahi, dalam gairah makanpun juga kita tidak lagi mementingkan kebutuhan jasmani atau kebutuhan perut, melainkan mementingkan rasa enak itulah! Kita melupakan artinya yang hakiki, kita melupakan kepentingannya dan hanya mengejar rasa enak dalam makan, dan mengejar rasa nikmat dalam hubungan badan. Dan seperti juga dalam hubungan kelamin yang terjadi karena pengejaran kenikmatan belaka, maka dalam makan yang terjadi karena pengejaran keenakan belaka, bermunculanlah akibat-akibat yang menyengsarakan!

Harus kita akui bahwa dalam pelaksanaan gairah itu memang terdapat rasa enak, terdapat rasa nikmat dan perasaan nikmat itu adalah anugerah yang terbawa lahir oleh kita semua. Jadi, bukan berarti bahwa kita harus MENOLAK makan enak atau menolak kenikmatan bersetubuh, sama sekali bukan. Keenakan, kelezatan atau kenikmatannya itu adalah anugerah, kita berhak menikmatinya, dan sama sekali tidak berbahaya. Yang berbahaya adalah kalau sudah timbul PENGEJARAN. Pengejaran kesenangan, pengejaran kenikmatan inilah yang menjadi sumber segala derita, segala konflik dan kesengsaraan.

Thian Sin yang mulai merasakan dorongan-dorongan gairah nafsu berahi itu teringat akan wejangan Hong San Hwesio, maka diapun cepat-cepat bersamadhi untuk menghalaunya, untuk menekannya di waktu gairah itu timbul. Namun, begitu dia melakukan penekanan-penekanan itu, gairah berahi itu timbul semakin sering! Timbul lagi, ditekan lagi, timbul lagi, ditekan lagi dan terjadilah lingkaran setan yang membuat pemuda itu gelisah.

Dan pada suatu malam, dalam mimpi, gairah berahi ini mendesak sedemikian kuatnya sehingga dia terbangun dengan kaget dan dia menjadi semakin gelisah ketika melihat betapa celananya menjadi basah! Teringatlah dia akan semua wejangan Hong San Hwesio tentang tenaga sakti dalam tubuh! Hong San Hwesio sudah memperingatkan bahwa setelah menjelang dewasa, ada dorongan yang sukar dilawan untuk menyalurkan gairah itu dan dia menasihati dua orang murid atau juga keponakan itu untuk mempertahankan sekuat tenaga agar jangan sampai mani keluar dari badan, apalagi sengaja mengeluarkannya melalui permainan sendiri!

Semua itu telah diungkapkan oleh Hong San Hwesio dan memang ada baiknya bagi orang muda untuk mengetahui seluk-beluk tentang bersetubuh ini. Banyak pemuda yang didorong oleh gairahnya, ditambah khayalan-khayalan yang dapat dilihatnya pada binatang-binatang yang melakukan hubungan atau didengarnya dari teman-teman, atau dibacanya melalui buku-buku, maka banyak sekali yang melakukan permainan dengan dirinya sendiri, baik mempermainkan batin dengan bayangan-bayangan dan khayalan-khayalan tentang persetubuhan, maupun mempermainkan alat kelamin dengan tangan sendiri dan lain-lain yang disebut onani.

Thian Sin sudah mendengar tentang itu dan karena Hong San Hwesio memperingatkan dia tentang bahayanya hal itu, tentang kerugiannya, bahkan samar-samar hwesio itu mengatakan bahwa perbuatan itu jahat, maka begitu dia terbangun dari mimpi dan melihat celananya basah, tahulah dia bahwa dia telah mengeluarkan mani dalam tidurnya, melalui mimpinya! Bukan main gelisah hati Thian Sin. Setelah membersihkan diri dengan air dan berganti pakaian, dia cepat-cepat duduk melakukan siulian untuk memulihkan tenaga sakti yang terbuang melalui pemancaran mani itu.

Pada keesokan harinya, Han Tiong dapat melihat perubahan muka pada adik angkatnya. Wajah Thian Sin nampak lesu dan dibayangi kegelisahan.

"Sin-te, apakah yang terjadi padamu? Engkau nampak begitu lesu dan muram?" tegurnya dengan halus dan penuh perhatian.

Melihat wajah kakak angkatnya, mendengar teguran yang halus itu, seketika terhiburlah hati Thian Sin karena dia seperti melihat uluran tangan yang hendak menolongnya.

"Tiong-ko, celaka sekali. Malam tadi... aku bermimpi dan... dan aku telah... celanaku basah..."

Dia menerangkan dengan gagap, sungguhpun biasanya dia tidak pernah ragu-ragu untuk menceritakan segalanya kepada kakak angkatnya yang amat disuka dan dihormatinya itu.

Berkerut alis Han Tiong yang tebal hitam itu, sepasang matanya membayangkan kekhawatiran. Betapapun juga, sama dengan Thian Sin, dia amat memperhatikan semua nasihat dan wejangan Hong San Hwesio maka mendengar bahwa adik angkatnya telah mimpi sehingga mengeluarkan mani yang dianggap sebagai tenaga sakti dalam tubuh, dia merasa gelisah juga.

"Aih, Sin-te... bagaimana dapat terjadi itu? Apakah engkau terlalu memikir-mikirkan hal itu?"

Thian Sin mengangguk.
"Kemarin aku bicara dengan beberapa orang teman di dusun. Seorang diantara mereka menceritakan betapa dia pernah melihat kakaknya dan kakak isterinya melakukan hubungan kelamin. Dari cerita itulah datangnya khayalan dan kenangan yang terbawa dalam mimpi, Tiong-ko. Bagaimana baiknya, Tiong-ko, aku gelisah sekali. Semalam aku sudah melakukan samadhi, sampai pagi, akan tetapi aku tetap saja merasa gelisah."

Han Tiong sendiri tidak pernah mengalami hal itu, maka diapun bingung.
"Jangan gelisah, adikku. Mari kita minta nasihat ayah."

"Ah, aku... aku takut, Tiong-ko."

"Kenapa takut? Engkau tidak melakukan sesuatu yang salah, hal itu terjadi di luar kesadaranmu, dalam mimpi. Orang yang melakukan sesuatu tanpa disengaja, tidak berbuat salah, jangan takut, biar aku yang bercerita kepada ayah."

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: