*

*

Ads

Sabtu, 29 April 2017

Pendekar Sadis Jilid 015

Semua kesalahan sangka dari Tiong Pek itu tentu saja membuat Kui Lan mengerti bahwa sekali inipun Tiong Pek telah salah lihat, jadi tidak mungkin dia terlalu menyalahkannya! Kini melihat suami adiknya itu berlutut dan minta ampun, lenyaplah kemarahannya, sungguhpun dia merasa betapa perbuatan tadi sungguh sudah keterlaluan sekali dan akan terjadi geger kalau sampai terlihat oleh orang lain.

“I-thio (sebutan untuk suami saudara perempuan), lain kali jangan engkau begitu ceroboh!” tegurnya.

“Maaf, I-i... maaf, ah, aku layak mampus! Mataku seperti telah buta... akan tetapi sudilah engkau memaafkan aku dan tidak memberitahukan kebodohanku ini kepada orang lain...”

“Tentu saja... asal lain kali engkau jangan begitu ceroboh lagi, I-thio.” Kata Kui Lan yang segera meninggalkan laki-laki yang masih berlutut itu.

Pengalaman ini membuat Tiong Pek semakin berkobar! Dianggapnya bahwa ketidak marahan Kui Lan itu sebagai tanda bahwa wanita itu diam-diam memang menyambut cintanya! Makin dibayangkan, makin mesra dan menyenangkan pengalaman itu, makin mendesaknya untuk mendapatkan yang lebih daripada itu!

Demikianlah terciptanya gelora segala macam nafsu. Dari pikiran! Pikiran mengunyah-ngunyah pengalaman dalam kenangan memupuk dan bahkan membumbui dengan khayal sehingga pengalaman yang menyenangkan itu dianggap semakin hebat lagi, mempunyai daya tarik yang amat kuat sehingga mendorong kita untuk mengulangnya.

Pikiran adalah sumber segala macam nafsu keinginan, hal ini dapat dilihat dengan jelas. Pikiran yang membayangkan kembali hal-hal yang lalu, mengenang kembali hal-hal yang menyenangkan, dan pikiran pula yang membayangkan hal-hal yang belum ada, dibayangkan sebagai sesuatu yang amat hebat dan menyenangkan. Pikiran menimbulkan nafsu-nafsu. Pikiran pula yang membanding-banding, menimbulkan perasan iri. Pikiran pula yang membayangkan hal-hal yang belum ada, hal-hal buruk yang mungkin menimpa kita, menimbulkan rasa takut.

Dapatkah kita bebas daripada pikiran yang mengenang-ngenang itu? Bukan berarti kita tidak harus mempergunakan pikiran. Pikiran mutlak perlu bagi kehidupan kita akan tetapi pada tempatnya yang benar, dalam melakukan pekerjaan dan sebagainya. Namun, sekali kita membiarkan pikiran mengenang-ngenang, membanding-banding, memasuki hati, merajuk urusan batin, maka akan terjadilah kekacauan dan akan bangkitlah segala nafsu-nafsu yang menguasai semua tindakan kita.

Makin dibayangkan oleh Tiong Pek, makin hebatlah pengalaman tadi, mendorongnya untuk memperoleh yang lebih dari itu! Keinginan untuk memperoleh kepuasan dan kesenangan, amatlah kuatnya dan kadang-kadang membutakan mata kita, mata lahir maupun mata batin.






Yang nampak hanya bayangan kesenangan itu saja, yang amat menyilaukan. Apa lagi karena isterinya telah beberapa pekan ini sering kelihatan tidak senang dan marah-marah kepadanya, berhubung dengan seringnya dia keluar rumah dan mengumbar kesenangan di luar rumah.

Sementara itu, pengalaman tadi membuat Kui Lan menjadi tidak tenang. Ada kemarahan berkobar di dadanya, kalau saja dia tidak yakin benar bahwa Tiong Pek memang salah mengenalnya dan mengira dia Kui Lin, tentu dia sudah turun tangan dan agaknya mau rasanya dia membunuh pria itu! Akan tetapi, bagaimana mungkin dia akan marah atau menyatakan kemarahannya secara berterang?

Tiong Pek tidak sengaja, jadi tidak bisa terlalu disalahkan. Dan selain itu, Tiong Pek adalah penolongnya, penolong suaminya, telah berjasa dalam mengangkat kehidupan suaminya! Dan juga, kalau sampai peristiwa yang terjadi tadi, peristiwa yang terjadi di luar kesengajaan dan hanya karena kesalahan Tiong Pek mengenalnya saja, terdengar oleh Kui Lin, bukankah hal itu berarti bahwa dia akan menyakitkan hati adik kembarnya itu? Dan mungkin sekali rumah tangga adiknya akan menjadi retak!

Dia tahu bahwa suaminya adalah seorang bijaksana dan andaikata suaminya mendengar akan hal itu, dengan hatinya yang terbuka dan jujur itu tentu suaminya hanya akan tertawa dan menganggap hal itu amat lucu. Suaminya amat mencintanya dan dia tahu bahwa cinta suaminya itu bersih, tanpa cemburu seperti cintanya kepada suaminya.

Betapapun juga, peristiwa itu membuat Kui Lan merasa tubuhnya lemas karena terjadi keguncangan dalam hatinya, terjadi pertentangan-pertentangan dan penekanan-penekanan maka sehabis makan malam bersama adik kembarnya, dia terus saja memasuki kamarnya dengan dalih bahwa kepalanya terasa agak pening. Dia tidak ingin gejolak batinnya akan nampak pada wajahnya dan Kui Lin yang amat peka perasaannya terhadap dia itu akan bertanya-tanya.

Andaikata dia pada siang harinya tidak sudah berjanji akan tidur di rumah adiknya ini, tentu dia akan pulang saja. Akan tetapi, kalau mendadak menyatakan pulang padahal suaminya belum kembali dari perjalanan keluar kota, tentu malah akan mendatangkan kecurigaan Kui Lin saja!

Demikianlah, sore-sore dia telah memasuki kamarnya dan kelelahan batin membuat dia bahkan cepat tidur pulas. Kalau Kui Lan dapat tidur nyenyak dengan mudahnya karena batinnya lelah, sedangkan Kui Lin juga dapat tidur nyenyak karena tidak menyangka sesuatu, adalah Tiong Pek yang gelisah dan tidak dapat tidur sama sekali di samping isterinya. Hati dan pikirannya penuh dengan bayangan peristiwa siang tadi!

Dan memang sejak siang tadi dia sudah mengatur rencana! Khai Sun sedang bertugas jauh, sedikitnya lima hari lagi baru akan pulang. Dan Kui Lan berada di situ, di dalam kamar sendirian saja, dan melihat gelagatnya siang tadi, agaknya Kui Lan mudah memaafkannya dan tidak marah, tentu wanita itu pun menderita kesepian dan akan menerimanya dengan girang walaupun di luarnya kelihatan marah! Semua ini terbayang di benaknya sejak siang tadi dan diam-diam dia pun sudah mengatur rencana sebaik-baiknya.

Ketika dia melihat bahwa isterinya sudah tidur nyenyak, hal ini diketahuinya dari pernapasan yang halus sejak tadi, dia lalu turun dari pembaringan dengan hati-hati sekali! Ketika itu sudah lewat tengah malam dan keadaan sudah amat sunyi. Hawa yang masuk ke dalam kamar dari lubang-lubang di atas jendela mendatangkan hawa dingin yang membuat Kui Lin tidur semakin nyenyak lagi.

Dengan berjingkat-jingkat akhirnya Na Tiong Pek dapat keluar dari kamarnya dan menghampiri kamar di mana Kui Lan tidur sendirian. Sebetulnya kamar itu tidak berapa jauh letaknya dari kamar Kui Lin, Tiong Pek tidak peduli akan semua kenyataan ini. Suasana amat sunyi dan semua pelayan sudah tidur di bagian belakang.

Dengan hati-hati dia menghampiri kamar Kui Lan dan mendengarkan didekat jendela kamar. Dia tahu bahwa pembaringan di dalam kamar itu berada didekat jendela. Dengan mencurahkan perhatiannya, dia dapat menangkap pernapasan halus dan tahulah dia bahwa wanita itupun telah tidur.

Dengan jari-jari tangan gemetar dan jantung berdebar penuh ketegangan, dia lalu mengeluarkan tiga batang hio (dupa biting) dan dinyalakannya dupa-dupa itu, kemudian dupa-dupa yang bernyala itu dia sisipkan di antara celah-celah jendela, dimasukkan kedalam kamar sehingga kini tiga batang dupa itu melepaskan asapnya yang harum kedalam kamar. Tiong Pek memegangi ujung biting dupa itu di luar jendela sambil tersenyum simpul dan matanya berkilat-kilat, bibirnya agak gemetar tanda bahwa hatinya tegang sekali.

Sebetulnya, Tiong Pek bukanlah sebangsa penjahat yang suka mempergunakan asap pembius. Akan tetapi, pekerjaannya sebagai piauwsu membuat dia banyak berkenalan dengan penjahat-penjahat dan dari seorang Jai-hoa-cat yang juga seorang maling dia memperoleh hio-hio itu. Jai-hoa-cat itu mempergunakan asap hio untuk membius pemilik rumah yang akan digarapnya.

Kini Tiong Pek, mempergunakan alat yang keji ini untuk mengirim asap hio pembius ke dalam kamar Kui Lan! Dia membiarkan hio itu terbakar sampai habis dan dengan girang dia mula-mula mendengar suara Kui Lan terbatuk-batuk, kemudian pernapasan wanita itu terdengar semakin berat dan panjang, tanda bahwa wanita itu sudah terbius dan berada dalam keadaan pulas benar-benar!

Maka dia pun Lalu membuka jendela itu, dan menggunakan saputangan basah menutupi hidung dan mulutnya, memasuki kamar dan menggunakan jubahnya untuk mengusir asap yang memenuhi kamar itu keluar.

Setelah asap yang mengandung bius itu terbang keluar dan kamar itu bersih kembali, dia menutupkan lagi daun pintu dan dalam keadaan tergesa-gesa dan tegang, dia tidak menguncikan daun jendela, hanya merapatkannya saja.

Nafsu membuat manusia menjadi lupa segala, dan celakanya, makin dituruti nafsu itu, bukannya dia mereda, bahkan menjadi semakin berkobar dan selalu menghendaki yang lebih lagi daripada yang telah didapatkannya!

Na Tiong Pek lupa diri sehingga sampai malam terganti pagi, dia masih berada di dalam kamar itu. Dia lupa bahwa dia telah mengusir keluar asap bius sehingga kekuatan obat bius itu tidak bertambah dan kini mulailah Kui Lan bergerak dan mengeluh, akan tetapi hal ini tidak menakutkan Tiong Pek yang mengira bahwa setelah kini dia berhasil memiliki tubuh Kui Lan tentu wanita ini akan menyerahkan diri dengan suka rela! Maka dia pun masih memeluk tubuh wanita itu.

Kui Lan membuka matanya dan mula-mula dia tidak sadar, mengira bahwa dia berada dalam pelukan suaminya. Akan tetapi ketika dia melihat wajah pria yang merangkulnya itu di dalam cuaca yang remang-remang, dia menjerit dan meronta, lalu bangkit duduk! Dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika dia mengenal Na Tiong Pek dan melihat betapa tubuhnya tidak berpakaian sama sekali, seperti juga tubuh Na Tiong Pek! Seketika tahulah dia apa yang telah terjadi!

“Jahanam! Keparat hina-dina... ouhhh, engkau jahanam laknat...!”

“I-i... eh, Kui Lan... sssttt, jangan ribut... sudah terlanjur... aku... aku cinta padamu...”

“Jahanam...!”

Kui Lan menyerang lagi ketika pria itu mengelak dan kini terjadilah perkelahian di dalam kamar itu, perkelahian yang terjadi dengan seru antara dua orang yang sama sekali tidak berpakaian!

“Ssst, Kui Lan... kau akan mengejutkan semua orang... kita berpakaian dulu...”

Tiong Pek membujuk dan mulai merasa khawatir, akan tetapi Kui Lan terus menyerangnya sambil menangis.

“Dukk!”

Sebuah tendangan kaki Kui Lan mengenai paha Tiong Pek dan pria ini terhuyung ke belakang dan terguling ke atas pembaringan. Kui Lan mengejar, menubruk dengan kedua tangan menghantam sekuatnya.

“Bukk!”

Hanya bantal dan kasur yang kena dihantamnya karena Tiong Pek sudah menggulingkan tubuhnya turun dari pembaringan dan kini karena dia didesak dan diserang secara bertubi-tubi, dia mencari jalan untuk melarikan diri. Akan tetapi celakanya, Kui Lan terus menyerangnya dan agaknya Kui Lan juga tahu akan maksudnya, maka wanita itu selalu mencegahnya melarikan diri melalui jendela atau pintu.

“Kui Lan... aduhhh, Kui Lan... sudah terlanjur... mengapa engkau mengamuk...?” Tiong Pek menjadi takut sekali.

“Brakkkkk...!”

Tiba-tiba daun pintu terpental dan terbuka, dan tubuh Kui Lin sudah meloncat masuk. Wanita ini membawa pedang dan wajahnya pucat karena dia tadi terkejut bukan main mendengar suara ribut-ribut dan cepat dia mengambil pedang dan melihat bahwa suaminya tidak berada di sisinya, dia cepat lari keluar dan mendengar suara perkelahian di dalam kamar encinya, dia cepat menerjang jendela dan memasuki kamar itu.

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: