*

*

Ads

Sabtu, 29 April 2017

Pendekar Sadis Jilid 014

Akan tetapi pendekar ini tidak tahu apa yang telah terjadi dengan dua orang wanita kembar ini. Sudah hampir tiga belas tahun dia tidak pernah bertemu dengan dua orang adik kandung lain ayah itu. Seperti telah diceritakan dalam kisah Pendekar Lembah Naga, Kui Lan dan Kui Lin adalah adik-adiknya seibu berlainan ayah dan mereka berdua telah menikah.

Perjumpaan Sin Liong dengan dua orang adiknya ini adalah ketika dia hadir dalam upacara pernikahan mereka. Untuk mengetahui apa yang telah terjadi dengan dua orang wanita kembar ini, sebaiknya kita menengok keadaan mereka di Su-couw.

Seperti telah diceritakan dalam kisah Pendekar Lembah Naga, mendiang Kui Hok Boan, yaitu ayah tiri Sin Liong atau ayah kandung Kui Lan dan Kui Lin, bersama anak-anaknya itu pindah ke Su-couw atau lebih tepat lagi di dalam keadaan tidak waras ingatannya dibawa pergi ke Su-couw oleh dua orang puteri kembarnya itu.

Kebetulan sekali, puteranya, atau kakak seayah berlainan ibu dari Lan dan Lin, yang bernama Beng Sin, juga berada di Su-couw dan Kui Beng Sin ini, putera Kui Hok Boan dari wanita lain lagi, juga menikah dengan seorang gadis Su-couw, bernama Ciook Siu Lan, putera seorang piauwsu dari Hek-eng-piauwkiok di Su-couw. Semua ini telah diceritakan dalam kisah Pendekar Lembah Naga.

Kui Lan telah menikah dengan Ciu Khai Sun, seorang pendekar murid Siauw-lim-pai yang gagah perkasa dan bertubuh tinggi besar seperti tokoh Si Jin Kui. Sedangkan Kui Lin, adik kembarnya, menikah dengan Na Tiong Pek yang masih terhitung suheng dari Bi Cu di waktu mereka masih kecil, karena Bi Cu dirawat sejak kecil dan dididik oleh ayah dari Na Tiong Pek ini.

Setelah menikah, Kui Lan ikut dengan suaminya, yaitu Ciu Khai Sun yang tetap tinggal di Su-couw, di rumah yang diberikan pamannya kepadanya. Sedangkan Kui Lin ikut suaminya, Na Tiong Pek yang memiliki perusahaan piauwkiok juga, yaitu Ui-eng-piauwkiok di Kun-ting, Propinsi Ho-pei. Maka berpisahlah dua orang wanita kembar itu ketika mereka menikah.

Akan tetapi perpisahan itu tidak lama, hanya berjalan satu tahun. Hal ini adalah karena Ciu Khai Sun agak sukar memperoleh pekerjaan yang cocok dengan kepandaiannya, yaitu kepandaian silat tinggi yang dilatihnya semenjak dia masih kecil. Sedangkan di lain fihak, Na Tiong Pek membutuhkan bantuan orang pandai untuk memperkuat
perusahaan piauwkiok (ekspedisi, pengawal barang).

Oleh karena itu, dalam pertemuan diantara mereka Na Tiong Pek membujuk Ciu Khai Sun agar ipar ini suka membantunya. Dua orang wanita kembar itu ikut membujuk karena sebagai saudara kembar, tentu saja mereka akan merasa lebih senang kalau dapat hidup bersama, atau setidaknya tinggal di satu kota sehingga lebih mudah bagi mereka untuk saling berkunjung. Akhirnya, Ciu Khai Sun menerima bujukan Na Tiong Pek ini, apalagi mengingat bahwa baginya, pekerjaan menjadi piauwsu tentu saja amat cocok, sesuai dengan kepandaiannya.

Bukan main girangnya hati Na Tiong Pek setelah Khai Sun bekerja membantunya. Khai Sun adalah seorang murid Siauw-lim-pai yang amat lihai, jauh lebih lihai daripada dia sendiri, oleh karena itu, masuknya Khai Sun di Ui-eng-piauwkiok tentu saja memperkuat nama piauwkioknya dan dia tidak takut lagi perusahaannya akan mengalami gangguan dari para penjahat karena ada jagoan yang boleh diandalkan.






Maka selain memberi upah yang amat besar kepada Khai Sun, dia juga bahkan menarik Khai Sun sebagai pesero, dan menyerahkan kekuasaan kepada Khai Sun sebagai wakil ketua atau orang ke dua di dalam piauwkiok itu setelah dia sendiri.

Pada permulaannya, perpindahan Khai Sun ke Kun-ting itu berjalan lancar dan kedua keluarga ini merasa berbahagia, terutama sekali Kui Lan dan Kui Lin. Setelah Kui Lan pindah ke Kun-ting dan tinggal di sebuah rumah yang tidak jauh letaknya dari rumah adik kembarnya, mereka dapat saling berkunjung setiap hari dan tentu saja bagi mereka berdua yang memiliki pertalian batin yang lebih kuat daripada saudara-saudara biasa, hal ini amat membahagiakan.

Namun kehidupan manusia di dunia ini tidaklah kekal, dan kebahagiaan atau yang dianggap sebagai kebahagiaanpun tidak kekal adanya, sungguhpun segala peristiwa itu merupakan akibat daripada ulah manusia itu sendiri.

Khai Sun yang merasa "ditolong" oleh adik iparnya itu, bekerja keras dan tidak mengenal lelah. Semua barang kiriman yang berharga, apalagi yang melalui tempat-tempat berbahaya, dikawalnya sendiri dan beberapa kali rombongan pengawal ini diganggu penjahat, namun gangguan dapat disapu bersih oleh Khai Sun yang gagah perkasa.

Tentu saja Na Tiong Pek menjadi girang bukan main dan amat berterima kasih, sehingga setiap kali Khai Sun pulang dari perjalanan jauh mengawal barang berharga, tentu disambutnya dengan pesta kehormatan yang dirayakan oleh mereka berempat bersama para pembantu piauwkiok yang penting-penting saja.

Dengan adanya Khai Sun, perusahaan itu memperoleh kemajuan pesat, memperoleh kepercayaan para bangsawan dan hartawan yang mengirim barang atau melakukan perjalanan bersama keluarga mereka dan membutuhkan pengawalan yang kuat. Tentu saja keuntungan yang mereka peroleh menjadi semakin besar sehingga dalam waktu setahun saja Khai Sun sudah dapat membangun rumahnya dan hidup serba kecukupan. Pendeknya dua keluarga ini menjadi semakin makmur.

Akan tetapi, hal yang buruk adalah bahwa dengan adanya Khai Sun, Tiong Pek menjadi keenakan dan malas! Dia menyerahkan urusan-urusan penting kepada kakak ipar itu, dan dia sendiri bermalas-malasan dan dalam keadaan makmur ini, timbullah pula penyakit yang memang sejak muda mengeram dalam sanubari Na Tiong Pek. Dia mulai mengejar kesenangan, terutama sekali mencari hiburan antara wanita-wanita cantik dengan mempergunakan hartanya.

Memang sejak muda remaja dahulu, Na Tiong Pek memiliki kelemahan terhadap wajah cantik wanita. Kini, setelah makmur dan banyak menganggur, mulailah dia mengumbar hawa nafsunya. Hal ini lambat-laun diketahui oleh isterinya dan Kui Lin mulai merasa sakit hati dan marah. Dengan marah dia menegur suaminya dan setiap kali ditegur oleh isterinya, Tiong Pek kelihatan jinak di rumah dan tidak berani banyak keluar.

Akan tetapi, diam-diam hatinya tersiksa dan nafsunya bergulung-gulung di dalam batin. Karena halangan ini, maka mulailah dia menujukan pandang matanya yang ceriwis dan mata keranjang itu kepada Kui Lan!

Memang hampir setiap hari kedua orang saudara kembar ini saling mengunjungi, bahkan kalau Khai Sun sedang melakukan tugas mengawal barang yang jauh sehingga sampai beberapa hari meninggalkan rumah, Kui Lan kadang-kadang suka bermalam di rumah adik kembarnya.

Wajah keduanya hampir tiada bedanya, dan sesungguhnya, tidak ada sesuatu pada diri Kui Lan yang tiada ada pada diri Kui Lin. Daya tarik, kecantikan dan kemanisan mereka itu sesungguhnya tidak berbeda. Akan tetapi, tetap saja bagi Tiong Pek, Kui Lan lebih menggairahkan! Memang beginilah watak manusia pada umumnya. Buah pisang yang tumbuh di kebun orang lain nampaknya lebih lezat daripada buah pisang di kebun sendiri. Bunga mawar di taman orang nampak lebih indah dan harum daripada bunga mawar di taman sendiri. Isteri orang nampak lebih menggairahkan daripada isteri sendiri! Padahal, Kui Lan dan Kui Lin hampir sama segala gerak-geriknya.

Manusia sejak kecil telah terdidik untuk menjangkau yang lebih, yang dianggap lebih menyenangkan daripada apa yang sudah ada! Oleh karena inilah, semenjak kecil manusia tanpa disadari telah terdidik untuk tidak menghargai apa yang telah dimilikinya dan matanya selalu tertuju ke luar, kepada apa yang belum ada, yang belum dimilikinya.

Selalu ingin lebih pandai, ingin lebih besar, ingin lebih tinggi, lebih kaya, lebih senang, lebih bahagia, dan segala yang "lebih" lagi. Semua keinginan ini menciptakan perasaan kurang puas dan tidak dapat menikmati apa yang ada, dan semua keinginan ini dihias dengan sebutan-sebutan indah seperti cita-cita, kemajuan dan sebagainya. Padahal, menginginkan sesuatu yang belum ada dan yang dimilikinya ini merupakan pangkal segala macam perbuatan jahat, korupsi, dan sebagainya, karena dorongan keinginan untuk memperoleh sesuatu yang belum dimilikinya itu membutakan mata batin sehingga tidak segan-segan lagi untuk melakukan pelanggaran apapun demi memperoleh yang diidam-idamkannya.

Na Tiong Pek mulai dimabuk nafsunya sendiri. Dalam penglihatannya, segala gerak-gerik Kui Lan nampak luar biasa manis dan cantiknya, seperti bidadari yang baru turun dari sorga saja! Dengan berbagai akal mulailah dia mendekati Kui Lan, dengan sikap yang luar biasa manisnya, dengan pancingan-pancingan omongan.

Namun, Kui Lan adalah seorang wanita yang mencinta suaminya dan keras hati, dan tidak mudah ditundukkan oleh rayuan dan sikap manis. Juga dia tidak mempunyai sangkaan buruk, mengira bahwa memang suami adik kembarnya itu seorang yang manis budi dan ramah!

Dorongan nafsu berahi yang semakin diperkuat oleh khayal pikirannya, membayarigkart betapa nikmat dan senangnya kalau dia dapat berhasil memiliki tubuh Kui Lan, membuat Tiong Pek menjadi semakin nekat.

Pada suatu hari, dia melihat Kui Lan seorang diri di ruangan belakang, sedang menyulami kain yang akan dipergunakannya untuk alas meja di rumahnya. Hawa pada siang hari itu agak panas dan isterinya, Kui Lin, sedang tidur siang di kamarnya. Hawa yang panas dan ketekunannya menyulam membuat wajah Kui Lan yang menunduk dan memperhatikan sulamannya itu kemerahan dan ada sedikit keringat membasahi dahi dan lehernya.

Jari-jari tangannya yang mungil dan runcing itu bergerak-gerak cekatan sekali menggerakkan jarum sulam dan saking asyiknya, wanita muda ini menggigit bibir bawahnya. Kadang-kadang dia berhenti untuk menghapus peluh dari dahi dan lehernya, membuka sedikit belahan baju di leher sehingga nampak Kuiit lehernya yang putih mulus dan berkilat karena agak basah oleh keringat itu.

Dia sama sekali tidak sadar bahwa dari balik pintu, sepasang mata mengikuti gerak-geriknya dengan berkilat-kilat penuh nafsu! Mata itu adalah milik Na Tiong Pek yang pada siang hari itu timbul kembali gairahnya, apalagi melihat isterinya sedang tidur dan wanita yang membuatnya tergila-gila, yaitu kakak kembar isterinya, sedang berada di ruangan itu sendirian saja! Kebetulan sekali Kui Lan memakai pakaian yang sama dengan yang dipakai isterinya!

Memang semenjak Kui Lan tinggal sekota, apalagi kalau kebetulan Kui Lan tinggal di rumah Kui Lin selagi suaminya bertugas keluar kota, seperti hari ini, Kui Lan dan Kui Lin hamper selalu mengenakan pakaian yang sama.

Inilah kesempatan baik bagiku, pikir Tiong Pek, untuk mempergunakan kesempatan itu, menyampaikan gairah nafsunya dan juga untuk “menguji” hati Kui Lan! Telah diperhitungkan baik-baik apa yang hendak dilakukan, dan semua kecerdikan dan akal ini timbul di waktu nafsu mendorongnya dan membuatnya menjadi buta akan segala hal, karena dalam dorongan gairah nafsu, yang ada hanyalah melaksanakan dan memuaskan hasrat keinginannya itu saja!

Tentu saja dia tidak berani menggunakan kekerasan terhadap Kui Lan, pertama karena wanita ini memiliki kepandaian silat yang cukup tinggi dan dia sendiri belum tentu akan
dapat mengatasinya, apalagi kalau diingat bahwa suami wanita ini lihai bukan main! Tidak, dia tidak akan begitu bodoh, pikirnya, dan mulailah dia melaksanakan siasat cerdik yang diaturnya dengan cepat itu.

Dengan hati-hati sekali, dan berindap-indap, degup jantungnya terdengar memenuhi kedua telinganya karena tegang, dia menghampiri wanita itu dari arah belakang, hati-hati sekali dia berjalan mengelilingi meja kursi sampai akhirnya dia berdiri di belakang Kui Lan yang masih menyulam dan duduk di atas bangku itu. Tiong Pek menahan napas, kemudian dengan tiba-tiba saja dia merangkul leher yang berKuiit putih mulus itu, kedua tangan merangkul pundak dan dia berbisik mesra,

“Lin-mol, isteriku sayang... ah, betapa aku cinta padamu...”

Tentu saja Kui Lan terkejut bukan main. Kain yang disulamnya terlepas dan dia mengangkat muka, akan tetapi sebelum dia sempat bicara, tahu-tahu Tiong Pek telah mencium mulutnya yang setengah terbuka, membuat dia tak dapat mengeluarkan suara!

Saking kagetnya, Kui Lan seperti menjadi kaku seketika, semangatnya melayang dan dia hampir pingsan! Akan tetapi dia sadar kembali dan cepat dia mendorong dengan kedua tangannya kepada dada Tiong Pek dan meloncat berdiri, mukanya merah sekali dan matanya terbelalak.

“Aih, isteriku... aku... aku ingin sekali...” Tiong Pek bersandiwara, masih menikmati ciuman yang dicurinya dan dilakukannya semesra-mesranya tadi.

“I-thio... ini aku... Kui Lan...!”

Kui Lan akhirnya bisa berkata dan muka yang tadinya merah seperti udang direbus itu berubah pucat sekali ketika dia teringat apa yang telah dilakukan oleh iparnya itu kepadanya tadi.

Tiong Pek pandai bersandiwara. Dia terbelalak, melangkah mundur tiga langkah, memandang penuh perhatian, kemudian dia menjatuhkan dirinya berlutut di depan kaki Kui Lan!

“Ahh... Lan-i... maafkan aku... ampunkan aku... ah, kusangka bahwa engkau adalah Lin-moi isteriku... ah, sungguh aku menyesal sekali...”

Kedua kaki Kui Lan masih menggigil, jantungnya berdebar keras dan tubuhnya terasa panas dingin. Betapapun juga, dia telah dapat menguasai dirinya, maklum bahwa iparnya ini telah keliru sangka dan salah mengenal orang. Memang sering kali iparnya ini keliru, kadang-kadang mengajaknya bicara sebagai isterinya! Dia tidak tahu bahwa hal itu memang disengaja oleh Tiong Pek yang sesungguhnya dapat membedakan mereka dengan baik! Bahkan sepekan yang lalu, pernah Tiong Pek bicara kepadanya sambil berbisik

“Isteriku, terima kasih semalam tadi engkau sungguh mesra...” dan tentu saja ucapan itu membuat Kui Lan menjadi merah mukanya dan cepat memperkenalkan diri.

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: