*

*

Ads

Selasa, 20 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 153

"Tidak, Hui Cu. Aku tidak membenci mereka, akan tetapi yang kutentang adalah kejahatan mereka demi menyelamatkan orang-orang dari ancaman kejahatan mereka."

Gadis itu menggeleng-geleng kepala.
"Aku menjadi bingung dan tidak mengerti, Ci Kang. Akan tetapi, tadi aku melihat engkau seorang diri menangis demikian sedihnya. Kemudian muncul suci yang menotokmu dengan curang. Ci Kang, kenapa engkau menangis begitu menyedihkan? Apakah yang menyusahkan hatimu?"

Ci Kang merasa terharu sekali. Terhadap seorang gadis sejujur dan sebersih ini, dia merasa mendapatkan seorang sahabat dan tak perlu dia merasa malu atau menyembunyikan rahasia hatinya. Bahkan Hui Cu dapat merupakan satu-satunya orang kepada siapa dia boleh mencurahkan semua kepedihan hatinya saat itu.

"Hui Cu, aku memang berduka sekali karena aku mencinta seorang gadis dan tidak ada harapan bagiku untuk berjodoh dengannya."

Gadis itu mengerutkan alisnya seperti hendak mengerahkan otaknya untuk menangkap arti ucapan Ci Kang.

"Engkau cinta padanya? Apakah cinta itu?"

Ci Kang tersenyum. Tidak mengherankan kalau gadis ini demikian hijau, karena sejak kecil selalu berada seorang diri saja di dalam guha bawah tanah.

"Cinta adalah perasaan seorang pria terhadap wanita, Hui Cu, dan orang yang mencinta mengharapkan untuk dapat hidup bersama dengan wanita yang dicintanya. Aku jatuh cinta kepada seorang gadis akan tetapi tidak ada harapan bagiku untuk dapat berjodoh dan hidup bersamanya."

"Kenapa, Ci Kang? Engkau seorang pemuda yang gagah perkasa dan baik. Apakah ia tidak suka kepadamu?"

"Aku tidak tahu..." Dia teringat betapa Sui Cin menyuapkan makanan ke mulutnya, betapa gadis itu mengobati dan merawatnya. "Mungkin ia suka padaku... akan tetapi aku telah melakukan kesalahan besar terhadap dirinya... dan pula ia adalah puteri seorang pendekar besar, sedangkan aku..."

"Engkau kenapa?"

"Aku sebaliknya adalah anak seorang datuk sesat yang amat jahat!" kata Ci Kang dengan gemas dan suaranya mengandung penuh penyesalan.

Ucapan ini amat menarik hati Hui Cu. Gadis itu memegang lengan Ci Kang dan memandang tajam wajah pemuda itu.

"Apa? Orang tuamu itu jahat? Sejahat... orang tuaku?"

Ci Kang mengangguk.
"Ayah dan ibumu berjuluk Raja dan Ratu Iblis dan kini menjadi raja para datuk sesat. Sebelum itu, yang menjadi raja datuk sesat adalah ayahku yang berjuluk Iblis Buta."

"Ahh... kenapa mereka itu jahat? Dan aku tidak suka perbuatan jahat, engkaupun tidak suka. Kenapa mereka begitu, Ci Kang?"

Pertanyaan yang sederhana ini tidak mampu terjawab oleh Ci Kang.
"Aku tidak tahu, Hui Cu. Akan tetapi aku girang bahwa engkau tidak suka kejahatan seperti mereka. Kita senasib, sama-sama menjadi anak orang-orang jahat. Dan ayahku kini telah tiada..."

"Akan tetapi kalau dia buta, berarti tidak dapat melihat, kenapa jahat? Dan dia tentu lihai sekali, karena engkaupun lihai."

"Dia lihai, akan tetapi masih kalah oleh ayah ibumu. Ayahku tewas di tangan ibumu."

"Ihhh...! Dan kau... kau puteranya, karena itu engkau membenci ibu dan hendak membalas..."

"Tidak! Engkau keliru, Hui Cu. Kalau aku menentang ibumu, itu hanya karena ibumu jahat. Ayahku mati karena akibat ulahnya sendiri, akibat kejahatannya sendiri. Aku tidak mendendam kepada siapapun juga."

Gadis itu terdiam.
"Aku bingung dan tidak mengerti tentang semua ini, Ci Kang. Akan tetapi, mendengar bahwa engkaupun anak seorang datuk sesat seperti aku, aku makin suka padamu. Eh, Ci Kang, dimanakah kawanmu itu?"






"Kawanku? Kau maksudkan Cia Sun?"

"Benar! Cia Sun, yang bersamamu masuk ke dalam guha bawah tanah itu. Dimanakah dia sekarang dan kenapa tidak bersamamu? Aku ingin sekali bertemu dan bicara dengan dia."

Mendengar kegairahan dalam suara gadis itu, Ci Kang menatap wajahnya dengan penuh selidik. Akan tetapi, wajah dan pandang mata yang berseri itu tidak berobah dan tetap polos terbuka.

"Hui Cu, kau... kau cinta pada Cia Sun?"

"Cinta? Ah, kau tadi bilang bahwa cinta berarti ingin hidup bersama orang yang dicinta selamanya. Aku tidak tahu, apakah aku ingin hidup selamanya dengan Cia Sun, akan tetapi, aku suka sekali padanya dan semenjak bertemu dengannya, aku selalu teringat kepadanya."

"Hemm, kalau tidur engkau seringkali mimpi bertemu dengannya?"

"Benar..."

"Dan kalau engkau sedang duduk seorang diri, wajahnya terbayang olehmu, suaranya seperti kau dengar kembali, setiap gerak-geriknya amat menyenangkan hatimu?"

"Wah, benar! Benar sekali! Eh, bagaimana engkau bisa tahu?"

Ci Kang tersenyum pahit. Tentu saja dia tahu karena seperti itulah keadaan dan perasaannya selama ini terhadap Sui Cin! Puteri Raja dan Ratu Iblis ini telah jatuh cinta kepada Cia Sun! Kenyataan ini membuat hatinya semakin pedih. Dia, putera datuk sesat jatuh cinta kepada puteri Pendekar Sadis yang terkenal. Dan kini, puteri Raja Iblis yang amat jahat itu jatuh cinta kepada putera ketua Pek-liong-pang dari Lembah Naga yang juga terkenal sebagai seorang pendekar sakti yang dihormati orang! Mana mungkin terjadi?

"Ci Kang, kenapa engkau bengong saja? Engkau belum menjawab pertanyaanku, bagaimana engkau dapat mengetahui apa yang kualami selama ini, dan dimana pula adanya Cia Sun?"

"Hui Cu, aku tahu apa yang kau alami karena aku sendiripun mengalami hal yang sama terhadap bayangan gadis yang kucinta. Dan Cia Sun... ah, engkau belum tahu siapa dia. Dia bukan orang sembarangan saja, dia adalah putera dari pendekar besar Cia Han Tiong, ketua Pek-liong-pang di Lembah Naga."

"Lembah Naga? Aku pernah mendengar nama tempat itu dari ibu, tidak begitu jauh dari sini! Jadi dia berada disana?"

"Entahlah, kukira begitu."

"Kalau begitu, aku akan pergi mencarinya! Aku akan mencari Cia Sun, aku tidak senang tinggal bersama ibuku!" Gadis itu bangkit berdiri.

"Nanti dulu, Hui Cu!" Ci Kang juga melompat dan memegang lengan gadis itu.

"Kenapa kau menahanku? Ada apa?"

Ci Kang merasa kasihan kepada gadis ini dan tidak ingin melihat gadis ini mengalami patah hati dan penghinaan di Lembah Naga.

"Dengarkan dulu baik-baik. Ingat bahwa engkau adalah puteri Raja dan Ratu Iblis, sedangkan Cia Sun adalah putera pendekar..."

Dia tidak melanjutkan kata-katanya karena pada saat itu menyambar angin dahsyat sekali dan tahu-tahu disitu muncul seorang kakek yang rambutnya riap-riapan putih, pakaiannya juga serba putih dan sepasang matanya mencorong mengerikan, sedangkan mukanya pucat kehijauan. Melihat kakek ini, terkejutlah Ci Kang karena dia mengenal kakek ini sebagai Raja Iblis sendiri!

"Aku mendengar tadi ada puteri Raja dan Ratu Iblis. Siapa puteri itu?" terdengar suara kakek aneh itu, suaranya seperti terdengar dari lain tempat yang jauh, dan bibirnya tidak nampak bergerak.

Hui Cu yang juga kaget melihat munculnya seorang kakek aneh, kini memandang kakek itu dengan mata terbelalak.

"Engkau kakek aneh dan lucu, bicara tanpa menggerakkan bibir! Akulah puteri Raja dan Ratu Iblis!"

Ci Kang terkejut dan tidak sempat menahan gadis itu mengeluarkan kata-kata yang demikian beraninya. Berhadapan dengan iblis ini tidak perlu banyak cakap pikirnya, karena tidak mungkin iblis itu akan mau melepasnya seperti yang dilakukan Ratu Iblis karena bujukan puterinya tadi.

Maka diapun tanpa banyak cakap lagi lalu menerjang maju dengan pukulan tangannya yang ampuh. Karena dia maklum bahwa lawannya ini amat sakti, maka begitu menerjang dia sudah mengerahkan seluruh tenaga sin-kangnya dan mengirim pukulan yang mengandung tenaga dahsyat.

"Wuuuttt... dukk...!"

Tubuh Ci Kang terjengkang ke belakang dan dia tentu akan terbanting keras kalau saja dia tidak cepat berjungkir balik dan berloncatan ke belakang. Dia dapat berdiri lagi dengan tegak dan merasa betapa lengan kanannya yang tertangkis oleh lengan kakek itu terasa nyeri dan panas.

"Jangan pukul kawanku!"

Hui Cu membentak dan iapun sudah menyerang kakek itu dengan kebutannya. Ia marah melihat betapa Ci Kang terjengkang dan hampir roboh.

Kakek itu mengeluarkan suara menggereng aneh dan begitu jari-jari tangannya bergerak, bulu kebutan itu berhenti dan menempel pada telapak tangannya, sedangkan tangan kirinya diulur untuk mencengkeram ubun-ubun kepala Hui Cu. Jelas bahwa dia bermaksud membunuh puterinya itu dengan sekali serangan.

"Iblis keji! Kau hendak membunuh anakmu sendiri?"

Ci Kanig membentak dan dengan nekat dia menerjang dari samping, memukul ke arah tengkuk kakek itu dan tangan kirinya menangkis tangan kakek yang mencengkeram ke arah ubun-ubun kepala Hui Cu.

"Dukk! Dukkk!"

Kembali lengan mereka beradu dan Ci Kang terjengkang, akan tetapi Hui Cu selamat dan dapat menarik kembali kebutannya. Gadis ini memandang kakek itu dengan mata terbelalak ketika ia mendengar bentakan Ci Kang tadi.

"Apa? Dia... dia ini ayahku?" teriaknya.

"Benar, dialah Raja Iblis atau Pangeran Toan Jit-ong, ayah kandungmu. Pangeran Toan Jit-ong, gadis ini adalah Toan Hui Cu, puterimu sendiri. Jangan ganggu ia, akulah lawanmu dan mari kita bertanding sampai mati!"

Ci Kang menantang dengan sikap gagah dan dia sudah memasang kuda-kuda dan siap untuk berkelahi mati-matian melawan raja kaum sesat ini.

Akan tetapi kakek itu tidak menjawab, bahkan tidak memperhatikan dia. Sepasang mata yang mencorong itu ditujukan kepada Hui Cu, mengamatinya dari pucuk rambut sampai ke kaki.

"Ia harus mati, tapi sayang, ia gagah dan cantik. Engkau harus melahirkan anak laki-laki dariku!"

Dan tiba-tiba kakek itu mengeluarkan suara melengking nyaring dan tangannya sudah meluncur ke depan. Lengan itu dapat mulur panjang dan tangan itu hendak menangkap pinggang Hui Cu. Gadis ini terkejut dan menjerit, kebutannya digerakkan menotok ke arah pergelangan tangan lawan.

"Tukk!"

Raja Iblis itu bagaimanapun saktinya, terkejut karena pergelangan tangan yang tertotok ujung kebutan itu seperti dipatuk ular dan terasa kesemutan. Mengertilah dia bahwa isterinya telah melatih anak ini dan mungkin anak ini telah mewarisi ilmu kebutan rahasia dari mendiang gurunya yang belum sempat dipelajarinya, dan ilmu kebutan ini lebih lihai daripada ilmu menggunakan rambut dari isterinya. Terpaksa dia menarik kembali lengannya.

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: