*

*

Ads

Kamis, 15 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 144

Gerengan dari kanan kiri menandakan bahwa dua orang raksasa itu sudah mulai menyerangnya. Raksasa Mongol itu menyerang dari kiri dengan kedua tangan menubruk seperti seekor harimau sedangkan raksasa Mancu yang mengandalkan kekuatan kakiya telah mengirim tendangan ke arah perut Ci Kang. Pemuda ini sudah siap siaga, menyambut tubrukan raksasa Mongol dengan tombaknya.

Dia bukan menusuk tubuh melainkan menggunakan ujung tombak yang dibalik, yaitu menggunakan gagang tombak, menusuk ke arah mata! Inipun hanya gertakan saja, atau siasat untuk mencegah raksasa itu melanjutkan serangannya. Sementara itu, tendangan kaki raksaaa Mancu ke arah perutnya itu dia sambut dengan kaki kanannya.

"Dukkk...!"

Terdengar dua orang raksasa itu mengeluarkan seruan kaget bukan main. Raksasa Mongol terkejut karena tiba-tiba saja ada ujung gagang tombak menyambar cepat ke arah matanya. Dia boleh mengandalkan kekebalannya, akan tetaipi kalau matanya dicolok dengan gagang tombak, tentu akibatnya celaka baginya. Maka tidak ada jalan lain baginya kecuali membuang diri ke belakang dan bergulingan setelah mengeluarkan seruan kaget.

Sedangkan raksasa Mancu yang mengandalkan kekuatan kakinya itu, begitu kakinya bertemu dengan kaki pemuda itu, tubuhnya terjengkang dan diapun bergulingan sambil menahan rasa nyeri yang membuat tulang kering kakinya berdenyut-denyut panas!

Dua orang raksasa itu meloncat bangun lagi dan suasana menjadi sunyi senyap karena semua penonton melongo ketika melihat betapa dalam gerakan pertama saja pemuda itu sudah berhasil membuat dua orang raksasa yang mereka jagoi itu jatuh bergulingan!

Bahkan orang-orang Khin sendiri yang mengajukan Ci Kang sebagai jagoan mereka, nampak sunyi dan melongo, terlalu heran dan kaget sehingga lupa untuk bersorak. Bukan hanya karena ini saja, akan tetapi juga karena suku itu diam-diam merasa takut dan segan kepada suku Mongol dan Mancu yang merupakan suku-suku terbesar dan terkuat, maka melihat kepala suku mereka diam saja merekapun tidak berani untuk bersorak sorai.

Sementara itu Ci Kang maklum bahwa kalau dia menunggang kuda menghadapi dua orang lawan yang ingin dia jatuhkan tanpa membunuh, maka kudanya tentu akan terancam bahaya, dan agak sukarlah baginya untuk melindungi kuda itu. Maka begitu kedua orang itu melompat bangun, dia sudah meloncat dari atas kudanya.

Ci Kang sengaja meloncat dengan gaya lompatan ke atas, tinggi dan kemudian tubuhnya berjungkir balik beberapa kali di udara sebelum meluncur turun, didahului oleh tombaknya yang menancap di atas tanah dan Ci Kang berdiri tegak di atas tombak itu dengan sebelah kaki.

Sedikitpun tubuhnya tidak bergoyang! Tentu saja hal ini amat mengagumkan para penonton dan orang-orang Khin tidak dapat lagi menahan kebanggaan dan kegembiraan hati mereka. Ketika kepala suku mereka bertepuk tangan memuji, merekapun bersorak gembira sehingga suasana menjadi riuh kembali.

Nenek Yelu Kim terkejut sekali dan ia mendekati Sui Cin, berbisik,
"Pemuda itu hebat sekali, apakah engkau sanggup menandinginya?"

Sui Cin juga melihat semua itu dan diam-diam kagum akan kelihaian Ci Kang. Akan tetapi kalau hanya gin-kang seperti yang dipertontonkan Ci Kang itu, dia masih sanggup menandinginya, bahkan mengatasinya.

"Harap subo jangan khawatir," bisiknya kembali.

Sementara itu, Hui Song yang juga melihat Ci Kang bergaya, diam-diam merasa panas hatinya walaupun dia harus pula akui bahwa pemuda putera Iblis Buta itu agaknya telah memperoleh kemajuan dan kini mungkin lebih lihai daripada dahulu, hal yang sudah diduganya ketika Ci Kang muncul di bekas benteng Jeng-hwa-pang. Ada timbul keinginan untuk mencoba kepandaian pemuda itu. Akan tetapi hal itu tidak mungkin dilakukan disini karena tentu akan mengacaukan pemilihan pimpinan itu dan dia tidak mau menyusahkan rombongan Lam-nong. Maka diapun diam saja dan hanya menonton, sambil diam-diam seringkali melirik ke arah rombongan nenek Yelu Kim dan Sui Cin.

Dua orang raksasa itu sudah menjadi marah sekali karena dalam gebrakan pertama tadi mereka telah dibikin malu. Walaupun mereka tidak terluka, akan tetapi mereka telah dipaksa roboh bergulingan. Maka kini, biarpun mereka juga kaget melihat betapa pemuda itu memperlihatkan keringanan tubuh yang istimewa, mereka berlari menerjang dengan marah.

Akan tetapi betapa kaget dan heran mereka ketika tiba-tiba saja pemuda itu lenyap bersama tombaknya dan mereka hanya menubruk tempat kosong, bahkan hampir saling pukul sendiri. Kalau saja mereka berdua itu tidak mempunyai siasat untuk lebih dahulu merobohkan Ci Kang, tentu mereka sudah saling hantam karena mereka kini saling berhadapan dekat sekali.






Akan tetapi keduanya sama sekali tidak melakukan hal ini, melainkan cepat membalik dan mencari Ci Kang. Ketika melihat pemuda itu berdiri tak jauh di belakang mereka sambil melintangkan tombaknya, merekapun menyerbu lagi. Kini semua penonton maklum bahwa dua orang raksaka yang tadi saling banting-membanting itu tiba-tiba saja sudah bersatu untuk menghadapi dan mengeroyok pemuda berbaju kulit hatimau itu!

"Curang...!"

Moghu Khali, kepala suku Khin itu mengomel akan tetapi tidak berani bicara keras. Bagaimanapun juga, setelah memasuki arena pertandingan, tiga orang itu bebas berkelahi dengan cara bagaimanapun juga. Dia hanya mengkhawatirkan keselamatan jagoannya karena menghadapi pengeroyokan dua orang raksasa itu sungguh amat berbahaya sekali. Juga Sui Cin dan Hui Song menonton dengan hati tegang. Mereka juga dapat merasakan betapa berbahayanya keadaan Ci Kang sekarang.

Akan tetapi Ci Kang menghadapi mereka dengan sikap tenang-tenang saja. Diapun bukan orang bodoh dan majunya ke tempat itu hanya untuk membantu Moghu Khali yang menjadi sahabatnya. Kalau dia mengerahkan tenaga dan kepandaiannya, kiranya akan mudah baginya melawan dan menewaskan dua orang raksasa ini. Akan tetapi dia tahu bahwa dengan melakukan hal ini, tentu akan timbul iri dan penasaran dalam hati para kepala suku Mongol dan Mancu yang merupakan suku yang terbesar dan kuat. Dan hal itu tentu akan membuat keadaan Moghu Khali tidak menguntungkan dan mungkin dimusuhi. Oleh karena itu, dia mengambil keputusan untuk mencapai kemenangan setelah memberi muka kepada dua orang raksasa ini, yang berarti memberi muka kepada kepala suku masing-masing.

Oleh karena itu, ketika dua orang raksasa itu datang menyerbu lagi, dia hanya mengelak dan menangkis, mempergunakan kegesitannya untuk menghindarkan diri. Terjadilah perkelahian yang kelihatannya saja seru dan menegangkan, akan tetapi bagi orang-orang pandai seperti Sui Cin dan Hui Song, nampak jelas bahwa Ci Kang sengaja mengalah dan belum pernah membalas. Dan mereka berdua inipun setelah mengamati gerak-gerik kedua orang raksasa itu mendapat kenyataan bahwa dua jagoan tinggi besar itu hanya memiliki tenaga besar saja namun dalam hal ilmu berkelahi masih jauh kalah kalau dibandingkan dengan tingkat ilmu silat Ci Kang.

Setelah membiarkan dirinya dihujani serangan sampai tiga puluh jurus lebih, tiba-tiba Ci Kang memutar-mutar tombaknya dan tombak itu lenyap berubah menjadi gulungan sinar putih yang membungkus tubuhnya. Tubuh Ci Kang sendiri lenyap, hanya nampak kedua kakinya saja kadang-kadang menginjak tanah.

Melihat ini, dua orang raksasa itu menjadi terkejut dan tentu saja merasa ragu-ragu karena mereka gentar untuk menerjang dinding yang terbuat dari gulungan sinar putih itu.

Ci Kang tidak bermaksud membunuh lawan. Dia memutar tombak itu hanya untuk menciptakan dinding sinar yang menutup tubuhnya, dan memang menjadi maksudnya agar kedua orang lawan itu menghentikan serangan mereka. Pada saat kedua orang raksaaa itu berdiri bimbang, tiba-tiba Ci Kang meloncat ke depan, menggunakan tombak yang dibalik untuk menotok kedua lutut raksasa Mancu yang ahli tendang itu dan berbareng tangan kirinya menampar ke arah tengkuk raksasa Mongol sambil mengerahkan tenaga sin-kang.

Dua serangan yang dilakukukan Ci Kang ini sudah memakai perhitungan dan pemusatan tenaga, maka mengenai sasarannya secara tepat sekali. Dua orang raksasa itu terpelanting dan tidak mampu bangkit kembali! Raksasa Mancu tertotok kedua lututnya dan kedua kakinya menjadi lumpuh, sedangkan raksasa Mongol yang kena dihantam tengkuknya dengan tangan yang dimiringkan itu roboh pingsan. Ternyata kekebalannya tidak mampu melindungi tengkuknya dari hantaman yang mengandung tenaga sin-kang amat kuat itu.

Suasana kembali menjadi sunyi, karena semua orang untuk ke sekian kalinya tertegun dan melongo, hampir tidak percaya bahwa pemuda itu akan mampu mengalahkan dua orang jagoan raksasa yang mengeroyoknya itu sedemikian mudahnya!

Ketika tadi Ci Kang memperlihatkan kepandaiannya, tak pernah dapat dirobohkan oleh kedua orang penyerangnya, orang-orang mulai menjadi tegang dan mengira bahwa tentu akan terjadi perkelahian mati-matian. Akan tetapi siapa kira pemuda itu akan mampu mengakhiri pertandingan itu sedemikian mudah dan cepat.

Akan tetapi Ci Kang tidak perduli dan dia sudah meloncat lagi ke atas punggung kuda putihnya sambil melintangkan tombaknya. Dengan gagahnya, Ci Kang menjalankan kudanya berputaran di lapangan itu, tidak bersikap sombong, melainkan menanti kalau-kalau masih ada jagoan lain yang akan maju menandinginya, sementara itu dua orang raksasa yang roboh telah digotong pergi oleh teman-temannya.

Setelah Moghu Khali mengangkat tangan bersorak, barulah anak buahnya berani bertepuk tangan dan bersorak kegirangan melihat betapa jagoan mereka mendapat kemenangan, dan tak lama kemudian hampir semua orang yang hadir bersorak menyambut kemenangan ini.

Bagaimanapun juga, mereka itu adalah suku-suku bangsa yang menghargai kegagahan dan melihat kehebatan Ci Kang, mereka merasa kagum sekali. Melihat sikap semua orang ini, Moghu Khali berbesar hati untuk menuntut haknya, yaitu menjadi pimpinan karena jagoannya telah keluar sebagai pemenang. Dia melangkah maju dan mengangkat kedua tangan ke atas dan berseru dengan suara lantang.

"Seperti saudara sekalian menyaksikannya, jagoan yang kami ajukan telah menjadi juara dan mengalahkan semua jagoan lainnya, oleh karena itu..."

"Tunggu dulu...!"

Suara nenek Yelu Kim melengking dan mengatasi semua suara sehingga semua orang menengok kepadanya. Nenek ini sudah bangkit berdiri pula dan mengebut-ngebutkan hud-tim di tangannya. Karena nenek ini dikenal sebagai seorang yang disegani bahkan ditakuti, dan nasihat-nasihatnya selalu ditaati oleh para suku bangsa di utara karena nasihat-nasihat itu memang amat baik dan tepat, maka kini semua orang memandang dan menanti apa yang akan dikatakan oleh nenek itu.

"Saudara sekalian harap tenang dulu. Aku sendiri masih mempunyai seorang jago, dan aku berhak mengajukan jagoku, setidaknya untuk menguji sampai dimana kemampuan jago dari saudara-saudara suku Khin itu!"

Tiba-tiba terdengar suara auman harimau yang menggetarkan jantung dan dari belakang rombongan nenek Yelu Kim melompatlah keluar seekor harimau besar yang ditunggangi oleh seorang bertubuh kecil ramping yang muka dan kepalanya ditutupi kain hitam sebagai kedok. Hanya sepasang matanya yang mencorong itu saja yang nampak dari lubang pada kain hitam itu. Orang ini menunggang harimau seperti menunggang kuda saja, tanpa sela, dan tangan kanannya memegang sebatang tongkat yang panjangnya hanya dua kaki lebih.

"Harimau Terbang...!"

Terdengar orang berbisik-bisik dengan mata terbelalak, dan mereka memandang dengan gentar. Hui Song yang sejak tadi memandang ke arah rombongan nenek Yelu Kim dimana terdapat pula Sui Cin, kini ikut terbelalak karena tadi dia hanya melihat gadis itu menyelinap lenyap diantara rombongan nenek itu, kini muncul orang menunggang harimau dan Sui Cin tidak nampak pula.

Biarpun orang itu menyembunyikan kepala dan mukanya di balik kedok kain sutera hitam, akan tetapi dia mengenal perawakannya dan juga tadi Sui Cin memakai pakaian seperti yang kini dipakai penunggang harimau itu. Saking herannya Hui Song hanya memandang saja. Apa artinya semua ini, pikirnya. Sui Cin maju sebagai jagoan nenek Yelu Kim pemimpin perkumpulan rahasia Harimau Terbang, bahkan kini Sui Cin memakai kedok dan menunggang harimau!

Ci Kang juga terkejut sekali melihat munculnya orang menunggang harimau itu. Dari Moghu Khali, dalam percakapan mereka, dia sudah mendengar akan nenek Yelu Kim yang disegani itu, juga bahwa nenek itu memimpin sebuah perkumpulan rahasia yang bernama Harimau Terbang dan nenek itu bertindak sebagai penasihat dan pengawas para suku di utara.

Kini, melihat munculnya penunggang harimau itu, dia bersikap tenang tetapi waspada. Dia tahu bahwa penunggang harimau itu seorang wanita, dan kalau seorang wanita sudah mampu menunggang harimau dengan gerakan seperti itu, tentulah wanita itu lihai sekali.

Akan tetapi calon lawannya itu agaknya tidak memberi banyak waktu baginya untuk berpikir dan melamun. Dengan lompatan-lompatan jauh, harimau itu sudah datang mendekat dan Ci Kang sudah siap siaga dengan tombaknya.

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: