*

*

Ads

Selasa, 13 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 132

Ada kekuasaan rahasia yang mujijat, yang mengatur segala sesuatu di alam mayapada ini. Kekuasaan mutlak yang tak dapat dilawan oleh siapa atau oleh apapun juga. Kekuasaan tertinggi yang meliputi seluruh jagat raya. Kekuasaan ini tidak dapat dipercaya atau tidak dipercaya lagi, karena terjadi dan dapat kita dengar, cium, lihat, dan rasakan sendiri, menjadi kenyataan yang terjadi di sekeliling kita, bahkan di dalam diri kita.

Kekuasaan yang mengatur arah angin, mengatur alam semesta, perederan bintang-bintang, kekuasaan yang memberi kehidupan di angkasa, di atas bumi, di dalam air, dari makhluk-makhluk hidup bergerak yang paling kecil tak dapat dilihat mata sampai kepada makhluk yang paling besar.

Kekuasaan yang menciptakan ketertiban dalam kehidupan di bagian tanah paling dalam, di dasar laut yang paling dalam, ataupun di angkasa yang paling tinggi. Kekuasaan yang membuat jantung kita berdenyut di luar kemampuan kita untuk mengaturnya, kekuasaan yang membuat kuku dan setiap helai rambut bartumbuh di luar kekuasaan kita untuk mengaturnya, kekuasaan yang menciptakan kelahiran dan kematian!

Satu diantara hal-hal yang tidak dapat dikuasai oleh kita adalah kematian. Kalau memang sudah tiba saatnya, kemanapun juga kita bersembunyi, maut tentu akan datang menjemput. Sebaliknya, kalau memang belum semestinya kita mati, seribu ancaman mautpun akan luput.

Siapapun adanya Dia yang mengatur semua itu, disebut dengan apapun juga menurut istilah dan kebiasaan dari bangsa, bahasa, dan agama masing-masing, namun kita manusia tidak mungkin dapat menyangkal akan adanya kenyataan itu, bahwa kekuasaan rahasia yang mujihat itu memang ada terjadi di sekitar kita, di alam dan bahkan di dalam diri kita sendiri.

Pikiran kita terlalu dangkal untuk dapat menyelidiki tentang ada atau tidaknya Pengatur itu yang terlalu agung dan tinggi bagi kita, namun, pikiran dan tubuh kita dengan jelas dapat melihat adanya kenyataan akan kekuasaan yang mujijat itu. Disini tidak ada masalah percaya atau tidak percaya, karena kita dapat melihatnya, merasakannya, segalanya terjadi pada diri kita sendiri masing-masing.

Agaknya memang belum tiba saatnya bagi Cia Sun dan Ci Kang untuk mati sebagai dua ekor tikus yang tenggelam. Dua kali sudah Cia Sun yang masih terbelenggu itu minta kepada Ci Kang untuk melepaskan belenggunya.

"Bantulah aku melepaskan diri, Ci Kang, agar aku dapat membantumu membongkar penutup lubang itu!" untuk ketiga kalinya Cia Sun berseru setelah air sudah mencapai dada.

"Hemm, melepaskan diri dari belenggu sendiri saja tidak mampu, apa artinya bantuanmu mendorong batu ini?"

Ci Kang berkata dengan pandang mata merendahkan dan hatinya menjadi semakin penasaran. Dia belum dapat mengalahkan pemuda yang begini lemah, yang tidak mampu membikin putus belenggu macam itu saja!

Cia Sun menjadi tidak sabar lagi. Pemuda itu sungguh terlalu memandang rendah dirinya.

"Ci Kang, apakah kau sudah siap mati seperti tikus tenggelam?" bentaknya. "kalau kau tidak mau melepaskan belengguku, tolong kau bebaskan totokanku. Jangan dikira aku tidak mampu membebaskan diri kalau pengaruh totokan sudah punah. Kau lebih banyak mempunyai waktu untuk membebaskan totokanmu daripada aku, maka jangan kau tekebur dan sombong!"

Ci Kang menoleh dan baru dia teringat bahwa adanya Cia Sun tidak mampu melepaskan belenggu itu adalah karena jalan darahnya tertotok. Tanpa banyak cakap lagi dia lalu menghampiri Cia Sun dan menotok kedua pundak pemuda itu. Cia Sun memperoleh lagi tenaga sin-kangnya setelah jalan darahnya lancar.

"Mari kita cepat menyatukan tenaga!" katanya karena air sudah mencapal leher. Sebentar lagi mereka akan mati tenggelam kalau tidak cepat memperoleh jalan keluar.

"Mari!" kata Ci Kang dan mereka berdua kini berdiri dengan kaki kokoh kuat di atas lantai dan dua lengan mereka menyangga batu penutup lubang, lalu mereka mengerahkan sin-kang sekuat tenaga untuk mendorong batu ke atas.

Hebat bukan main tenaga kedua orang pemuda itu. Batu itu bukan hanya amat berat, akan tetapi juga diikat rantai baja yang dihubungkan dengan alat rahasia yang menggerakkannya. Akan tetapi kekuatan kedua orang muda itu membuat batu itu mulai bergerak terangkat! Akan tetapi, ketika batu itu terangkat sedikit, air yang masuk dari celah-celah batu semakin banyak sehingga sebentar saja air sudah sampai ke mulut mereka! Mereka mengerahkan seluruh tenaga terakhir.

"Brakkkk...!"






Bukan batu di atas itu yang terangkat, melainkan lantai yang menjadi landasan kaki mereka yang tentu tertekan dengan hebatnya ke bawah, kini jebol ke bawah! Dan kedua orang muda itu terjatuh ke dalam lubang baru yang timbul karena jebolnya lantai yang mereka injak, terbawa bersama air yang membanjir ke bawah.

Cepat mereka mengerahkan gin-kang dan menyalurkan tenaga ke kulit mereka melindungi diri. Mereka terjatuh dan terbanting ke atas batu lantai yang jebol tadi, dan kalau bukan mereka berdua yang memiliki kekebalan dan ilmu yang tinggi, tentu setidaknya akan menderita patah tulang atau babak belur.

Mereka cepat berloncatan dan menjauhi air yang masih terjun ke bawah itu. Dengan tubuh basah kuyup keduanya kini berdiri di dalam ruangan yang amat luas itu, siap menghadapi segala kemungkinan. Mereka saling pandang dan tidaklah mengherankan kalau ada rasa haru di lubuk hati mereka. Terharu karena baru saja mereka terlepas dari cengkeraman maut. Air tadi sudah mencapai mulut dan terlambat satu menit lagi saja mereka akan tewas.

"Siangkoan Ci Kang, kita masih hidup?" seru Cia Sun.

Ci Kang mengangguk. Kalau dia tadi tidak cepat-cepat membebaskan totokan pada tubuh Cia Sun, belum tentu sekarang mereka masih hidup.

"Cia Sun, engkau hebat!"

Dia memuji karena bagaimanapun juga, tanpa bantuan tenaga Cia Sun, tak mungkin lantai itu dapat jebol.

"Sudahlah, tak perlu saling puji. Mari kita selidiki tempat ini!" kata Cia Sun sambil memeras air dari rambut dan bajunya.

Mereka lalu menjauhi tempat yang jebol bagian atasnya itu dan tempat itu merupakan ruangan batu yang luas sekali.

"Ssttt... lihat...!"

Tiba-tiba Ci Kang berbisik. Cia Sun cepat membalikkan tubuhnya dan matanya terbelalak. Tak jauh dari situ dia melihat orang yang melihat pakaian dan tata rambutnya adalah seorang tosu, duduk bersila di atas sebuah batu datar tinggi yang mepet pada dinding batu. Dilihat dari tempat mereka, tosu yang nampak dari sisi itu berambut panjang, sudah putih semua, pakaiannya juga serba putih dan dia memegang sebuah kebutan berbulu putih pula.

Tentu saja dua orang muda itu siap siaga karena di tempat seperti ini, mereka dapat menduga bahwa tentu tosu itupun merupakan sekutu dari Raja Iblis dan merupakan lawan yang amat berbahaya.

Dengan hati-hati keduanya lalu melangkah menghampiri batu datar itu dan ketika mereka tiba di depan tosu itu, mereka memandang dengan mata terbelalak penuh keheranan. Kiranya tosu itu telah menjadi tulang-tulang manusia yang masih duduk bersila, masih berpakaian lengkap! Mukanya merupakan tengkorak yang menyeramkan, juga kedua tangan yang terjulur keluar dari lengan baju itu merupakan tulang-tulang rangka yang panjang-panjang dengan kuku panjang pula.

Akan tetapi rambut putih panjang itu masih utuh, demikian pula pakaian putih dan kebutan berbulu putih! Menyeramkan sekali keadaan kerangka manusia berpakaian lengkap itu.

"Ah, hanya kerangka..." kata Cia Sun dan suaranya hanya bisikan yang agak gemetar karena dia masih dipengaruhi rasa kaget dan heran, juga serem.

"Ssst, lihat...!"

Ci Kang berbisik dan suaranya juga gemetar. Keduanya terbelalak dengan muka berobah agak pucat ketika melihat betapa tiba-tiba saja kebutan berbulu putih itu bergerak-gerak ke atas! Ini tandanya bahwa kerangka itu masih hidup dan dapat menggerakkan kebutan! Bukan itu saja, bahkan tiba-tiba terdengar suara keluar dari dalam tengkorak itu, suara yang melengking tinggi dan terdengar menyeramkan penuh wibawa, bergema di seluruh ruangan luas itu.

"Kalian ini orang-orang lancang dari mana berani mati memasuki dan mengotori tempat ini?"

Cia Sun dan Ci Kang yang terkejut setengah mati itu sejenak saling pandang dengan muka masih pucat. Mereka sungguh hampir tidak dapat percaya kepada telinga sendiri. Jelaslah bahwa kerangka manusia itu bukan topeng, melainkan kerangka yang benar-benar terbungkus pakaian. Akan tetapi kenapa kerangka itu dapat menggerakkan kebutan dan dapat mengeluarkan suara seperti masih hidup?

Karena suara ini jelas adalah suara wanita, mereka lalu menduga bahwa pendeta yang sudah menjadi kerangka ini dahulunya adalah seorang pendeta wanita. Maka Cia Sun segera menjura dengan sikap hormat.

"Harap locianpwe sudi memaafkan karena tanpa sengaja kami berdua telah memasuki tempat ini..."

"Tiada maaf! Cepat kalian pergi dari sini, kalau tidak akan kucabut nyawa kalian!" kerangka itu memotong dan suaranya terdengar galak sekali.

"Heeii!" Tiba-tiba Ci Kang berseru sambil menudingkan telunjuknya ke arah kerangka itu. "Lihat, mulutnya tidak bergerak dan kebutan itu gagangnya tidak dipegang oleh tangannya!"

Setelah berkata demikian, dengan cekatan Ci Kang melompat naik melalui lantai tangga yang menuju ke atas batu datar tinggi dimana tengkorak berpakaian itu duduk. Kiranya selagi Cia Sun tadi bicara kepada kerangka itu, diam-diam Ci Kang memperhatikan dan pandang matanya yang tajam melihat kejanggalan-kejanggalan itu yang membuatnya berteriak dan cepat meloncat ke atas untuk mendekati kerangka itu.

Pada saat itu, dari belakang kerangka itu berkelebatan bayangan putih yang melesat dengan cepatnya sehingga sukar bagi pandang mata untuk mengikutinya. Akan tetapi Cia Sun dan Ci Kang adalah dua orang muda yang terlatih sejak kecil, dengan pandang mata mereka yang terlatih, mereka dapat melihat bahwa yang berkelebat dari belakang kerangka itu adalah seorang gadis muda yang gerakannya lincah bukan main. Mereka teringat akan Siang Hwa yang telah memperdayakan mereka, maka dengan marah mereka lalu mengejar dengan gerakan yang tidak kalah cepatnya.

Gadis yang berpakaian serba putih itu menyelinap ke sudut ruangan yang luas itu, bersembunyi di balik batu yang menonjol. Ketika dia melihat betapa dua orang pemuda itu melakukan pengejaran dengan gerakan yang cepat, ia lalu mengeluarkan teriakan nyaring.

"Laki-laki kurang ajar dan tidak sopan, jangan dekati aku!"

Tentu saja Cia Sun dan Ci Kang tidak takut oleh gertakan ini. Mereka menduga bahwa wanita itu Siang Hwa, maka dengan marah mereka mengejar terus hendak menghadapi wanita jahat yang mencelakakan mereka itu. Akan tetapi, begitu mereka tiba disitu, gadis itu meloncat keluar dari balik batu menonjol dan sinar putih yang amat cepat menyambar ke arah leher Cia Sun dan Ci Kang.

Dua orang pemuda itu terkejut bukan main. Serangan ini sungguh amat cepat dan tidak terduga sehingga nyaris leher mereka kena totokan ujung kebutan putih yang bertubi-tubi menyerang ke arah leher mereka bergantian. Untung keduanya cepat melempar tubuh ke belakang, berjungkir balik dan ketika mereka turun lagi ke atas lantai, mereka berhadapan dengan seorang gadis yang sama sekali bukan Siang Hwa!

Dara itu bertubuh kecil ramping, wajahnya agak pucat seperti wajah orang yang kurang memperoleh sinar matahari, akan tetapi sepasang mata itu amat tajam mencorong seperti mata seekor harimau, agaknya mata yang terlatih dalam gelap. Rambutnya hitam panjang digelung sederhana, wajahnya manis sekali, terutama mulutnya yang kecil dengan bibir yang kelihatan amat merah dengan latar belakang kulit mukanya yang putih agak pucat. Pakaiannya putih bersih namun potongannya sederhana, seperti pakaian pertapa saja, juga bulu kebutan yang dipegangnya putih bersih, seperti kebutan yang berada di pangkuan kerangka berpakaian itu.

Melihat wajah yang manis itu, agaknya dara ini paling banyak delapan belas tahun usianya, masih amat muda dan bahkan sikapnya masih kekanak-kanakan ketika ia berdiri menghadapi dua orang pemuda itu dengan mata terbelalak, marah dan juga takut atau ngeri melihat tubuh Ci Kang yang telanjang dada itu, suatu penglihatan yang belum pernah dialaminya sebelumnya.

Ia tidak berani memandang dada itu lama-lama dan menundukkan muka, akan tetapi sepasang matanya mengerling penuh kewaspadaan, memperhatikan gerak-gerik dua orang pemuda itu.

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: