*

*

Ads

Minggu, 04 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 101

Bagaimana Sui Cin dapat muncul di depan Guha Iblis Neraka dan membantu Hui Song yang terdesak tiga orang lawannya dan berada dalam bahaya? Seperti telah kita ketahui, Sui Cin berpisah dari Hui Song tiga tahun yang lalu setelah ia bersama pemuda itu dan dua orang kakek sakti menyaksikan pertemuan para datuk bahkan sempat membuat kacau dalam pertemuan para datuk sesat itu, gadis ini lalu diajak pergi oleh Wu-yi Lo-jin atau Dewa Arak untuk mempelajari ilmu.

Seperti juga halnya Hui Song yang dibawa pergi dan digembleng ilmu oleh Siang-kiang Lo-jin Si Dewa Kipas, Sui Cin juga diberi tahu oleh gurunya bahwa ia harus pergi ke utara, ke bekas benteng Jeng-hwa-pang untuk mengadakan pertemuan dengan para pendekar yang siap menentang para datuk sesat yang dipimpin oleh Raja dan Ratu Iblis dengan rencana pemberontakan mereka.

Seperti telah diceritakan di bagian depan, Sui Cin mampir ke Pulau Teratai Merah, akan tetapi ayah ibunya tidak berada di pulau itu. Mereka kabarnya pergi untuk mencarinya. Maka Sui Cin lalu meninggalkan surat dan pergi lagi menuju ke utara.

Secara kebetulan saja dalam perjalanannya itu ia tiba di dusun Lok-cun, beberapa hari sebelum Hui Song tiba disitu. Ketika ia lewat di depan kuil kosong, ia melihat dua orang penghuni dusun berlari-larian dengan muka pucat. Sebagai seorang pendekar wanita tentu saja ia menjadi tertarik. Waktu itu sudah senja dan matahari sudah mulai mengundurkan diri dari ufuk barat.

"Kalian mengapa berlari-lari ketakutan? Ada apakah?" tegurnya kepada dua orang dusun yang usianya sudah empat puluhan tahun itu.

Dua orang itu berlari semakin cepat ketika tiba-tiba saja ada seorang wanita cantik berlari di belakang mereka tanpa mereka dengar sebelumnya. Akan tetapi Sui Cin sekali meloncat sudah berdiri menghadang mereka dan mengembangkan kedua lengannya.

"Nanti dulu, kalian harus memberi tahu mengapa kalian berlari ketakutan?"

Dua orang itu memandang kepada Sui Cin dengan mata terbelalak dan muka pucat, lalu seorang di antara mereka berkata,

"Nona... kami... kami dikejar setan..."

Sui Cin memandang ke belakang mereka dan diam-diam ia merasa ngeri. Kalau hanya penjahat, tentu ia sama sekali tidak merasa takut. Akan tetapi setan? Ah, mana ada setan berani mengejar manusia, pikirnya.

"Mana setannya? Dimana?" tanyanya.

Di... di kuil, nona. Memang kuil itu terkenal berhantu, akan tetapi kami tidak memasuki kuil, hanya lewat. Tiba-tiba kami mendengar suara tangis disusul tawa seorang wanita, dan ada bayangan berkelebatan lenyap begitu saja di depan kami...!" dua orang itu masih menggigil, dan yang seorang segera menarik tangan kawannya lalu diajak lari dari tempat itu sambil mengomel.

"Hayo kita pergi, siapa tahu ia ini..."

Keduanya lari tunggang langgang meninggalkan Sui Cin yang tersenyum seorang diri. Sialan, ia malah disangka setan!

Akan tetapi sikap dan keterangan dua orang dusun itu membuatnya penasaran. Benarkah ada setan? Bagaimanapun juga, ia harus membuktikan sendiri, tidak percaya omongan orang begitu saja tentang setan. Selama hidupnya ia belum pernah melihat setan, dan kiranya semua orang pemberani juga belum pernah melihatnya. Yang pernah melihat setan biasanya hanya orang-orang yang sudah mempunyai rasa takut di dalam hatinya, dan sebagian besar setan hanya ada dalam dongengan dan cerita orang lain saja.

Bagaimanapun juga, ia merasa betapa jantung di dalam dadanya berdebar keras ketika ia menghampiri kuil tua itu. Cuaca sudah mulai gelap sehingga kuil kuno itu nampak menyeramkan.

Sui Cin bergerak dengan hati-hati. Mungkin tidak ada setan, akan tetapi kalau dua orang dusun itu melihat bayangan, berarti setidaknya tentu ada orang di sekitar atau di dalam kuil. Dan orang yang dapat berkelebat lenyap di depan dua orang dusun itu begitu saja, jelas bukan orang sembarangan, melainkan memiliki kepandaian tinggi. Ia harus hati-hati dan tidak sembrono. Andaikata ada orang pandai di situ, ia masih belum tahu siapa orang itu dan dari golongan apa. Dan ia merasa betapa tidak patut dan kurang ajar mendatangi tempat orang begitu saja.

Dengan hati-hati sekali, Sui Cin mempergunakan ilmu gin-kangnya yang hebat sehingga tubuhnya bagaikan seekor burung saja berkelebat dan melayang ke atas pohon-pohon, lalu melayang ke atas genteng kuil. Kedua kakinya tidak mengeluarkan bunyi apa-apa sehingga mereka yang berada di dalam kuil, biarpun memiliki kepandaian tinggi, tidak mendengar gerakannya dan tidak tahu akan kedatangan pendekar wanita ini.






Sui Cin melakukan pemeriksaan dari atas genteng kuil dan akhirnya ia dapat melihat tiga orang sedang bercakap-cakap di dalam kuil itu! Ia tersenyum. Bukan setan bukan iblis, melainkan seorang gadis cantik dan dua orang kakek yang sedang bercakap-cakap dengan suara perlahan di dalam ruangan kuil itu, ruangan yang buruk dan temboknya sudah banyak yang retak-retak.

"Dua orang dusun tadi tidak curiga?" tanya si gadis cantik.

"Ha-ha-ha, seperti biasa, orang-orang dusun itu tahyul. Mereka menyangka kami setan dan lari tunggang langgang," jawab kakek gendut sambil tertawa.

"Bagus! Biarlah mereka menyebarkan berita bahwa tempat ini berhantu. Kita tidak ingin diganggu," kata pula si gadis cantik. "Aku lelah sekali malam ini, besok pagi-pagi kita harus mencoba lagi di Guha Iblis Neraka."

"Kurasa percuma saja," kata kakek kurus, "batu besar itu mana bisa kita buka? Sudah kita coba dengan bantuan banyak kawan tetap gagal. Apakah tidak lebih baik kalau kita melapor saja kepada Ong-ya?"

Gadis itu menggeleng kepala.
"Tidak, suhu dan subo kini sedang sibuk dan sukar mencari mereka. Pula, mereka sudah menugaskan ini kepadaku, mana bisa kutinggalkan begitu saja sebelum berhasil? Kita harus mencoba lagi besok pagi-pagi, kalau gagal, biar aku akan mencari bantuan lagi."

Agaknya dua orang kakek itu merupakan pembantu-pembantu si gadis cantik karena mereka kelihatan tunduk dan taat. Mereka berdua lalu duduk bersila di ruangan itu sedangkan si gadis cantik memasuki sebuah kamar yang agaknya menjadi kamar tidurnya di dalam kuil itu.

Yang diintai oleh Sui Cin itu adalah Gui Siang Hwa, murid Raja Iblis yang berjuluk Siang-tok Sian-li dan dua orang pembantunya, yaitu Hui-to Cin-jin si kakek kurus dan Kang-thouw Lo-mo si kakek gendut, dua orang tokoh dari Cap-sha-kui.

Ia tidak mengenal siapa adanya tiga orang itu, akan tetapi gadis ini dapat menduga bahwa tiga orang yang berada di dalam kuil itu tentulah orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi. Percakapan mereka amat menarik perhatiannya, terutama sekali mengenai Guha Iblis Neraka itu. Ingin sekali ia tahu siapa adanya mereka dan tempat macam apakah guha itu.

Karena ia ingin sekali tahu, maka malam itu ia kembali ke penginapan dan pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali ia sudah bersembunyi di balik pohon dekat kuil. Pagi-pagi sekali ia melihat tiga orang itu berkelebat keluar dan berlari cepat meninggalkan kuil. Ia semakin tertarik karena ternyata tiga orang itu memang benar memiliki kepandaian tinggi dan dapat berlari cepat sekali. Akan tetapi dalam hal ilmu berlari cepat, ia adalah ahlinya dan tanpa kesukaran sama sekali ia dapat membayangi tiga orang itu dari jauh tanpa mereka ketahui.

Ketika tiga orang yang dibayangi itu tiba di Guha Iblis Neraka, Sui Cin semakin tertarik sekali. Ia mengikuti kegiatan mereka, ikut pula menyeberangi jembatan batu pedang dan melihat betapa mereka gagal membuka batu besar yang menutupi guha di sebelah dalam.

Dari percakapan mereka yang dapat ditangkapnya, akhirnya Sui Cin tahu bahwa mereka itu sedang mencari harta karun yang terdapat di balik batu besar itu! Tentu saja hatinya menjadi semakin tertarik dan ketika akhirnya dengan putus asa mereka gagal lagi, Sui Cin mendengar bahwa gadis cantik itu hendak mencari bantuan.

Ketika mereka pergi, Sui Cin tinggal di situ dan ia sendiripun lalu melakukan penyelidikan. Akan tetapi iapun tidak mampu membuka batu besar penutup guha, dan karena ia tidak tahu rahasia harta itu, tidak tahu dimana letaknya yang tepat, iapun lalu menanti kembalinya gadis cantik yang akan membawa pembantu-pembantu itu.

Ia mulai curiga mendengar dan melihat sikap dua orang kakek yang amat kasar, dan melihat sikap gadis yang genit. Biarpun belum merasa yakin benar karena belum ada buktinya, namun perasaannya mengatakan bahwa tiga orang itu bukanlah orang baik-baik dan tentu termasuk golongan sesat. Ia bersabar menunggu untuk melihat perkembangannya lebih jauh dan ia tinggal di dalam guha itu seorang diri sampai beberapa hari lamanya.

Akhirnya, pada suatu hari ia melihat munculnya tiga orang itu, sekali ini ditemani oleh seorang pemuda! Dan ketika dengan cepat ia bersembunyi di dalam pohon di atas guha dan melihat pemuda gagah itu, hampir ia berteriak saking girang dan kagetnya.

Tentu saja ia mengenal Hui Song! Akan tetapi karena ia masih menaruh hati curiga kepada tiga orang itu, ia menahan diri dan merasa heran sekali bagaimana Hui Song dapat bergaul dengan mereka dalam keadaan yang demikian karib. Apalagi melihat sikap gadis cantik itu yang demikian memikat dan dalam sikap dan gerak-geriknya nampak sekali bahwa gadis itu mencinta Hui Song, mendatangkan perasaan tidak enak dalam hati Sui Cin.

Ia membayangi terus dan terheran-heran melihat betapa kini Hui Song dan gadis itu menyeberangi jembatan batu pedang sedangkan dua orang kakek itu berhenti dan mengatakan bahwa mereka tidak sanggup maju lagi. Padahal, ia pernah melihat kedua orang kakek itu menyeberangi jembatan batu pedang ini bersama si gadis cantik, dan walaupun dengan agak sukar, kedua orang itu mampu menyeberangi.

Mengapa kini berpura-pura tidak dapat menyeberang? Ia semakin curiga, apalagi ketika melihat betapa setelah menanti beberapa lama dan Hui Song sudah lenyap bersama gadis itu, kedua orang kakek ini berindap-indap menyeberangi batu pedang! Mulailah Sui Cin mencium sesuatu yang tidak beres dan ia mengkhawatirkan keselamatan Hui Song di tangan tiga orang ini dan iapun cepat membayangi dua orang kakek itu masuk ke bagian dalam.

Demikianlah, keinginan tahu Sui Cin menyelidiki tiga orang itu dan rahasia di dalam Guha Iblis Neraka telah menyelamatkan Hui Song. Ketika pemuda ini dikeroyok tiga, Sui Cin muncul membantu dan menyelamatkannya karena Hui Song memang amat terancam bahaya ketika itu. Akan tetapi, dalam usaha mereka berdua untuk melarikan diri, Sui Cin terkena lontaran batu Kang-thouw Lo-mo yang mengakibatkan dalam kapalanya terguncang dan ia kehilangan ingatannya!

Ketika ia siuman, ia lupa segala dan melihat Hui Song, ia lalu menyerangnya. Hal ini adalah karena yang masuk ke dalam ingatannya pada saat terakhir adalah orang-orang jahat yang dilawannya. Maka begitu melihat Hui Song sebagai orang pertama pada saat ia siuman, iapun menganggap bahwa Hui Song adalah orang jahat dan diserangnya pemuda itu mati-matian.

Akan tetapi pemuda itu ternyata merupakan lawan yang amat kuat dan ia merasa kepalanya pusing maka iapun melarikan diri, mempergunakan ilmu lari cepat Bu-eng Hui-teng yang membuat pemuda itu tidak mampu mengejarnya.

Sui Cin sudah tidak ingat apa-apa lagi, yang diingatnya hanyalah bahwa ia bertemu dengan lawan, seorang pemuda jahat dan curang yang amat lihai, yang telah menyambitkan benda keras dan mengenai kepalanya karena kepala itu masih terasa sakit, dan yang tidak dapat ia kalahkan tadi. Ia hanya tahu bahwa lawan itu mengejarnya, dan karena kepalanya pening, apalagi ia tidak mampu mengalahkan, maka akan berbahayalah kalau sampai pria itu dapat mengejarnya.

Maka, Sui Cin mengerahkan tenaganya dan berlari dengan cepat sekali. Sehari lamanya ia berlari terus, hanya kadang-kadang lambat dan mengaso kalau ia sudah merasa lelah sekali. Setelah malam tiba, baru ia berhenti dan beristirahat di dalam sebuah hutan. Gadis ini sudah lupa sama sekali akan masa lalunya. Bahkan namanya sendiripun ia lupa! Iapun tidak mempunyai apa-apa lagi karena semua, pakaiannya tertinggal di tempat persembunyian di dekat Guha Iblis Neraka.

Malam itu ia menangkap seekor kelinci dan setelah memanggang dagingnya lalu makan daging panggang. Lalu ia duduk melamun di depan api unggun, mengerahkan pikiran untuk mengingat-ingat, akan tetapi tetap saja ia tidak tahu apa-apa. Yang diketahuinya hanyalah, bahwa ia dikejar-kejar seorang lawan tangguh, dan bahwa ia harus pergi ke utara, jauh melewati Tembok Besar.

Entah bagaimana, mungkin karena urusan menghadapi pemberontakan para datuk sesat itu amat terkesan di dalam batinnya, maka inilah yang teringat olehnya, yaitu bahwa ia harus pergi ke utara, keluar Tembok Besar!

Biarpun sudah kehilangan ingatannya tentang masa lalu, namun Sui Cin tidak kehilangan semangat dan kelincahannya. Ia tetap nampak segar dan wajahnya selalu berseri-seri, melakukan perjalanan dengan cepat, terus menuju ke utara.

Sama sekali tidak ada tanda-tandanya bahwa ia sedang menderita luka dan guncangan yang membuat ia kehilangan ingatannya. Hanya kalau sedang duduk seorang diri melamun dan mencoba untuk mengingat-ingat keadaan dirinya, siapa dirinya dan bagaimana asal usulnya, ia nampak bengong dan bingung.

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: