*

*

Ads

Sabtu, 03 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 100

Tiba-tiba Sui Cin terhuyung ke belakang dan memegangi kepala dengan tangan kiri. Hui Song menahan gerakannya. Gadis itu terhuyung bukan oleh serangannya dan kini kelihatan memejamkan kedua matanya dan mengeluh.

"Aihh... kepalaku... pening...!"

"Cin-moi, engkau kenapakah...? Sudah ingat lagikah engkau...?"

Hui Song menghampiri dan hendak memegang tangan gadis itu. Akan tetapi Sui Cin merenggutkan tangannya dan menampar. Untung Hui Song dapat cepat meloncat ke belakang sehingga tamparan yang amat berbahaya itu luput. Sui Cin memandang wajah pemuda itu dengan mata mengandung kemarahan, akan tetapi ia mengeluh lagi, memegang kepalanya, lalu ia meloncat jauh dan lari meninggalkan tempat itu.

"Cin-moi, tunggu...!"

Hui Song berteriak memanggil dan melakukan pengejaran. Akan tetapi, biarpun berkali-kali memanggil, gadis itu sama sekali tidak menjawab atau menoleh, apalagi berhenti. Dan larinya cepat sekali, secepat kijang! Betapapun Hui Song telah mengerahkan seluruh kepandaiannya berlari cepat, tetap saja dia tidak mampu menyusul bahkan semakin jauh tertinggal. Dia sendiri telah memperoleh kemajuan pesat dalam ilmu gin-kang, namun tentu saja kalau dibandingkan dengan Sui Cin yang telah menguasai Bu-eng Hui-teng dari Wu-yi Lo-jin, dalam hal berlomba lari, dia masih kalah jauh.

"Cin-moi...!" teriaknya penuh kekhawatiran ketika dia melihat betapa bayangan gadis yang jauh meninggalkannya itu kini lenyap ke dalam sebuah hutan lebat.

Dia mengejar terus akan tetapi menjadi bingung karena di dalam hutan itu dia sudah kehilangan jejak dan bayangan Sui Cin. Berkali-kali dia memanggil sambil berlari ke sana-sini, namun hasilnya nihil dan akhirnya pemuda ini menjatuhkan diri duduk di bawah pohon sambil menghapus keringat yang membasahi leher dan mukanya.

"Sui Cin, kemana kau pergi dan apa yang akan terjadi dengan dirimu?"

Teringat kembali bahwa gadis itu agaknya sedang menderita kehilangan ingatan, dia lalu meloncat bangun dan kembali mencari-cari dengan penuh semangat. Mengenai keselamatan diri gadis itu dia tidak begitu mengkhawatirkan karena biarpun berada dalam keadaan lupa ingatan, ternyata gadis itu kini merupakan seorang wanita yang luar biasa lihainya. Dia sendiripun tadi sampai hampir kewalahan menghadapi Sui Cin. Tidak, tidak ada orang akan dapat sembarangan saja mencelakai gadis yang lihai itu. Akan tetapi dia khawatir bagaimana akan jadinya gadis yang kehilangan ingatan itu.






Akan tetapi dia bingung kemana harus mencarinya, sedangkan ada dua macam tugas penting yang harus dilaksanakannya. Pertama, memenuhi pesan Siang-kiang Lo-jin untuk mendatangi bekas benteng Jeng-hwa-pang di luar Tembok Besar.

Kedua, dia harus menyelidiki tentang harta karun yang agaknya dilarikan orang ke Mongol. Urusan kedua ini tidak kalah pentingnya karena kalau sampai harta karun itu terjatuh ke tangan Raja Iblis, maka pemberontak-pemberontak itu akan semakin berbahaya, memiliki harta untuk membiayai pemberontakan mereka.

Maka secara untung-untungan diapun melakukan pencarian ke arah utara, sambil mencari Sui Cin, sekalian menuju ke tempat yang harus didatanginya. Pemuda ini melakukan perjalanan cepat, di sepanjang perjalanan bertanya-tanya dan menyelidiki kalau-kalau ada orang melihat Sui Cin lewat di situ.

**** 100 ****
Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: