*

*

Ads

Rabu, 21 Februari 2018

Asmara Berdarah Jilid 075

Nama seseorang memang mempunyai pengaruh besar. Biarpun belum pernah melihat kelihaian Raja dan Ratu Iblis itu, namun tiga belas orang Cap-sha-kui yang kini berkumpul semua, bersama beberapa orang datuk sesat lainnya, dan dipelopori oleh Iblis Buta, sudah pernah mendengar kesaktian suami isteri bangsawan yang kini menjadi manusia iblis itu.

Maka, bagaimanapun juga, ada perasaan gentar di dalam lubuk hati mereka. Hanya karena disitu terdapat Siangkoan Lo-jin Si Iblis Buta yang menjadi pelopor, maka mereka masih berbesar hati karena mereka semua sudah melihat sendiri kesaktian Iblis Buta ini yang telah mereka akui sebagai pemimpin, atau setidaknya beberapa orang diantara Cap-sha-kui telah mengakuinya.

Kini, mendengar pertanyaan dan ucapan Ratu Iblis, belasan orang itu memandang ke arah Siangkoan Lo-jin, mengharapkan tokoh pemimpin ini yang akan menjawab.

Siangkoan Lo-jin yang buta itu maklum melalui pendengaran dan perasaan hatinya bahwa rekan-rekannya mengharapkan dirinya sebagai pemimpin untuk menghadapi suami isteri yang begitu muncul telah menentukan dan mengangkat diri sendiri sebagai raja dan ratu para datuk. Dia menjadi marah.

"Tukk! Tukk! Tukk!"

Tiga kali ujung tongkat kayu cendana yang berada di tangannya itu menotok ke atas sebongkah batu yang berada di depan kakinya. Totokan-totokan itu nampaknya perlahan saja, akan tetapi sebongkah batu itu retak-retak dan ketika tongkat kakek buta mendorong, batu itu pecah menjadi empat potong! Betapa hebat tenaga sin-kang kakek buta ini yang disalurkan melalui tongkatnya!

"Seorang pemimpin dinilai dari perbuatannya, bukan dari namanya atau omongannya! Kalian datang-datang mengangkat diri menjadi raja dan ratu dan minta agar kami tunduk dan taat. Kami bukan anak kecil yang dapat kalian takut-takuti begitu saja. Aku Siangkoan Lo-jin, minta bukti apakah kalian memang sudah pantas untuk memimpin kami!"

Melihat betapa pemimpin ini sudah berani maju menentang, tiba-tiba suami isteri dari Kui-kok-pang, yaitu Kui-kok Lo-mo dan Kui-kok Lo-bo juga berloncatan ke depan dengan sikap menantang.

"Kami juga penasaran!" kata Kui-kok Lo-bo dengan suara melengking. "Melihat keadaan kalian, tidak lebih hebat daripada aku dan suamiku. Mana mungkin kami berdua mau tunduk dan taat kepada kalian kalau kami belum tahu sampai dimana kesaktian kalian?"

Kui-kok Lo-bo memandang dengan mata terbelalak. Nenek ini sesungguhnya tidak kalah angkernya dibandingkan dengan nenek yang berdiri di atas batu besar. Ia dan suaminya memang merasa penasaran sekali. Mereka merupakan suami isteri yang terkenal sebagai sepasang iblis, ketua Kui-kok-pang (Perkumpulan Lembah Iblis) dan merupakan tokoh-tokoh Cap-sha-kui yang ditakuti. Kini muncul suami isteri yang seolah-olah hendak menyaingi mereka, dan melihat betapa suami isteri yang baru muncul dan mengangkat diri sendiri menjadi Raja Iblis dan Ratu Iblis, tentu saja Kui-kok Lo-bo merasa penasaran.

Kakek nenek diatas batu itu merupakan orang-orang biasa saja. Dan memang keadaan suami isteri Kui-san-kok ini lebih menyeramkan dibandingkan dengan Raja dan Ratu Iblis itu. Suami isteri ini berpakaian putih-putih dan muka merekapun putih pucat, seperti muka mayat. Mata mereka mencorong mengerikan dan kekejaman mereka sudah terkenal di seluruh dunia kang-ouw. Jauh lebih mengesankan daripada suami isteri biasa sederhana yang kini berdiri di atas batu besar itu.

Sejenak nenek berambut putih itu memandang kepada suami isteri yang berdiri bertolak pinggang menentangnya di bawah batu itu tanpa perubahan air muka, hanya sepasang matanya berkedip-kedip dan sinar pandang matanya menyambar ganas. Dengan suara tetap halus akan tetapi nadanya semakin dingin saja, akhirnya ia bertanya sambil memandang ke arah sekelompok orang yang berdiri di sebelah belakang Iblis Buta dan sepasang Iblis Kui-kok-pang itu,

"Masih ada lagikah yang merasa penasaran dan yang hendak menentang kami selain tiga ekor monyet ini?"

Biarpun disitu berkumpul datuk-datuk sesat yang amat kejam deperti sakumpulan Cap-sha-kui, namun ternyata selain tiga orang itu, tidak ada lagi yang berani menentang secara terang-terangan. Mereka merasa lebih aman untuk menunggu dan melihat bagaimana kelanjutan dari sikap Iblis Buta dan suami isteri Kui-kok-pang itu.

Sementara itu, mendengar dirinya disebut "tiga ekor monyet", tentu saja Iblis Buta dan suami isteri Kui-kok-pang menjadi marah. Itulah penghinaan yang hebat! Akan tetapi, merasa betapa derajatnya lebih tinggi, yaitu sebagai pemimpin sebagian tokoh Cap-sha-kui termasuk suami isteri Kui-kok-pang itu, Iblis Buta diam saja, membiarkan bawahannya untuk bertindak lebih dahulu.






Pula, dia sendiri belum mengenal kelihaian lawan, maka kalau lawan sudah bergebrak melawan suami isteri Kui-kok-pang, dia dapat mempergumkan pendengarannya yang tajam untuk mengikuti gerakan mereka dan mengukur sampai dimana kelihaian dua orang itu.

"Kawan-kawan semua yang telah datang memenuhi undangan kami, kami berdua mengucapkan selamat datang dan terima kasih atas perhatian kalian. Percayalah, kami berdua Raja dan Ratu kalian akan mendatangkan suasana baru bagi kita semua, dan sudah waktunya bagi kita untuk menguasai dunia! Sekarang, kalau ada yang tidak setuju bahwa kami berdua yang menjadi Raja dan Ratu, dan kalau ada yang hendak menentang, kami persilakan naik ke atas batu ini. Kalau kami sampai dapat digusur turun dari atas batu ini, biarlah kami tidak akan banyak bicara lagi dan kembali ke tempat pertapaan kami dan tinggal disana sampai mati. Nah, hayo, siapa hendak naik? Tiga ekor monyet ini?"

Sikap dan ucapan nenek berambut putih itu sungguh menyakitkan hati Kui-kok Lo-mo dan Kui-kok Lo-bo. Mereka melihat bahwa batu besar itu cukup luas, tidak kurang dari lima meter persegi luasnya. Memang kurang luas untuk menjadi tempat perkelahian, akan tetapi, mereka maju bersama dan mereka berdua sudah memiliki ilmu gabungan yang dapat dimainkan oleh mereka berdua. Tempat yang sempit itu bahkan menguntungkan kalau mereka maju bersama.

"Perempuan sombong, biarkan kami yang mencoba untuk menyeret kalian turun!"

Bentak Kui-kok Lo-bo yang berwatak keras dan galak. Ia mendahului suaminya meloncat dan nampaklah dua bayangan berkelebat cepat ketika suami isteri ini melayang naik ke atas batu dan dalam waktu sekejap saja mereka kini telah berdiri berdampingan, menghadapi nenek berambut putih yang menyambut mereka dengan sikap dingin dan mata mencorong penuh selidik.

Adapun suaminya, kakek berambut putih riap-riapan itu, agaknya tidak memperdulikan, bahkan kini dia mengundurkan diri dan duduk bersila di sudut permukaan batu, bahkan lalu memejamkan kedua matanya seperti orang bersamadhi.

"Agaknya kalian yang disebut Sepasang Iblis Kui-kok-pang, dua orang diantara Cap-sha-kui. Sayang, mulai sekarang, Cap-sha-kui harus merasa puas dengan sebutan Cap-it-kui (Sebelas Iblis) saja," kata nenek berambut putih.

Suami isteri Kui-kok-pang itu mendelik. Penghinaan ini lebih hebat daripada makian monyet tadi, karena ucapan itu amat meremehkan mereka, memastikan bahwa mereka berdua tentu akan tewas sehingga Cap-sha-kui (Tiga Belas Iblis) hanya akan tinggal sebelas orang lagi saja.

"Perempuan sombong, engkaulah yang akan mampus di tangan kami!" bentak Kui-kok Lo-bo yang sudah menubruk ke depan.

Kedua lengannya tadinya terkembang, kemudian menubruk dengan sepuluh jari tangan membentuk cakar setan. Gerakannya demikian kuatnya dan mengandung sin-kang amat kuat sehingga mengeluarkan bunyi angin bersiutan!

"Plak! Plakk!"

Dua kali tangan nenek berambut putih menangkis dan tubuh Kui-kok Lo-bo terdorong dan hampir terjengkang. Tentu saja ia terkejut bukan main ketika merasa betapa dorongan tangan lawan itu lunak dan lembut, akan tetapi di balik kelembutan itu terkandung tenaga dahsyat yang tenang seperti air telaga sehingga tenaga sin-kangnya sendiri yang bersifat keras itu seperti tenggelam ke dalamnya!

Itulah semacam tenaga halus yang amat hebat, yang membuat telapak tangan wanita itu seperti kapas halusnya akan tetapi mengandung tenaga dahsyat yang sewaktu-waktu dapat dikeluarkan untuk mengirim serangan maut dari balik kelembutan.

Pada saat isterinya terdorong mundur, Kui-kok Lo-mo yang terkejut melihat cara lawan menangkis isterinya dan membuat isterinya terhuyung, sudah mengeluarkan teriakan nyaring dan diapun menerjang maju mengirim pukulan dengan targan kanan terbuka ke arah dada lawan. Kali ini, angin yang berhembus lebih kuat daripada gerakan Kui-kok Lo-bo dan tangan maut itu menyambar dahsyat, mengeluarkan suara berdesing.

Nenek rambut putih mengenal pukulan dahsyat, maka iapun mengelak dengan gerakan yang gesit, tubuhnya menyelinap ke samping akan tetapi bukan hanya sekedar mengelak karena sambil mengelak kakinya melayang ke arah selangkang lawan.

"Wuuuttt...!"

Kui-kok Lo-mo cepat meloncat ke belakang sehingga tendangan yang amat berbahaya itu lewat di depan tubuhnya. Menggunakan kesempatan ini, Kui-kok Lo-bo sudah menerjang lagi dari belakang, mencengkeram ke arah tengkuk lawan, sedangkan tangan yang lain menusuk dengan jari-jari tangan ditegakkan ke arah lambung. Sungguh merupakan serangan maut yang amat berbahaya, dilakukan dari belakang tubuh lawan pula!

Akan tetapi nenek rambut putih itu sama sekali tidak kelihatan terkejut atau gugup menghadapi serangan dari belakang ini. Ia menarik tubuh atas ke belakang sambil memutar tubuh, menangkis tusukan ke arah lambungnya itu sedangkan cengkeraman ke arah tengkuknya luput, dan secepat kilat ia menggerakkan kepala dan rambutnya yang putih dan riap-riapan itu tiba-tiba saja berubah kaku seperti kawat-kawat baja menyambar ke depan.

Bukan main hebatnya serangan ini! Di dunia persilatan ada ilmu mempergunakan rambut sebagai senjata. Akan tetapi biasanya rambut itu dikuncir sehingga kalau kepala digerakkan, kuncir yang tebal itu depat menghantam seperti ujung toya.

Ilmu mempergunakan rambut nenek ini lain lagi. Rambutnya tidak dikuncir melainkan riap-riapan dan menurut nalar, rambut yang riap-riapan ini tentu saja tidak mempunyai daya kekuatan. Akan tetapi hebatnya, begitu nenek ini menggerakkan kepalanya, rambut putih yang riap-riapan dan beribu-ribu banyaknya itu menjadi tegang seperti kawat-kawat baja halus menyambar ke arah lawan.

Kui-kok Lo-bo terkejut bukan main ketika tubuhnya dari dada sampai kepala diserang oleh rambut-rambut putih yang menjadi kaku itu. Ia cepat melempar tubuh ke belakang, akan tetapi masih saja ada rambut yang menyentuh kulit lehernya dan kulit leher itupun terluka berlubang-lubang seperti ditusuki jarum-jarum halus! Memang tidak terlalu nyeri bagi wanita iblis ini, akan tetapi cukup mengejutkan karena ternyata kekebalan kulitnya tidak dapat bertahan terhadap rambut-rambut putih halus itu.

Sementara itu, Kui-kok Lo-mo sudah menyerang lagi dengan pukulan-pukulan dahsyat. Juga Lo-bo cepat membantu suaminya dan sebentar saja nenek rambut putih itu sudah dikeroyok dua oleh sepasang iblis dari Kui-kok-pang.

Perlu diketahui bahwa suami isteri Kui-kok-pang itu melatih diri bersama, mempelajari berbagai ilmu pukulan yang ampuh-ampuh sehingga mereka berdua merupakan pasangan yang dapat bekerja sama dengan baik.

Akan tetapi, nenek yang tidak mengesankan keadaannya itu ternyata lincah bukan main dan ia seperti mempermainkan kedua orang pengeroyoknya! Gerakannya begitu mantap dan cepat sehingga kemanapun kedua orang lawannya menyerang, ia sudah siap untuk mengelak atau menangkis, bahkan hampir selalu secara langsung ia membalas setiap serangan dengan tidak kalah dahsyatnya. Hebatnya, makin dahsyat serangan lawan, makin dahsyat pula ia membalas, seolah-olah kedahsyatan serangannya tergantung kepada serangan lawan.

Hui Song dan Sui Cin yang nonton dari tempat persembunyian mereka, terbelalak kagum. Mereka berdua sudah maklum akan kesaktian suami isteri Kui-kok-pang itu. Akan tetapi melihat betapa nenek rambut putih itu mampu mempermainkan pengeroyokan mereka, sungguh hal ini amat mengejutkan dan mengagumkan. Kini mengertilah mereka mengapa dua orang kakek sakti seperti Dewa Arak dan Dewa Kipas itu nampak jerih terhadap Raja dan Ratu Iblis!

Perkelahian di atas batu itu menjadi semakin seru. Bagaimanapun juga, harus diakui bahwa Kui-kok Lo-mo dan Kui-kok Lo-bo adalah dua orang datuk sesat yang sudah memiliki kedudukan tinggi dan mengalahkan pengeroyokan dua orang ini bukan merupakan hal mudah, biarpun bagi nenek berambut putih itu sekalipun.

Memang benar bahwa nenek itu menang segala-galanya, baik kekuatan sin-kang maupun kepandaian silat dan ketinggian gin-kang, akan tetapi berkat kerja sama yang amat kompak suami isteri iblis dari Kui-san-kok itu dapat bertahan dan menjaga diri. Mereka berdua terdesak hebat dan kini bahkan sukar untuk membalas serangan nenek itu yang dibantu oleh rambutnya itu. Bagaikan gelombang samudera, nenek itu mengirim serangannya susul-menyusul, dengan kedua tangan, kedua kaki dan diseling dengan gerakan rambutnya yang amat berbahaya.

Karena merasa kewalahan, suami isteri dari Kui-kok-pang itu menjadi penasaran dan marah. Biarpun mereka bertangan kosong dan nenek rambut putih itu juga bertangan kosong, akan tetapi penggunaan rambut nenek itu bahkan lebih merepotkan daripada kalau lawan menggunakan senjata. Maka merekapun mengeluarkan bentakan nyaring dan nampaklah sinar berkelebat di bawah bayangan cahaya bulan yang kini bersinar terang. Tahu-tahu Kui-kok Lo-mo telah memegang sebatang pedang panjang lemas yang tadinya dipakai sebagai ikat pinggang, sedangkan isterinya telah memegang dua buah pisau belati yang tajam mengkilat. Dengan senjata di tangan, mereka lalu mengamuk dan menyerang kalang kabut.

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: