*

*

Ads

Sabtu, 17 Februari 2018

Asmara Berdarah Jilid 059

Akan tetapi, ketika kakek tadi menyembur dengan arak, wajah mereka pucat karena mereka teringat akan nama seorang yang selama ini dikabarkan sudah mati atau telah menjadi dewa, yaitu Ciu-sian Lo-kai (Jembel Tua Dewa Arak).

Memang orang sakti ini tidak pernah muncul di dunia kang-ouw, akan tetapi ada beberapa orang tokoh kang-ouw pernah melihat kesaktiannya sehingga namanya dikenal sebagai seorang diantara tokoh-tokoh rahasia yang amat sakti. Maka, enam orang datuk sesat itu segera mengambil langkah seribu. Biarpun mereka itu sudah menjadi datuk yang berkedudukan tinggi, akan tetapi karena mereka adalah golongan sesat, maka melarikan diri bukanlah hal yang dipantang oleh mereka.

Ci Kang berdiri memandang sambil bertolak pinggang, sama sekali tidak bergerak untuk melakukan pengejaran.

"Orang muda, kenapa engkau tidak mengejar mereka?"

Ci Kang menoleh kepada kakek jembel itu.
"Kenapa aku harus mengejar mereka?" dia balas bertanya sambil memandang tajam kepada kakek jembel yang sakti itu, yang entah mengapa telah mencampuri urusannya dan membantunya.

Harus diakuinya dalam hati bahwa kakek ini telah menyelamatkan nyawanya dari ancaman maut dikeroyok orang-orang Cap-sha-kui tadi.

"Lhoh! Bukankah mereka tadi mati-matian hendak membunuhmu?"

"Benar, akan tetapi aku tidak ingin membunuh mereka."

Kakek jembel itu melangkah dekat dan memandang sambil tersenyum lebar, wajahnya berseri dan matanya bersinar-sinar.

"Orang muda, apakah engkau tidak menaruh dendam kepada mereka yang hendak membunuhmu?"

"Tidak, mereka suka kekerasan dan suka membunuh, aku tidak."

"Bagus! Andaikata mereka itu membunuh ayahmu, apakah engkau juga tidak sakit hati dan mendendam?"

Ci Kang teringat akan ayahnya yang hidup sebagai datuk sesat. Kalau ayahnya terbunuh orang, hal itu hanya terjadi karena kesalahan ayahnya sendiri. Orang yang suka bermain dengan api seperti ayahnya, kalau sekali waktu terbakar, tidak perlu penasaran lagi. Maka diapun menggeleng kepala.

Kakek jembel itu kelihatan semakin girang.
"Wah, inilah orangnya yang kucari selama ini. Orang muda, engkau bernama Siangkoan Ci Kang, bukan? Engkau putera tunggal Siangkoan Lo-jin?"

Pemuda itu menjadi semakin heran dan dia mengangguk.

"Heh-heh, bagus! Ayahnya menjadi pimpinan kaum sesat mengumbar nafsu, puteranya malah bebas dari nafau dendam. Siangkoan Ci Kang, baru saja kalau tidak ada aku, engkau tentu sudah mati di tangan badut-badut itu. Nah, untuk membalas budi itu, apa yang ingin kau lakukan untukku?"

Ci Kang mengerutkan alisnya dan menggeleng kepala.
"Locianpwe, walaupun locianpwe telah mengusir orang-orang yang mengeroyokku dan menyelamatkan aku, hendaknya locianpwe ingat bahwa aku tidak pernah minta tolong kepadamu. Jadi aku tidak berhutang budi atau apapun kepada locianpwe."

Orang lain tentu akan merasa penasaran dan marah sekali mendengar jawaban orang yang pernah diselamatkan nyawanya seperti itu, akan tetapi sungguh kakek itu berwatak aneh. Dia malah tertawa senang!






"Ha-ha-ha, cocok! Bagus! Tidak pernah hutang budi, tidak pernah menghutangkan budi, berarti tidak pula pernah mendendam. Ha-ha, orang muda, engkaulah orang yang kucari-cari!"

Ci Kang merasa semakin heran. Kakek ini sungguh luar biasa, tidak saja mengetahui keadaannya, akan tetapi juga omongannya aneh dan sikapnya luar biasa.

"Mengapa locianpwe berkata demikian? Mengapa locianpwe mencari-cari aku?"

"Aku mencari murid dan engkaulah orangnya yang paling cocok. Orang muda, tidak kusangkal bahwa engkau telah memiliki ilmu silat yang tinggi dan jarang ada orang dapat menandingimu. Akan tetapi sayang, ilmu-ilmumu masih mentah. Tadipun andaikata ilmumu sudah matang, tanpa kubantu sekalipun engkau akan menang menghadapi para pengeroyokmu."

Ci Kang menggeleng kepala.
"Tidak mungkin, locianpwe. Mereka itu adalah tokoh-tokoh Cap-sha-kui yang berilmu tinggi. Bahkan ayah sendiripun agaknya tidak akan kuat kalau menghadapi pengeroyokan mereka."

"Ha-ha, engkau sudah melihat betapa dengan mudah aku menghadapi mereka. Siangkoan Ci Kang, mari kau ikut bersamaku setahun saja dan aku akan mamatangkan ilmumu."

Ci Kang mengerutkan alisnya, mempertimbangkan. Tentu saja dia yang sejak kecil belajar silat, merasa girang kalau sampai dapat menjadi murid kakek yang dia tahu memiliki kepandaian hebat ini. Akan tetapi diapun memiliki watak yang bebas, tidak mau terikat.

"Apakah locianpwe hendak mengambil murid kepadaku sebagai balas budi?"

“Ha-ha-ha, akupun seorang yang suka bebas dari pada segala macam hutang budi seperti engkau. Aku ingin mengambil murid karena kulihat engkau berbakat sekali, dan karena aku merasa cocok dengan watakmu."

Giranglah rasa hati Ci Kang mendengar ucapan ini. Tanpa ragu-ragu lagi diapun menjatuhkan diri berlutut di depan kakek jembel itu.

"Baiklah, suhu, teecu terima dengan gembira sekali."

Kakek itu juga merasa gembira bukan main. Sambil tertawa-tawa dia lalu menarik tangan Ci Kang dan diajaklah pemuda itu pergi dari situ untuk mulai menggemblengnya sebagai murid.

Kakek itu adalah Ciu-sian Lo-kai, tokoh sakti aneh yang tak pernah muncul di dunia kang-ouw dan yang pernah mengunjungi Lembah Naga tempo hari. Seperti kita ketahui, Ciu-sian Lo-kai berbeda pendapat dan berbantahan dengan Go-bi San-jin tentang sikap Pendekar Cia Han Tiong mengenai dendam dan ikatan.

Dan karena mereka merasa sudah terlalu tua untuk saling gempur, keduanya lalu berjanji untuk mencari murid dan mendidik murid itu menurut pandangan hidup masing-masing, tentu saja dengan maksud untuk kemudian diuji siapa yang lebih berhasil.

Go-bi San-jin lalu berhasil membujuk Cia Sun yang sedang dicekam dendam karena kematian ibu dan para suhengnya, sedangkan Ci Kang yang jemu dengan dunia hitam dan kejahatan, kini menjadi murid kakek jembel itu.

**** 059 ****
Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: