*

*

Ads

Senin, 08 Januari 2018

Siluman Gua Tengkorak Jilid 21

Orang-orang Hong-kiam-pang merasa marah dan sakit hati sekali ketika mendengar bahwa dua orang murid mereka yang terkenal, yaitu Cia Kok Heng dan Kwee Siu, tewas didalam tangan Siluman Guha Tengkorak. Mereka lalu mengadakan rapat darurat, memanggil semua tokoh murid mereka dan rapat itu dipimpin oleh dua orang pemimpinnya yaitu Im Yang Tosu yang menjadi ketuanya dan Bu Beng Tojin yang menjadi pembantu utama atau wakil ketuanya.

Im Yang Tosu adalah seorang tosu berusia hampir tujuh puluh tahun, tubuhnya kurus dan pendek, akan tetapi wajahnya masih nampak segar dan gerakannya juga masih lincah. Tosu ini adalah tokoh Kun-lun-pai, maka tentu saja berhak untuk menjadi ketua Hong-kiam-pang yang menjadi cabang dari Kun-lun-pai. Ilmu kepandaiannya tinggi dan wataknya keras walaupun telah berpuluh tahun dia menjadi pendeta Agama To.

Wakilnya yang berjuluk Bu Beng Tojin adalah seorang pendeta yang bertubuh tinggi kurus, bermata tajam dan bersikap lemah lembut dan pendiam. Akan tetapi dia merupakan seorang pembantu yang baik sekali, bahkan hampir semua urusan luar dari Hong-kiam-pang berada dalam pengawasannya. Seperti juga Im Yang Tosu, tentu saja Bu Beng Tojin ini mahir Ilmu Pedang Hong-kiam-sut, akan tetapi berbeda dari Im Yang Tosu yang memang menjadi murid yang pandai dari Kun-lun-pai, sebaliknya Bu Beng Tojin ini bukan murid Kun-lun-pai, melainkan ahli dalam pelbagai cabang ilmu silat berbagai aliran.

Akan tetapi, setelah diuji oleh Im Yang Tosu sendiri, ternyata kepandaian Bu Beng Tojin ini cukup lihai, bahkan hanya sedikit di bawah tingkat Im Yang Tosu, oleh karena itu maka dia dipercaya dan diangkat sebagai pembantu utama atau boleh dibilang juga wakil ketua.

Dalam banyak urusan, usul-usulnya selalu baik dan dapat diterima. Dalam menghadapi Siluman Guha Tengkorak sekalipun, Im Yang Tosu menyerahkan kepada wakilnya itu untuk mengatur bagaimana baiknya untuk membalas kematian dua orang murid mereka.

"Sesungguhnya memang serba susah." kata Bu Beng Tojin dalam rapat itu ketika ditanyai pendapatnya. "Perkumpulan kita selalu berusaha menjauhkan dari permusuhan. Akan tetapi dua orang murid kita tewas dan tentu saja kita tidak dapat membiarkan kematian itu lewat tanpa terbalas. Cuma ada satu hal yang harus diselidiki dengan teliti, apakah benar kedua orang murid kita itu tewas di tangan orang yang berjuluk Siliman Guha Tengkorak itu."

Suhengnya, Im Yang Tosu, menarik napas panjang.
"Siancai...! Pinto sendiri tidak menghendaki adanya permusuhan antara Hong-kiam-pang dengan pihak manapun juga dan di dunia ini banyak terdapat orang jahat yang memenuhi pemukaan bumi. Tidak mungkin kalau Hong-kiampang lalu harus memusuhi dan berusaha membasmi semua penjahat itu. Maka kitapun tidak pernah mencampuri urusan Siluman Guha Tengkorak selama dia tidak mengganggu kita. Akan tetapi, Tujuh Pendekar Tai-goan adalah murid-murid kita, dan terutama sekali Cia Kok Heng dan Kwee Siu yang langsung adalah murid-murid pinto sendiri. Tak dapat disangkal lagi bahwa tentu Siluman Guha Tengkorak yang membunuh mereka. Bukankah isteri Kok Heng juga telah diculiknya?"

Bu Beng Tojin juga menarik napas panjang.
"Tidak ada akibat tanpa sebab, dan itulah hukum alam! Mungkin isteri Kok Heng terlalu cantik maka ia terculik, dan dua orang murid kita itu tewas karena mereka menggunakan kekerasan. Lalu sekarang apa yang suheng kehendaki dalam menghadapi urusan ini?"

"Bukan hanya demi nafsu mendendam, sute, akan tetapi juga untuk membersihkan nama kita dan membersihkan dunia ini dari gangguan siluman itu. Kita harus serbu Guha Tengkorak dan membasmi siluman itu. Untuk ini, pinto serahkan siasatnya kepadamu."

Bu Beng Tojin mengangguk-angguk.
"Jangan khawatir, suheng. Aku akan membawa anak murid kita dan menyelidiki keadaan Guha Tengkorak. Suheng tenang-tenang sajalah disini menanti berita dari kami."

Demikianlah, pada malam hari bulan purnama itu, Bu Beng Tojin membawa para anak murid Hong-kiam-pang yang terkumpul sebanyak dua puluh lima orang menuju ke daerah Guha Tengkorak dan melakukan penyelidikan. Semua guha dimasuki dan diobrak-abrik. Akan tetapi mereka tidak menemukan sesuatu kecuali guha-guha kosong yang sunyi dan menyeramkan.

"Kalian semua menjaga di depan guha, dan sebagian melakukan penyelidikan sambil meronda. Pinto sendiri diam-diam akan menyelinap ke belakang bukit, siapa tahu siluman itu akan melarikan diri dari jalan rahasia di belakang bukit. Kalian tidak boleh meninggalkan tempat ini sebelum pinto datang."

Demikian Bu Beng Tojin berpesan kepada para murid Hong-kiam-pang, agaknya hendak menggunakan siasat menggeprak dari depan membiarkan musuh lari lewat pintu belakang dan dia sudah menanti disana untuk menyergapnya!






Para murid Hong-kiam-pang itu dengan pedang telanjang di tangan, berjaga-jaga dengan penuh kewaspadaan. Mereka percaya akan kelihaian ji-suhu mereka, akan tetapi bagaimanapun juga, mereka merasa ngeri juga di tempat yang sunyi menyeramkan ini. Apalagi kalau mereka ingat betapa Tai-goan Ji-hiap, Tujuh Pendekar Tai-goan yang kesemuanya amat lihai itu tewas di tangan siluman ini! Dan ji-suhu mereka itu pergi begitu lamanya.

Sampai lewat tengah malam belum juga kakek itu kembali dan mereka tidak berani meninggalkan tempat itu seperti yang dipesan oleh ji-suhu mereka. Padahal, selagi berjaga, mereka mendengar suara-suara aneh, seperti dengung suara musik suling, yang-kim dan canang dipukul, dari tempat jauh sekali, kadang-kadang seperti terdengar keluar dari jurang-jurang terbawa angin. Padahal mereka tahu bahwa di sekitar tempat itu tidak ada dusun, dan suara musik itu juga bukan musik dusun, melainkan musik halus yang biasanya hanya terdapat di kota besar. Tentu saja hal ini membuat mereka semakin ngeri karena suara itu agaknya datang dari alam lain yang didatangkan oleh siluman-siluman!

Tentu saja para anak murid Hong-kiam-pang ini tidak pernah menduga sama sekali bahwa suara musik itu memang keluar dari jurang karena jurang-jurang itu merupakan "jendela" dari tempat rahasia yang berada di balik bukit guha-guha itu, di dalam bukit yang bertebing tinggi itu.

Mereka tidak pernah menyangka bahwa di balik guha-guha itu sedang dilangsungkan pesta gila-gilaan, pesta yang penuh kecabulan dimana nafsu berahi diumbar dan dilampiaskan begitu saja dengan liar tanpa mengenal malu-malu lagi. Juga pada malam hari itulah Thian Sin terpaksa menyerahkan diri karena ingin menyelamatkan Kim Hong. Akan tetapi dia lengah dan tidak memperhitungkan kecerdikan ketua Jit-sian-kauw itu.

Ketika dia membiarkan dirinya dibelenggu, yakin bahwa tidak ada belenggu yang akan mampu menahannya, dan selagi dia mencurahkan perhatiannya kepada para pembelenggunya, tanpa disangkanya dia telah diserang oleh Sian-su dengan menggunakan saputangan yang mengandung obat bius yang amat kuat sehingga dia pingsan.

Malam itu semakin larut dan suasana menjadi makin sunyi. Di luar daerah Guha Tengkorak itu makin sunyi melengang, sedangkan di dalam tempat rabasia dari perkumpulan Jit-sian-kauw itupun sudah mulai sunyi karena para tamunya sudah mulai membawa pasangan mereka masing-masing ke tempat menyendiri untuk dapat berasyik-masyuk tanpa terganggu.

Lampu-lampu sudah dipadamkan dan diganti dengan lampu-lampu yang terbungkus kain berwarna-warni sehingga suasana menjadi amat romantis dan coook untuk para pasangan itu melampiaskan nafsu berahi masing-masing sesuka hati mereka. Ganti-berganti pasanganpun terjadilah dan pesta gila itu akan berlangsung sampai matahari terbit pada keesokan harinya, setelah tubuh mereka tidak mengijinkan lagi untuk melanjutkan pesta-pora pelampiasan nafsu itu.

Teriakan yang amat mengejutkan para murid Hong-kiam-pang itu terjadi lewat tengah malam. Mereka mengenal suara ji-suhu mereka di balik bukit,

"Anak-anak... ke sinilah dan cepat bantu pinto!"

Demikian ji-suhu mereka itu berteriak-teriak dan mereka mendengar suara desir angin pukulan, tanda bahwa ji-suhu mereka itu sedang berkelahi.

Dan kalau sampai ji-suhu mereka itu berteriak minta bantuan, itu tentu berarti bahwa lawannya sungguh seorang yang luar biasa lihainya. Berbondong-bondong dua puluh lima orang itu berlari ke arah tempat itu dan di bawah sinar bulan purnama yang sudah mulai condong ke bawah itu mereka melihat ji-suhu mereka benar-benar sedang bertanding melawan seorang laki-laki yang memakai topeng tengkorak dan berpakaian serba putih dengan bagian dada ada lukisannya tengkorak darah. Siluman Guha Tengkorak!

Dan mereka melihat betapa ji-suhu mereka kini sedang mengadu tenaga sin-kang dengan siluman itu, dua pasang tangan mereka itu saling lekat dan saling dorong!

Para murid itu berhenti dan memandang dengan bingung. Mereka semula maklum bahwa kalau ji-suhu mereka sedang mengadu sin-kang seperti itu, mereka tidak boleh mengganggu. Selain tenaga sin-kang mereka masih belum mencapai tingkat setinggi tingkat suhunya, juga campur tangan mereka dapat membahayakan keselamatan ji-suhu mereka sendiri.

Maka mereka hanya mendekat dan mengepung saja, siap dengan pedang di tangan untuk membantu kalau keadaan mengijinkan. Tiba-tiba terdengar Bu Beng Tojin mengeluarkan bentakan nyaring. Dia mendorong dan... lawannya itu roboh terpental dan terpelanting. Melihat ini, para murid Hong-kiam-pang cepat menubruk ke depan dan hendak menggerakkan pedang mereka untuk menyerang tubuh orang bertopeng yang sudah roboh itu.

"Tahan! Biarkan pinto menangkapnya!" teriak Bu Beng Tojin mencegah para murid itu dan kakek ini lalu menubruk ke depan, monotok beberapa jalan darah lawannya yang seketika menjadi lemas dan lumpuh. "Keluarkan belenggu dan belenggu kaki tangannya. Jangan sakiti atau bunuh dia, biar kita membawanya menghadap suheng!"

Bukan main girangnya hati para murid Hong-kiam-pang melihat betapa orang bertopeng tengkorak itu telah roboh pingsan. Mereka membelenggu dan menelikungnya seperti seekor babi hendak disembelih dan beramai-ramai mereka menggotong orang tawanan ini turun dari tebing. Bu Beng Tojin melarang mereka membuka topeng yang menutupi muka orang itu.

"Inikah yang dinamakan Siluman Guha Tengkorak, ji-suhu?" tanya mereka kepada Bu Beng Tojin ketika mereka beramai pulang dengan hati gembira karena kemenangan itu.

"Siapa lagi kalau bukan dia? Dia lihai sekali, hampir pinto kewalahan menghadapinya. Untung pada saat terakhir kalian muncul sehingga perhatiannya tertarik dan sedikit banyak dia merasa terkejut dan khawatir sehingga hal itu mengurangi tenaga sin-kangnya, memungkinkan pinto untuk mengalahkannya. Pantas dia mampu merajalela dan mengacau karena memang ilmu kepandaiannya luar biasa lihainya."

"Susiok, kenapa kita tidak bunuh saja iblis ini agar arwah toa-suheng dan ji-suheng dapat menjadi tenang?" seorang pemuda berkata dengan sikap penasaran.

Pemuda ini adalah murid Im Yang Tosu ketua Hong-kiam-pang. Ketua ini mempunyai lima orang murid, dan murid pertama dan ke dua adalah mendiang Cia Kok Heng dan Kwee Siu. Pemuda itu adalah murid ke tiga, maka dia menyebut susiok kepada Bu Beng Tojin.

"Bersabarlah, kita tunggu saja keputusan dari gurumu." jawab Bu Beng Tojin.

Malam sudah hampir terganti pagi ketika mereka tiba di kuil mereka, disambut oleh para murid lain yang menjadi tegang dan gembira, juga ingin tahu sekali ketika mendengar bahwa Bu Beng Tojin telah berhasil menawan Siluman Guha Tengkorak!

Bu Beng Tojin melemparkan tubuh siluman itu ke atas lantai ruangan depan. Para murid Hongkiam-pang mengepung tempat itu dan sebagian lagi melapor ke dalam. Karena Im Yang Tosu sedang samadhi, maka mereka tidak berani mengganggu dan menanti sampai tosu tua itu selesai samadhinya, sementara itu mereka mendengarkan Bu Beng Tojin menceritakan pengalamannya.

"Memang menggelisahkan sekali menanti malam tadi, sendirian di balik bukit itu. Akan tetapt pinto yakin bahwa penjahat itu tentu akan keluar juga. Kita telah mempergunakan siasat mengancam di depan pintu dan membiarkan harimau lolos dari belakang. Kalau pinto membawa semua murid ke belakang, tentu dia tidak akan berani keluar. Pinto sendiri bersembunyi dan membiarkan dia mengira bahwa semua orang menyerbu dari depan. Akhirnya, diapun berkelebat keluar dari balik semak--semak yang pinto kira tentu merupakan jalan rahasianya. Nah, pinto lalu menyergapnya dan pinto sama sekali tidak mengira bahwa dia memang lihai bukan main sehingga pinto tidak segera memangil kalian. Akan tetapi, masih untung bahwa akhirnya pinto berhasil..."

Tiba-tiba Bu Beng Tojin menghentikan kata-katanya dan menoleh ke luar dengan sikap kaget sekali.

Semua orang cepat menoleh dan juga terkejut karena tiba-tiba saja seperti munculnya setan, di pekarangan itu telah berdiri seorang yang berpakaian putih-putih dengan sulaman tengkorak darah di dadanya, dan mukanya juga mengenakan topeng tongkorak!

Keadaan orang itu persis dengan siluman yang telah ditelikung dan kini rebah miring di atas lantai, hanya orang yang baru datang ini tubuhnya agak lebih kecil. Tiba-tiba siluman yang baru datang ini dengan kecepatan kilat, sama sekali tidak tersangka-sangka, menyambitkan sesuatu ke arah siluman yang terbelenggu.

Siluman Gua Tengkorak







Tidak ada komentar: