*

*

Ads

Sabtu, 06 Januari 2018

Siluman Gua Tengkorak Jilid 16

Para anak buah perkumpulan itupun sudah mengurung tempat itu dan bersiap-siaga, bahkan ada sepuluh orang yang berderet dengan busur dan anak panah siap diluncurkan.

Semua ini tidak terlepas dari pandang mata Thian Sin. Dia maklum bahwa dia akan menghadapi pengeroyokan dan karena dia belum tahu sampai dimana kelihaian Sian-su, juga para pendekar yang mabok berahi itu, maka keadaannya cukup berbahaya. Apa lagi dia berada di pusat tempat rahasia itu yang banyak mengandung perangkap-perangkap. Maka diapun tidak mau menjatuhkan tangan maut.

Tepat seperti yang diduga oleh Sian-su, kini Thian Sin memperlihatkan kepandaiannya dan lima orang itu, walaupun semuanya bersenjata, terdesak hebat. Setiap tangkisan itu membuat mereka terhuyung dan semua serangan mereka tidak ada gunanya sama sekali, kalau tidak terpental oleh tangan pemuda itu, tentu hanya mengenai tempat kosong saja, sebaliknya setiap tamparan tangan pemuda itu, baru angin pukulannya saja membuat mereka kewalahan.

Tiba-tiba Thian Sin berteriak,
"Pergilah kalian!"

Dan kaki tangannya bergerak cepat sekali. Terdenqar suara berkerontangan dan nampak lima batang pedang terlempar ke sana-sini sedangkan lima orang itupun terjengkang dan terpelanting ke kanan kiri! Mereka tidak terluka parah, akan tetapi senjata mereka terlepas dari tangan dan tubuh mereka terpelanting, ini sudah merupakan bukti cukup bahwa mereka telah kalah!

Sian-su, pendeta siluman itu, kini melepaskan rangkulan dari pinggang ramping kekasihnya, dan sekali melompat dia sudah berhadapan dengan Thian Sin.

"Siancai, siancai...! Pendekar Sadis memang benar tangguh, cukup pantas untuk menjadi lawan-ku! Mari kita main-main sebentar, taihiap!"

Thian Sin melihat perobahan pada sikap para pengikut agama yang datang mendekat. Melihat betapa Sian-su sendiri yang maju, agaknya merekapun merasa penasaran dan diantara mereka bahkan ada yang sudah melepaskan rangkulan mereka kepada gadis pasangan mereka masing-masing dan mereka bersikap mengancam.

Akan tetapi pada saat itu, pendeta siluman itu sudah menerjangnya dengan pukulan yang cukup dahsyat. Sebelum tangannya tiba, sudah ada angin pukulan yang dahsyat menyambar dan ini saja menunjukkan bahwa pendeta siluman itu memiliki tenaga sin-kang yang kuat sekali.

Thian Sin juga tidak mau main-main lagi dan dia sudah mengerahkan tenaga Thian-te Sin-ciang untuk menangkis. Thian-te Sin-ciang (Tangan Sakti Langit Bumi) ini adalah penghimpunan sin-kang yang luar biasa kuatnya, yang membuat kedua tangan pemuda itu mampu menangkis senjata tajam tanpa terluka, merupakan satu diantara sekian banyak ilmu luar biasa yang dikuasainya.

Kini, menghadapi lawan yang diketahuinya amat tangguh, Thian Sin tidak ragu-ragu lagi untuk mengeluarkan ilmunya ini untuk menandingi tenaga dalam lawannya.

"Dukk!"

Pertemuan dua tenaga sakti yang amat hebat itu terasa oleh semua orang yang menjadi penonton. Ada getaran hebat menyambar ke sekeliling tempat itu. Thian Sin sendiri merasa betapa tubuhnya terguncang yang memaksa dia melangkah mundur dua tindak, akan tetapi Siansu itu sendiri juga terhuyung ke belakang.

"Hebat...!"

Sian-su memuji, bukan pujian kosong karena dia benar-benar merasa kagum dan semakin besar keinginannya untuk dapat menarik pemuda sehebat ini sebagai sekutunya atau pembantunya. Tentu kedudukannya akan menjadi makin kuat kalau dia dapat menarik pemuda ini menjadi sekutunya.

Kini dia menyerang lagi dan dia mengerahkan gin-kangnya. Diam-diam Thian Sin terkejut bukan main. Kiranya siluman ini adalah seorang ahli gin-kang yang hebat! Kim Hong tentu tertarik sekali melihat ini, karena Kim Hong sendiri adalah seorang ahli gin-kang yang sukar dicari bandingnya. Dan agaknya, pendeta siluman ini benar-benar hebat sekali ilmunya meringankan tubuh sehingga tubuhnya berkelebatan seperti terbang saja.

Thian Sin harus mengakui bahwa biarpun belum tentu siluman ini dapat menandingi Kim Hong dalam hal ilmu meringankan tubuh, namun dia sendiri masih kalah setingkat oleh pendeta siluman ini! Maka diapun lalu mainkan Ilmu Thai-kek Sin-kun, ilmu yang memiliki dasar amat kuat sehingga biarpun diserang dari jurusan manapun dengan kecepatan yang bagaimanapun, dengan ilmu ini dia dapat menjaga diri dan bahkan balas menyerang dengan tidak kalah hebatnya.






Dengan ilmu silat ini, maka boleh dibilang kemenangan pendeta siluman itu dalam hal kecepatan dapat dipunahkan. Setelah lewat lima puluh jurus, agaknya pendeta siluman itu sudah puas dan kagum sekali. Dalam lima puluh jurus dia tidak mampu mengalahkan pemuda ini bahkan kalau dilanjutkan, belum tentu dia akan menang. Maka tiba-tiba dia mengeluarkan bentakan nyaring dan tangannya menampar ke arah kepala Thian Sin. Pemuda itu menangkisnya.

"Plakk! Brettt...!"

Ujung lengan baju Thian Sin terobek karena begitu tertangkis, pendeta siluman itu merobah tangannya menjadi cengkeraman yang bergerak ke bawah mencengkeram pergelangan tangan Thian Sin, akan tetapi berkat tenaga Sin-ciang, cengkeraman itu meleset dan hanya merobek ujung lengan baju.

"Ha-ha-ha, lengan bajumu robek, taihiap!"

Sian-su berkata sambil mengangkat robekan itu ke atas dan memandang penuh rasa puas karena robekan lengan baju itu dapat dijadikan bukti bahwa dia telah menang setingkat. Akan tetapi, pandang mata Thian Sin ke arah jubahnya membuat dia menunduk dan melihat ke arah dadanya dan terkejutlah dia melihat betapa kain jubah di bagian dadanya berlubang dan kini robekan kain putih itu berada di tangan Thian Sin! Kalau saja tidak ada topeng tengkorak yang menutupi, tentu akan nampak wajah itu merah sekali.

Saking merasa malu, pendeta siluman itu menjadi marah dan diapun sudah menyerang lagi dengan ganas. Thian Sin menyambutnya dengan tenang dan untuk kedua kalinya, ketika lengan mereka beradu, pendeta siluman itu terhuyung ke belakang sedangkan Thian Sin hanya terdorong mundur dua langkah saja.

Hal ini membuat pendeta siluman itu mengambil keputusan untuk mempergunakan ilmu sihirnya. Dia berdiri tegak dan menggerakkan kedua tangan ke atas kepala, bertepuk tangan di atas kepalanya. Ketika kedua telapak tangan itu bertemu, terdengar suara seperti ledakan nyaring dan nampak asap mengepul dari kedua tangan itu.

"Ceng Thian Sin, berani engkau melawanku? Lihat, siapakah sebenarnya aku? Aku adalah Thian-liong-ong (Raja Naga Langit) yang menjelma!"

Memang hebat kekuatan sihir pendeta siluman itu. Biarpun sihirnya ditujukkan kepada Thian Sin, akan tetapi semua orang yang berada disitu melihat betapa bentuk Sian-su kini telah berobah. Tubuhnya menjadi tinggi besar dan pakaiannya seperti pakaian raja, yang hebat adalah kepalanya karena kepala yang biasanya memakai topeng tengkorak itu kini berobah menjadi kepala naga! Benar-benar seperti gambar atau patung. Raja Naga Langit!

Diantara mereka yang melihat ini segera menjatuhkan diri berlutut saking takutnya. Akan tetapi, Thian sin yang tadi merasa adanya kekuatan mujijat yang menyerang panca inderanya, cepat mengerahkan batin dan mempegunakan tenaga batin untuk melawan dan tentu saja dia sebagai orang yang pernah mempelajari ilmu sihir di Himalaya tidak terpengaruh setelah dia mengerahkan tenaga batinnya, dan bagi pandang matanya, pendeta siluman itu tetap sama saja dengan tadi!

Ingin dia mentertawakan lawan dan menghinanya, mengatakan bahwa ilmu main sulap itu hanya dapat mengelabui kanak-kanak saja. Akan tetapi Thian Sin adalah seorang yang cerdik sekali. Dia tahu bahwa banyak orang yang tidak berdosa d tempat ini, yang menurut semua kehendak pendeta siluman ini karena kekuatan sihir atau mungkin juga obat dalam minuman.

Mereka ini tidak berdosa dan sepatutnya kalau dibebaskan dari pengaruh pendeta siluman ini. Akan tetapi, kalau dia mempergunakan kekerasan, mungkin dia akan gagal. Dia sudah mengukur ilmu silat lawan itu yang benar-benar tangguh. Dia yakin tidak akan kalah terhadap Sian-su, akan tetapi kalau para pembantunya maju mengeroyok, juga kalau para pendekar yang menjadi pengikut agama itu ikut pula turun tangan, mungkin sekali dia akan celaka.

Apalagi kalau diingat bahwa dia belum berhasil membebaskan orang-orang yang tidak berdosa, juga bahwa dia masih berada di pusat sarang musuh yang berbahaya, maka kekerasan bukanlah jalan untuk mencapai kemenangan. Thian Sin lalu menunduk dan menjura seolah-olah memberi hormat kepada "dewa" itu, lalu berkata dengan suara membela diri,

"Terpaksa saya harus melawan menghadapi siapapun juga kalau keselamatan dan nyawa saya terancam."

"Ceng Thian Sin, siapa bilang bahwa nyawamu terancam? Sian-su bermaksud baik denganmu, berniat untuk mengajakmu bekerja sama!" berkata "Raja Naga Langit" itu dan bagi pendengaran semua orang kecuali Thian Sin, suara itupun berbeda dengan suara Sian-su.

Kembali Thian Sin menjura dengan hormat.
"Kalau benar demikian, tentu saja saya bersedia untuk berdamai dan bicara."

"Bagus! Bagus sekali!"

Manusia berkepala naga itu lalu bertepuk tangan, terdengar ledakan keras disusul asap mengepul dan ketika asap menghilang, disitu telah berdiri Sian-su dengan sikapnya yang tenang.

”Ceng-taihiap, kami telah mendengar ucapanmu tadi dan kami merasa gembira sekali. Mari, silahkan duduk dan mari kita bicara dengan baik-baik." Dia mempersilahkan dan mengajak Thian Sin duduk kembali.

Pesta dilanjutkan dan melihat betapa pemuda itu tidak suka menyaksikan adegan-adegan cabul disitu, Sian-su lalu mengajaknya menuruni anak tangga dan bicara di sebuah ruangan lain. Belasan orang anak buah Sian-su ikut pula mengawal, tentu dengan maksud untuk mengeroyok apa bila pemuda itu memberontak.

Setelah mereka duduk, Sian-su lalu memberi "kuliah" kepada Thian Sin tentang pelajaran di dalam agamanya yang baru, yang hendak membebaskan manusia dari pada rasa takut akan kematian, dan menjanjikannya kesenangan setelah mati nanti, juga menceritakan bahwa semua kecabulan yang dilihat pemuda itu adalah suatu cara untuk menundukkan nafsu dengan jalan membiarkan nafsu-nafsu itu menggelora dan kemudian mati sendiri. Thian Sin mendengarkan dengan setengah hati saja, akan tetapi dia pura-pura tertarik sekali dan menanggapinya sambil mengangguk-angguk.

"Kami memberikan kesenangan dunia akhirat kepada para pengikut kami," demikian pemimpin agama itu mengakhiri kuliah dan penjelasannya tentang agamanya.

"Dan imbalan apakah yang harus diberikan oleh para pengikut?" Thian Sin bertanya dengan sikap seolah-olah dia tertarik sekali untuk menjadi pengikut pula.

"Siancai...! Untuk pekerjaan suci, kami tidak memiliki pamrih untuk kepentingan diri- sendiri. Kami tidak menuntut imbalan, kecuali kesetiaan. Kalu para pengikut hendak menyumbang demi kemajuan agama kita, dan untuk membuat pembangunan-pembangunan, hal itu adalah suka rela. Akan tetapi, walaupun kami tahu bahwa Ceng-taihiap adalah seorang yang kaya raya, buktinya melihat sumbanganmu tadi, namun kami bukan mengharapkan bantuan harta darimu."

"Habis, bantuan apa?"

"Bantuan kerja sama dalam bentuk tenaga dan kepandaian silat taihiap. Hendaknya taihiap ketahui bahwa usaha kami ini banyak mendapat tentangan dari agama-agama lain dan sudah sering kali kami mereka cari dan mereka bermaksud membasmi kami. Oleh karena itu, taihiap bukan kami anggap sebagai pengikut biasa, melainkan sekutu kami, sebagai seorang diantara kami dan kalau taihiap dapat memenuhi harapan kami ini, percayalah bahwa dengan segala kemampuanku, taihiap akan menjadi orang pertama sesudah aku untuk berkenalan secara langsung dengan Dewa Kematian."

"Ahhh...!" Thian Sin pura-pura merasa girang sekali. "Aku akan girang sekali!"

"Akan tetapi, untuk itu kami harus benar-benar dapat dipercaya kepadamu, dan ini ada syaratnya."

"Syaratnya?"

"Menurut pelaporan anak buah kita, ada lima orang pendekar dari agama lain yang sedang menyelidiki tempat kita ini. Mereka merupakan bahaya bagi kita, maka aku minta kepadamu untuk menghadapi mereka dan membasmi mereka. Sanggupkah engkau, Ceng-taihiap?"

Thian Sin mengangkat muka dan memandang tajam, bertemu dengan pandang mata lawan yang penuh selidik. Dia berhadapan dengan orang yang cerdik pula.

"Sian-su, aku masih dalam taraf percobaan, bagaimana engkau sudah begitu percaya kepadaku? Apakah engkau tidak khawatir kalau aku berkhianat setelah aku tiba di luar tempat ini?"

Siluman Gua Tengkorak







Tidak ada komentar: