*

*

Ads

Rabu, 27 Desember 2017

Harta Karun Jenghis Khan Jilid 13

"Wah-wah-wah, apa kukata? Engkau memecahkan meja dan mangkok yang tadi kupakai. Engkau harus menggantinya! Sialan, jangan-jangan aku yang disuruh mengganti. Engkau pantas dihajar!"

Hai-pa-cu menjadi semakin marah dan kini dia sudah menubruk lagi, rantainya menyambar dengan membuat gulungan sinar melengkung lebar dari samping. Si pemuda menyambutnya dengan tangan.

"Plakk!"

Dan ujung rantai itu membelit lengan si pemuda. Wajah si tinggi besar itu menyeringai kegirangan dan mengira bahwa dia kini dapat membalas. Ditariknya dengan pengerahan tenaga agar pemuda itu terbawa dan terpelanting. Namun, ternyata tubuh pemuda itu sama sekali tidak bergerak, seolah-olah seorang anak kecil menarik batu karang saja!

Dan pemuda itupun tersenyum-senyum, lalu tiba-tiba kakinya bergerak menendang, mula-mula kaki kiri lalu disusul kaki kanan. Tendangan pertama mengenai pergelangan tangan si tinggi besar yang memegang gagang rantai. Tidak keras, akan tetapi karena ujung sepatunya dengan tepat mengenai jalan darah, Hai-pa-cu mengeluarkan seruan kaget, lengannya seperti lumpuh dan tangannya tidak mampu lagi mempertahankan rantainya yang terampas. Sebelum dia tahu apa yang terjadi, tendangan ke dua datang.

Kiranya pemuda itu menggunakan tendangan Soan-hong-twi, yaitu semacam tendangan berantai yang dapat dilakukan terus-menerus secara bergantian oleh kedua kaki.

"Desss...!"

Tendangan itu keras sekali dan tepat mengenai dada Hai-pa-cu. Agaknya si pemuda sekali ini mengerahkan tenaga sin-kangnya karena tubuh lawan yang tinggi besar itu terlempar keras ke arah... meja Thian Sin dan Kim Hong!

Kalau tubuh tinggi besar yang terlempar itu terbanting dengan kerasnya ke atas meja, tentu meja itu akan remuk dan akan menimpa masakan-masakan di dalam mangkok yang tentu akan membuat kuah masakan memercik ke muka dan pakaian Thian Sin dan Kim Hong.

Mereka tentu saja tidak menghendaki hal ini terjadi, maka keduanya sudah bangkit berdiri dan mengulur lengan. Dengan berbareng tangan mereka menerima tubuh itu dan mendorongnya kembali ke arah si pemuda sastrawan!

Melihat ini, pemuda sasterawan itu berseru kagum.
"Bagus sekali!"

Memang gerakan Thian Sin dan Kim Hong itu hebat dan hal ini hanya dapat dilihat oleh orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi. Dapat mendorong kembali tubuh yang sedang melayang itu membutuhkan tenaga sin-kang yang lembut dan kuat. Bukan melawan tenaga luncuran tubuh yang melayang itu, melainkan memutarnya sedemikian rupa sehingga tenaga luncuran itu tidak patah bahkan ditambah oleh tenaga mereka berdua sehingga si tinggi besar itu kini melayang ke arah si sastrawan muda dengan lebih cepat dari pada tadi!

Hal ini memang disengaja oleh Thian Sin dan Kim Hong. Mereka tahu bahwa pemuda itu sudah mengenal mereka, atau setidaknya telah maklum akan kepandaian mereka, maka tadi si pemuda sengaja melontarkan Hai-pa-cu ke arah mereka. Tentu dengan maksud menguji, maka kini merekapun ingin menguji pemuda sastrawan yang aneh itu.

Akan tetapi, agaknya pemuda sastrawan itu tidak berani menyambut lontaran yang kuat itu dengan tenaga sin-kang, melainkan dia miringkan tubuhnya dan mencengkeram leher baju si tinggi besar itu, kemudian dengan bentakan nyaring dia langsung melemparkan tubuh itu ke arah pintu rumah makan sambil berseru,

"Pergilah!"

Tubuh Hai-pa-cu terbanting keluar rumah makan diiringi sorakan dan ejekan banyak orang. Si tinggi besar yang tadi bersikap sombong dan mengaku sebagai jagoan dari Yen-tai itu tidak berani banyak lagak lagi. Tanpa menoleh diapun merangkak bangkit dan segera melarikan diri dengan terhuyung-huyung meninggalkan tempat itu.

Pemuda sastrawan itu kini menghampiri si gadis manis yang masih berdiri di dekat meja Thian Sin, menjura dengan senyum ramah.

"Jangan khawatir, nona. Anjing itu telah kuusir dan persilahkan nona melanjutkan hidangan nona."

Gadis itu yang tadinya sedang memandang kepada Thian Sin, kini menoleh dan terpaksa menghadapi pemuda itu, mengangguk dan tanpa berkata apapun lalu kembali duduk menghadapi mejanya.

Tentu saja pemuda sastrawan itu melongo menghadapi sikap dingin ini. Bukankah dia telah menolongnya dan mengusir laki-laki yang kasar tadi? Akan tetapi gadis itu sama sekali tidak memperlihatkan terima kasih, bahkan ramah sedikitpun tidak! Dan pada saat itu, kepala pelayan sudah datang dan menghampirinya, menjura dan berkata dengan suara lirih dan hati-hati.






"Maaf, kongcu. Meja dan prabot makan itu..."

Pemuda itu agaknya masih merasa mendongkol oleh sikap si gadis yang tidak mengenal budi, maka kini dia menoleh memandang meja yang pecah-pecah dan prabot makan yang hancur, lalu mengangkat pundaknya.

"Kau melihat sendiri, yang membikin rusak adalah anjing besar tadi. Apakah aku yang harus menggantinya?"

"Tapi... maaf, orang tadi sudah pergi dan dia berkelahi disini dengan kongcu..." biarpun merasa segan, namun kepala pelayan itu terpaksa menuntut karena diapun takut mempertanggung jawabkan kerusakan dan kerugian itu kepada majikannya.

Dan apa yang dilakukannya itu, menuntut kepada si pemuda sastrawan, juga bukan merupakan hal yang tidak benar karena bukankah perkelahian itu terjadi antara si tinggi besar dan si pemuda sastrawan? Dan karena si tinggi besar sudah pergi, siapa lagi kalau bukan pemuda itu yang harus menggantinya? Apalagi pemuda itu bukan kelihatan sebagai seorang miskin.

"Sudahlah, lopek. Masukkan semua kerugian itu ke dalam perhitunganku. Aku yang akan membayar ganti ruginya."

Tiba-tiba gadis itu berkata, tanpa mengangkat muka dan melanjutkan makan seolah-olah tidak terjadi sesuatu.

Pemuda sastrawan itu tersenyum dan mendekati meja nona itu.
"Ah, sebenarnya tidak perlu begitu, nona. Biarlah aku saja yang mengganti semua kerugian."

"Biarlah, karena aku yang menjadi gara-gara semua itu, sungguhpun aku sama sekali tidak pernah minta atau mengharapkan bantuan darimu."

Jawaban ini sungguh dingin dan anehnya, kembali nona itu melirik ke arah Thian Sin sehingga Kim Hong yang sejak tadi melihat ini, mengerutkan alisnya. Pasti ada apa-apanya sikap gadis ini terhadap Thian Sin, pikirnya. Bagi Kim Hong, tidak heranlah melihat gadis-gadis tertarik kepada kekasihnya yang memang tampan dan ganteng, akan tetapi mengapa gadis itu begitu memperhatikan Thian Sin, padahal, bukankah yang telah membantunya adalah pemuda sastrawan itu dan pemuda itupun sama sekali tidak dapat dibilang buruk, bahkan tampan dan menarik sekali!

Akan tetapi, pemuda itu tidak nampak bingung atau kecewa mendengar ucapan itu.
"Aku mengerti, nona. Aku tahu bahwa tanpa bantuanku sekalipun, anjing itu sama sekali tidak akan mampu mengganggumu. Hanya kupikir, tidak sepantasnya kalau nona sendiri yang turun tangan menghajar orang kasar macam dia. Padahal, andaikata tidak ada aku sekalipun, di depan nona, terutama dengan hadirnya dua orang pendekar yang berilmu tinggi seperti kedua orang yang duduk di sebelah kiri itu, penjahat kecil macam Hai-pa-cu itu akan mampu berbuat apakah?"

Berkata demikian, pemuda itu menoleh kepada Thian Sin dan Kim Hong, lalu menjura ke arah mereka. Gadis itupun menoleh dan iapun tersenyum manis kepada Thian Sin.

"Akupun tahu dan merasa kagum sekali kepada mereka." katanya.

Mendengar ini, Kim Hong tertawa dan berkata,
"Eh, sobat sastrawan yang hebat, setelah mejamu remuk, mengapa engkau tidak makan bersama kami sekalian belajar kenal?"

Thian Sin juga cepat bangkit dan menjura kepada gadis itu.
"Agaknya kita semua saling mengagumi, bagaimana kalau kita berempat makan semeja dan minta disediakan hidangan baru yang segar? Sudikah nona...?"

Tidak seperli ketika menghadapi pemuda sastrawan tadi, kini gadis ini tersenyum manis dan berkata,

"Terima kasih, akupun ingin sekali berkenalan dengan ji-wi..."

Lalu gadis itu memanggil pelayan, menyuruh pelayan membersihkan meja baru dan mereka berempatpun lalu duduk di satu meja.

"Ha-ha, sungguh baik sekali nasibku hari ini. Perkenalkanlah, aku she Be bernama Kok Siang seorang pelancong dari Thian-cin. Sungguh berbahagia sekali hatiku dapat berkenalan dengan tiga orang yang lihai dan amat mengagumkan."

Sambil berkata demikian, pemuda itu bangkit dan menjura kepada mereka bertiga, satu demi satu, sikapnya akrab, ramah dan kocak sekali sehingga Kim Hong tersenyum dan merasa semakin suka kepada sastrawan yang berwatak lembut, tidak pemarah dan gembira ini.

"Aku she Bouw, bernama In Bwee." kata gadis itu, lebih ditujukan kepada Thian Sin dari pada kepada dua orang yang lain karena ketika memperkenalkan dirinya, matanya tidak pernah melepaskan wajah Thian Sin.

"Nama yang indah sekali!" kata Bu Kok Siang, sastrawan muda yang usianya kurang lebih dua puluh tiga tahun itu. "Dan aku pernah mendengar bahwa di kota raja ada seorang hartawan besar. Nama Bouw-wan-gwe (Hartawan Bouw) amat terkenal bukan hanya karena kaya raya melainkan juga karena dermawan..."

"Ah, berita dilebih-lebihkan. Bouw-wan-gwe adalah ayahku, dan jangan terlalu memuji..." kata Bouw In Bwee dan sekali ini mau tidak mau dipandangnya Kok Siang sambil tersenyum simpul.

"Aha, kiranya puteri Bouw-wan-gwe! Wah, dibandingkan dengan harta kekayaan orang tuamu, aku tidak lebih hanya seorang jembel saja, siocia!" kata pula Kok Siang.

"Hemm, saudara Bu terlalu merendahkan diri." tegur Kim Hong tersenyum.

"Eh, eh, sampai lupa. Ji-wi (kalian berdua) belum memperkenalkan diri," kata Kok Siang, dan sepasang pendekar itu melihat sinar aneh berkilat dari kedua mata pemuda itu, sinar kecerdasan sehingga mereka dapat menduga bahwa di balik sikap yang tak acuh itu sebenarnya tersembunyi perhatian yang besar.

"Namaku Ceng Thian Sin dan ia adalah Toan Kim Hong." kata Thian Sin sambil lalu, akan tetapi dia memperhatikan kalau-kalau kedua orang itu mengenal namanya. Akan tetapi, gadis itu tidak kelihatan terkejut, dan pemuda itupun hanya mengerutkan alisnya.

"Ceng Thian Sin...? Serasa pernah aku mendengar nama ini, seperti tidak asing bagiku, akan tetapi... baru sekarang aku berjumpa dengan taihiap..."

"Ah, buang saja taihiap itu, engkau sendiripun berkepandaian hebat, saudara Bu."

"Tidak ada sekuku hitam Ceng-taihiap dan juga Toan-lihiap... ah, nama Toan Kim Hong sungguh indah sekali!"

Kim Hong tersenyum dan menatap wajah ganteng itu.
"Hi-hik, agaknya saudara Bu Kok Siang ini selain pandai bersajak, pandai ilmu silat, juga mempunyai kepandaian untuk merayu dan memuji-muji nama wanita. Sungguh mempunyai banyak macam kepandaian!"

Ucapan ini sebenarnya dapat dianggap sebagai tamparan, akan tetapi karena Kim Hong mengucapkannya dengan nada sungguh-sungguh, bukan mengejek, dan sambil tersenyum, maka pemuda itupun tertawa gembira.

Mereka makan minum sambil bercakap-cakap gembira. Thian Sin dan Kim Hong mendengar bahwa In Bwee selain menjadi puteri seorang hartawan yang kaya, juga ia sejak kecil mempelajari ilmu silat sehingga mencapai tingkat yang cukup tinggi sehingga andaikata tadi Kok Siang tidak turun tangan, ia sendiripun akan sanggup menghajar penjahat kasar itu.

Karena selain sebagai seorang gadis kaya, juga ia merupakan seorang gadis ahli silat, maka tidaklah mengherankan kalau In Bwee suka melakukan perjalanan seorang diri, dan malam itu memasuki restoran tanpa teman lagi, seperti biasa seorang gadis kang-ouw yang bebas.

Adapun Bu Kok Siang menurut pengakuannya adalah seorang perantau yang bertempat tinggal di Thian-cin dan kebetulan sedang melancong ke kota raja. Baru tiga hari dia berada di kota raja.

Semua nampaknya kebetulan saja, akan tetapi diam-diam pasangan pendekar ini menduga dengan penuh keyakinan bahwa kedua orang muda yang menjadi sahabat baru itu sama sekali bukan secara kebetulan saja bertemu dengan mereka. Bahkan pemunculan Hai-pa-cu tadipun bukan tidak mungkin sudah direncanakan terlebih dahulu.

Akan tetapi, tentu saja mereka tidak mau menyinggung hal ini. Makin cerdik keadaan lawan, makin menariklah permainan itu! Mereka sendiri mengaku sebagai dua orang yang melancong ke kota raja, datang dari utara tanpa memberi tahu tentang hubungan mereka berdua. Mereka hanya mengatakan bahwa mereka adalah teman-teman baik saja.

Mereka lalu berpisah sebagai sahabat-sahabat baru setelah saling berjanji akan mengunjungi Bouw In Bwee yang mengundang mereka. Akan tetapi yang terutama mendapat perhatian dan undangan khusus dari In Bwee adalah Thian Sin.

"Tidak salah lagi mereka berdua itu tentu ada hubungannya dengan urusan ini," demikian kata Thian Sin setelah mereka tiba di kamar hotel mereka.

"Akupun berpendapat demikian. Dan gadis itu she Bouw, sungguh kebetulan sekali sama dengan she dari kepala penjahat besar di kota raja yang pernah kita dengar dari Liong-kut-pian Ban Lok itu."

"Kau maksudkan Pat-pi Mo-ko Bouw Kim Seng?"

Kim Hong mengangguk.
"Sikapnya amat mencurigakan dan... dan... ia selalu memperhatikan engkau, dan kelihatan selalu hendak memikat..."

"Eh, kau cemburu?"

Tentu saja Thian Sin sudah dapat mengetahui sejak tadi betapa In Bwee selalu memikatnya dan betapa Kim Hong melihat hal ini dengan cemburu yang disembunyikan.

"Siapa cemburu? Sastrawan itupun ganteng dan menarik sekali!" jawab Kim Hong.

Thian Sin maklum bahwa kekasihnya itu sengaja menyebut nama Kok Siang untuk membalasnya.

"Pemuda itupun patut diperhatikan, dia tidak kalah menarik dan mencurigakan dari pada In Bwee. Karena itu, aku ingin agar engkau mencari dan menyelidikinya."

"Dan engkau sendiri akan menyelidiki In Bwee?"

"Tepat! Kita membagi tugas dan kurasa dari mereka itulah kita akan mengetahui tentang rahasia peta yang hilang."

"Hemm, tugas yang manis dan menyenangkan bagimu, ya?"

"Kim Hong, keadaan kita sama saja."

"Maksudmu?"

"Aku bisa tertarik kepada In Bwee yang manis, akan tetapi engkaupun bisa tertarik kepada Kok Siang yang ganteng. Bukan engkau saja yang bisa cemburu, akupun bisa."

"Jadi..."

"Nah, kita uji diri dan batin sendiri. Sedikit main-main, apa salahnya? Dan yang terpenting, kita bukan mengejar asmara, melainkan mengejar rahasia peta. Ingat!"

Thian Sin tersenyum. Kim Hong membalas pandang mata itu, tersenyum pula. Keduanya mengerti lalu saling rangkul dan keduanya roboh di atas pembaringan sambil tertawa-tawa dan segera mereka tenggelam dalam kemesraan dan pencurahan kasih sayang mereka satu sama lain.

**** 13 ****
Harta Karun Jenghis Khan







Tidak ada komentar: