*

*

Ads

Selasa, 01 Agustus 2017

Pendekar Sadis Jilid 166

Tinggal Siangkoan Wi Hong seorang diri harus menghadapi wanita itu! Pemuda ini menjadi pucat mukanya. Akan tetapi dia maklum bahwa dia tidak mungkin dapat melarikan diri lagi maka diapun lalu membuat gerakan tiba-tiba, menyambitkan yang-kimnya ke arah lawan, disusul dengan kedua tangannya yang mencengkeram ke arah ubun-ubun kepala dan tangan kanan mencengkeram ke arah buah dada! Inilah serangan maut yang dimaksudkan untuk mengadu nyawa dengan gadis cantik itu!

Akan tetapi, dengan mudah Kim Hong mengelak dari sambaran yang-kim, dan sebelum serangan kedua tangan lawan dapat menyentuhnya, ia sudah membuat gerakan meloncat cepat, tubuhnya melesat ke arah belakang tubuh lawan, kepalanya digerakkan dan tahu-tahu rambutnya yang panjang hitam dan harum itu telah menyambar ke depan dan telah membelit leher Siangkoan Wi Hong!

Bukan belitan mesra dari rambut harum itu seperti yang dibayangkan oleh Siangkoan Wi Hong, melainkan belitan yang amat kuat, melebihi kuatnya lilitan seekor ular dan rambut itu telah mencekik leher! Siangkoan Wi Hong terkejut dan otomatis kedua tangannya bergerak ke leher untuk melepaskan belitan itu.

Akan tetapi tiba-tiba Kim Hong memutar kepalanya dan tubuh Siangkoan Wi Hong terangkat dan terbawa putaran itu, diputar beberapa kali dengan amat kuat. Tubuh Siangkoan Wi Hong melayang ke arah Thian Sin! Tubuh itu sudah lemas karena belitan rambut tadi membuatnya tidak dapat bernapas, maka ketika Thian Sin menyambutnya dengan tamparan, Siangkoan Wi Hong yang sudah setengah mati itu tidak mampu mengelak lagi.

"Prokk!"

Tubuh pemuda itu terbanting dan seperti juga ayahnya, kepalanya retak oleh tamparan Thian Sin dan diapun tewas tak jauh dari mayat ayahnya. Mereka kini saling berhadapan, saling pandang di bawah penerangan sinar lampu redup depan pondok itu. Mayat lima orang itu berserakan.

"Kim Hong..."

"Mari kita pergi dari sini, kalau ketahuan pasukan penjaga kita repot juga." Kim Hong memotong kata-kata Thian Sin dan meloncat pergi, disusul oleh Thian Sin.

Baru setelah sinar matahari pagi menciptakan warna indah cerah di ufuk timur dan mereka telah tiba jauh sekali dari kota Tai-goan, mereka berhenti. Pagi itu cerah dan indah sekali, secerah hati Thian Sin. Lenyaplah semua perasaan kesepian, lenyaplah semua perasaan nelangsa, terganti sinar kegembiraan memenuhi hatinya, walaupun kegembiraan ini kadang-kadang menyuram oleh bayangan betapa gadis ini pernah berciuman dengan mesra bersama Siangkoan Wi Hong!

Mereka berhenti di padang rumput, jauh dari dusun-dusun. Hanya burung-burung yang menyambut keindahan pagi dengan nyanyian mereka sajalah yang menemani mereka di tempat sunyi itu. Tidak nampak seorangpun manusia lain di sekitarnya.

"Kim Hong," kata Thian Sin yang sejak tadi menahan-nahan perasaan hatinya untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menyesak di dada, karena ketika mereka berlari-lari tadi, Kim Hong seolah-olah hendak mengajaknya berlumba. "Sekarang aku minta penjelasan darimu."

Kim Hong tersenyum, menggunakan saputangan sutera hijau untuk menghapus keringat dari leher dan dahinya, kemudian ia menggunakan saputangan itu untuk dikebut-kebutkan ke atas rumput di bawahnya. Titik-titik embun yang menempel pada ujung-ujung rumput itu, seperti juga keringatnya tadi, tersapu bersih dan setelah sebagian rumput itu kering, iapun lalu menjatuhkan diri duduk di atas rumput yang sudah tidak basah itu, sambil tersenyum.






"Penjelasan apa lagi?" tanyanya sambil mengerling dan Thian Sin melihat betapa kerling mata dan senyum itu mengandung perpaduan antara ejekan dan rangsangan.

Thian Sin mengerutkan alisnya, rasa cemburu memanaskan dadanya dan dia menjadi tidak sabaran. Diapun menjatuhkan diri duduk di atas rumput, tidak peduli bahwa celananya menjadi basah oleh embun yang memandikan rumput-rumput hijau.

"Penjelasan banyak hal. Kenapa engkau meninggalkan aku pergi tanpa pamit? Kemudian, mengapa engkau melindungi Siangkoan Wi Hong ketika aku menyerangnya? Dan kenapa engkau bersekutu dengan Pak-san-kui dan kemudian engkau membalik melawan mereka dan membantuku? Dan kenapa... engkau membiarkan dirimu dirayu dan dicium oleh Siangkoan Wi Hong?"

Mendengar semua pertanyaan itu, Kim Hong tersenyum dan memandang kepada Thian Sin seperti pandang mata seorang dewasa memandang anak-anak yang nakal dan ingin digodanya. Kemudian ia mencabut sebatang rumput dan menggigit-gigit rumput itu diantara giginya yang berderet rapi dan putih seperti deretan mutiara, diantara bibirnya yang merah membasah dan tersenyum simpul itu.

"Thian Sin, engkau ini seorang pendekar yang berilmu tinggi, akan tetapi jalan pikiranmu masih begitu picik dan tumpul. Kalau engkau tidak mengerti mengapa aku meninggalkanmu, biarlah engkau tinggal tolol dan aku tidak mau memberitahukan kepadamu. Akan tetapi yang lain-lain dapat kujelaskan. Aku mendahuluimu ke Tai-goan, aku hendak menyelidiki keadaan Pak-san-kui yang kau sohorkan hebat itu. Aku sengaja mendekati Siangkoan Wi Hong dan ketika aku sedang menyelidiki, lalu muncul engkau yang hendak merusak penyelidikanku dengan menyerang Siangkoan Wi Hong. Tentu saja aku mencegahmu.”

“Aku sengaja bersekutu dengan Pak-san-kui untuk menyelidiki keadaannya dan melihat keadaan mereka amat kuat, didukung oleh pasukan penjaga keamanan Tai-goan, mana mungkin engkau mampu mengalahkannya? Maka ketika engkau menyerangnya dan aku melindunginya, engkau lari dan diam-diam aku membayangimu, tahu bahwa engkau tinggal di pondok itu. Aku lalu mengajak mereka untuk menyerbu tanpa bantuan pasukan. Nah, setelah Pak-san-kui dan puteranya dan tiga orang muridnya menyerbu, bukankah hal itu yang kau tunggu-tunggu?"

Thian Sin melongo, lalu menggerakkan tangan hendak memegang lengan gadis itu, akan tetapi Kim Hong mengelak.

"Kim Hong, maafkan aku. Kiranya engkau melakukan semua itu untuk membantuku! Sungguh benar katamu bahwa aku seperti buta, aku telah berani menyangka yang bukan-bukan, mengira engkau membelakangiku dan memihak mereka. Kau maafkan aku!"

Bibir bawah yang lunak itu mencibir,
"Hemm, untuk kesalah pengertian itu aku tidak perlu memaafkanmu karena memang sebaiknya kalau engkau salah mengerti agar penyelidikanku menjadi sempurna."

"Kim Hong, kalau engkau tidak menyesal, mengapa engkau menjauhkan diri? Sungguh aku tidak mengerti."

"Apa saja yang kau mengerti kecuali membunuh orang?" Kim Hong mengejek.

"Kim Hong... aku minta kepadamu, jangan kau biarkan aku dalam kebingungan, jelaskanlah mengapa engkau meninggalkan aku dan mengapa pula engkau membiarkan dirimu dirayu oleh Siangkoan Wi Hong."

Tiba-tiba sepasang mata itu berkilat dan alis itu berkerut.
"Ceng Thian Sin, karena engkau mendesak, aku akan memberitahu, akan tetapi kalau sesudah ini engkau tidak minta ampun kepadaku, jangan harap aku akan sudi bertemu muka denganmu lagi! Dengarlah baik-baik. Engkau telah menghinaku, engkau telah meremehkan perasaanku dengan mencium So Cian Ling di depan mataku! Itulah sebabnya maka aku meninggalkanmu! Dan engkau melihat aku membiarkan diri berciuman dan berpelukan dengan pria lain, tidak peduli siapapun pria itu? Karena aku sengaja melakukannya untuk membalas dendam kepadamu! Aku tahu engkau membayangi kami dan aku ingin engkau melihatnya! Nah, aku sudah memberi penjelasan!" Kim Hong bangkit berdiri dan membalikkan tubuhnya, membelakangi pemuda itu.

Thian Sin menjadi bengong sejenak, kemudian melihat betapa kedua pundak gadis itu bergoyang-goyang, tahulah dia bahwa Kim Hong menangis, walaupun ditahan-tahannya sehingga tidak terisak. Maka diapun lalu menubruk kedua kaki gadis itu dan dengan penuh penyesalan diapun berkata,

"Kim Hong, kau ampunkanlah aku, Kim Hong."

Sikap dan ucapan Thian Sin ini seperti membuka bendungan air bah sehingga air mata gadis itu mengalir turun dan kini ia tidak dapat menahan tangisnya sesenggukan.

"Kim Hong, aku mengaku salah... aku... tidak sengaja, melihat ia menghadapi kematian, aku terharu dan... ah, ampunkan aku, Kim Hong, aku... cinta padamu."

Akan tetapi walaupun kini Thian Sin memeluk kedua kakinya dan berada di depannya, Kim Hong tidak menjawab dan hanya menangis dan menutupi mukanya dengan saputangan.

"Kim Hong, maukah engkau mengampuniku?" Kembali Thian Sin berkata sambil mengangkat muka memandang.

Kim Hong menahan isaknya dan menjawab lirih,
"Kalau aku tidak sudah mengampunimu sejak tadi, tentu aku sudah membantu mereka mengeroyokmu dan apa kau kira saat ini kau masih dapat hidup?"

Bukan main girangnya hati Thian Sin mendengar ini dan memang diapun dapat melihat kenyataan dalam ucapan gadis itu. Kalau tadi Kim Hong membantu Pak-san-kui mengeroyoknya, jelaslah bahwa dia takkan mungkin dapat menang.

Menghadapi Pak-san-kui seorang saja, dia hanya menang setingkat, juga demikian kalau dia melawan Kim Hong maka kalau Pak-san-kui dibantu Kim Hong menyerangnya, sudah jelas dia akan kalah. Apalagi disitu masih ada Pak-thian Sam-liong dan Siangkoan Wi Hong! Belum lagi diingat bahwa tanpa bantuan Kim Hong, tentu dia telah dikurung oleh ratusan orang pasukan penjaga. Tidak, betapapun lihainya, dia tidak mungkin dapat meloloskan diri dan sekarang tentu sudah menjadi mayat seperti Pak-san-kui dan murid-muridnya.

"Terima kasih Kim Hong, terima kasih! Sungguh aku yang tolol, dan aku amat cinta padamu. Kim Hong, apakah engkau juga cinta kepadaku?"

Kim Hong menjatuhkan diri berlutut, berhadapan dengan pemuda itu.
"Tolol, kalau aku tidak cinta padamu, apa kau kira aku sudi menyerahkan diri tempo hari? Kalau aku dikalahkan oleh pria yang tidak kucinta, apa sukarnya bagiku untuk membunuh diri?"

"Kim Hong..."

Mereka berpelukan, saling dekap dan saling cium dengan penuh kemesraan, dengan panas karena disitu mereka mencurahkan semua kerinduan hati mereka yang mereka tahan-tahan selama ini. Mereka tidak mempedulikan lagi rumput basah air embun, bahkan rumput-rumput itu menjadi tilam pencurahan kasih asmara mereka di tempat sunyi itu. Mereka lupa akan segala dan tinggal di padang rumput itu sampai dua hari dua malam, setiap saat hanya bermain cinta, saling mencurahkan cinta berahi yang seolah-olah tidak pernah mengenal puas.

Sanggama, perbuatan yang dilakukan oleh pria dan wanita, adalah sesuatu yang amat indah, sesuatu yang tidak terelakkan, sesuatu yang wajar, sesuatu yang mengandung kenikmatan lahir batin, sesuatu yang menjadi hal yang terutama dalam hubungan antara pria dan wanita di dunia ini. Juga merupakan suatu perbuatan yang suci, karena di dalamnya terkandung kemujijatan besar, yaitu perkembangbiakan manusia, penciptaan manusia di dalam rahim ibunya.

Sungguh sayang bahwa sejak ribuan tahun, hal itu malah dianggap sebagai sesuatu yang harus dirahasiakan, sesuatu yang bahkan dianggap tidak pantas untuk dibicarakan, terutama sekali kepada anak-anak, kepada calon-calon manusia yang pada waktunya tidak akan terbebas daripada perbuatan itu pula.

Sementara bahkan ada pandangan orang-orang yang belum mengerti atau yang munafik, atau yang pura-pura mengerti, bahwa sanggama adalah suatu hal yang "kotor" untuk dibicarakan. Mengapakah kita tidak berani mengungkap peristiwa ini, perbuatan ini, bahkan banyak yang menganggapnya sebagai pantangan dan sebagai pelanggaran susila kalau membicarakannya? Mengapa? Apakah karena di situlah tersembunyi rahasia kelemahan kita, sesuatu yang membuat kita tidak berdaya, sesuatu yang menghancurkan seluruh gambaran dari si "aku"?

Ataukah karena begitu saratnya kata sanggama atau sex dengan hal-hal yang dianggap memalukan dan tidak pantas maka kata itu, penggambaran tentang itu dianggap tidak layak dikemukakan kepada kita yang "berbudaya", yang "sopan" yang "bersusila"? Mengapa kita begitu munafiknya sehingga untuk membicarakan kita merasa malu, walaupun tidak seorangpun diantara kita yang tidak melakukannya? Membicarakan malu, akan tetapi melakukannya, walaupun dengan sembunyi-sembunyi, tidak. Bukankah ini munafik namanya?

Memang, seperti juga orang makan, kalau sanggama dilakukan orang hanya untuk sekedar mengejar kesenangan belaka, hal itu dapat saja menjadi sesuatu yang tidak sehat dan buruk.

Orang yang memasukkan sesuatu ke dalam perutnya melalui mulut, kalau hanya terdorong oleh nafsu keinginan belaka, bukan tidak mungkin "makan" lalu menjadi sesuatu yang buruk dan mungkin menimbulkan bermacam-macam penyakit. Demikian pula dengan sanggama, kalau dilakukan hanya untuk menuruti nafsu keinginan, maka yang ada hanyalah nafsu berahi semata dan hal ini menimbulkan bermacam keburukan seperti pelacuran, perjinaan, perkosaan dan sebagainya.

Akan tetapi, kalau sanggama dilakukan dengan dasar cinta kasih, sebagai tuntutan lahir batin yang wajar, maka hubungan sanggama merupakan hubungan puncak yang paling indah dan suci bagi pria dan wanita yang saling mencinta. Penumpahan rasa sayang, rasa cinta, rasa bersatu, yang amat agung. Perbuatan apapun yang dilakukan manusia, termasuk terutama sekali sanggama, kalau dilakukan dengan dasar cinta kasih, maka perbuatan itu adalah benar, bersih, sehat, dan indah. Indah sekali!

Karena perbuatan antara dua orang manusia itu dilakukan dengan penuh kesadaran, dengan penuh kerelaan, tidak terdapat sedikitpun kekerasan, disitu yang ada hanya kemesraan dan dorongan untuk saling membahagiakan.

Saling membahagiakan! Inilah sanggama yang dilakukan dengan dasar saling mencinta. Bukan mencari kenikmatan melalui partnernya, sama sekali tidak. Bahkan kenikmatan itu datang karena membahagiakan partnernya. Inilah sanggama yang benar karena cinta kasih tidak akan ada selama diri sendiri ingin senang sendiri. Sayang sekali kalau hal yang teramat penting ini dilupakan orang.

Sekali lagi perlu kita semua ingat bahwa sanggama hanyalah suci dan bersih apabila dilakukan orang atas dasar cinta kasih! Tanpa adanya cinta kasih maka hal itu bisa saja terperosok kepada perbuatan maksiat yang kotor. Pada hakekatnya, semua pengejaran kesenangan adalah sesuatu yang kotor karena disitu terkandung kekerasan dalam usaha untuk mencapai apa yang dikejar, yaitu kesenangan tadi.

Jadi, perlulah bagi anak-anak kita untuk semenjak kecil sudah mengetahui dengan jelas bahwa sanggama adalah hubungan yang paling mesra antara dua orang laki-laki dan wanita yang saling mencinta.

Saling mencinta! Dan bukan hanya saling tertarik oleh keadaan lahiriah belaka, seperti wajah cantik atau tampan, kedudukan, kepandaian, harta benda dan sebagainya. Perlu anak-anak kita mengetahui bahwa hubungan itu adalah hubungan yang suci, yang mengandung kemujijatan terciptanya manusia baru dan sumber perkembang biakan manusia.

Cabul? Mudah saja orang mempergunakan kata ini untuk dijadikan dalih penutup kemunafikannya. Semacam keranjang sampah untuk mencoba mengalihkan pandangan sendiri terhadap kekotoran sendiri yang masih mengeram di dalam batin.

Kecabulan bukanlah terletak di luar, bukan melekat di dalam kata maupun perbuatan, melainkan di dalam lubuk hati. Cabulkah orang melukis wanita telanjang? Jangan dinilai dari lukisannya melainkan dijenguk dasar lubuk hati si pelukis yang kadang-kadang memang ternyata di dalam lukisannya. Kalau di waktu melukis batinnya membayangkan kecabulan, maka cabullah pelukis itu. Cabulkah orang yang menonton gambar wanita telanjang?

Tergantung pula dari keadaan batin si penonton gambar itu. Baru cabul namanya kalau di waktu menonton dia menggambarkan hal-hal yang cabul tentunya. Seorang mahasiswa kedokteran yang sedang mempelajari ilmu anatomi dan memandang gambar orang telanjang, belajar dengan tekun, tentu tidak melihat kecabulan apapun.

Kecabulan timbul dari pikiran. Pikiran yang mengenang-ngenang pengalaman-pengalaman yang nikmat, baik pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain lewat buku-buku dan cerita-cerita, pikiran membayang-bayangkan semua kenikmatan itu sehingga timbullah keinginan, timbullah nafsu berahi tanpa adanya cinta kasih, dan nafsu berahi tanpa cinta kasih inilah kecabulan!

Keinginan untuk memperoleh kenikmatan inilah yang menciptakan berbagai macam akal, demi mencapai kenikmatan sebanyak mungkin seperti yang dibayang-bayangkan oleh pikiran, oleh si "aku" yang selalu ingin menyelam ke dalam kesenangan. Dan pengejaran kesenangan ini menimbulkan segala macam cara dan inilah sumber kecabulan!

Juga kekerasan, juga kemaksiatan, juga kejahatan. Jadi jelaslah bahwa sex itu sendiri bukanlah sesuatu yang cabul. Cabul tidaknya sesuatu itu tergantung dari dasar batin orang yang menonjolkannya atau juga dasar batin orang yang memandangnya.

Diantara segala perbuatan di dunia ini, satu-satunya yang membuat kita merasa bebas, satu-satunya yang melenyapkan perasaan si aku untuk sesaat, hanyalah sex itulah! Di sini tidak lagi terdapat si aku yang menikmati. Seluruh diri lahir batin lebur menjadi satu dengan kenikmatan itu sendiri. Dan keadaan seperti itu, keadaan tanpa aku inilah yang merupakan kenikmatan tertinggi dan membuat sex menjadi sesuatu yang teramat penting dan terpenting di dalam kehidupan, membuat orang mendewa-dewakannya. Dan karenanya sex menjadi suatu kesenangan, dan setelah menjadi kesenangan lalu menciptakan pengejarannya. Maka terjadilah hal-hal yang amat buruk.

Thian Sin dan Kim Hong lupa diri. Setelah berpisah, barulah mereka merasa betapa mereka itu saling membutuhkan, dan pertemuan yang mesra ini membuat ikatan diantara mereka menjadi semakin kuat. Walaupun tidak ada ikatan lahir seperti pernikahan dan sebagainya diantara mereka, namun di dalam batin, mereka saling mengikatkan diri.

**** 166 ****
Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: