*

*

Ads

Rabu, 10 Mei 2017

Pendekar Sadis Jilid 046

Pada saat itu, semua tamu yang berada di loteng itu, tidak kurang dari sepuluh orang banyaknya, semua pria, menoleh dan memandang ke arah tangga yang menghubungkan loteng itu dengan tingkat bawah.

Karena tertarik, Han Tiong dan Thian Sin juga mengerling ke arah tangga dan mereka melihat seorang wanita muda yang cantik dan berpakaian mewah pula memasuki loteng itu dengan mulut terseyum-senyum simpul amat manisnya. Wanita itu masih muda, takkan lebih dari sembilan belas tahun usianya, selain cantik manis, juga bentuk tubuhnya padat dan menggairahkan menonjol di balik pakaian yang terbuat dari sutera halus yang mewah. Rambutnya digelung ke atas model rambut puteri bangsawan, dihias dengan pengikat rambut emas permata berkilauan. Ketika tersenyum, sekilas nampak giginya yang putih berkilau, menyaingi hiasan rambutnya.

Semua pria yang berada di loteng itu memandang kagum dan melihat senyum mereka, agaknya mereka semua mengenal wanita ini. Akan tetapi wanita itu menoleh ke arah pemuda yang mempunyai yang-kim, lalu berlari kecil menghampiri lalu menjura dengan lemah lembut dan manis gayanya.

"Ah, maafkan kalau saya terlambat, kongcu." katanya dan dua orang wanita cantik berpakaian pelayan juga sudah naik ke loteng, mengiringkan wanita cantik itu.

"Kalian tunggu saja di bawah," kata wanita cantik itu kepada dua orang pelayannya.

"Siang Hwa, kau baru datang? Duduklah. Engkau hanya terlambat sedikit, wajar bagi seorang wanita cantik, tentu membutuhkan banyak waktu untuk berhias."

"Bukan begitu, Siangkoan-kongcu, akan tetapi ada seorang tamu yang hendak memaksa saya, padahal sudah diberi tahu bahwa saya tidak sempat menerima tamu dan ada keperluan penting. Eh, mungkin dia mengikuti aku ke sini, wah berabe orang itu...!"

Pemuda itu hanya tersenyum.
"Duduklah, tenanglah. Nah, minumlah secawan arak untuk menenangkan hatimu."

Wanita muda itu menerima cawan arak dan meminumnya, kemudian tersenyum dan memandang kepada pemuda itu dengan manis.

"Kongcu aneh, kenapa tidak datang ke sana, melainkan menyuruh aku datang ke tempat umum begini?"

"Aku ingin engkau bernyanyi dengan iringan yang-kimku di tempat ini..." Mereka lalu bicara lirih-lirih sambil kadang-kadang tersenyum.

Semua orang kini tidak berani lagi memandang ke arah wanita itu setelah melihat betapa wanita itu menjadi "tamu" atau sahabat dari pemuda yang mewah itu. Thian Sin dan Han Tiong mencium bau harum ketika wanita itu lewat di dekat mereka pada saat menghampiri meja pemuda tampan.

Thian Sin memandang kagum. Belum pernah dia melihat seorang wanita secantik ini! Dan dia kagum pula menyaksikan sikap pemuda tampan itu, demikian tenang, demikian penuh wibawa, akan tetapi juga halus dan manis terhadap wanita itu. Sikap seorang laki-laki tulen!

Han Tiong sudah tidak melihat lagi, akan tetapi Thian Sin masih terus memandang ke arah meja mereka dan ketika pemuda mewah itu menoleh dan melihat dia memandang, pemuda itu tersenyum lebar dan mengangguk sedikit. Menyaksikan keramahan ini, mau tidak mau Thian Sin juga menggerakkan sedikit kepalanya sebagai balasan, lalu diapun memutar leher dan menghadapi kakaknya.






Pada saat itu, kembali semua orang menoleh ke arah tangga karena dari situ muncul serombongan pelayan memanggul baki-baki terisi masakan-masakan. Ada empat orang pelayan membawa makanan dan diiringkan oleh pengurus restoran itu sendiri, seorang laki-laki gemuk pendek yang mulutnya terus-menerus tersenyum lebar seolah-olah mukanya pecah menjadi dua.

Tadinya Thian Sin dan Han Tiong mengira bahwa tentu makanan yang banyak itu dipesan oleh pemuda mewah itu untuk menjamu tamunya yang cantik.

Akan tetapi betapa heran rasa hati mereka ketika para pelayan itu, dipimpin oleh pengurus restoran, langsung menghampiri meja mereka dan mengatur semua hidangan itu, lebih dari dua belas mangkok besar banyaknya ke atas meja di depan mereka.

"Hei, apa artinya ini?" Thian Sin berseru.

"Maaf, kalian tentu telah salah menghidangkan pesanan ini. Semua ini bukan pesanan kami, tentu pesanan orang lain." kata Han Tiong sambil bangkit berdiri.

Pengurus restoran itu menjura dan mulutnya menjadi semakin lebar seperti robek.
"Memang benar makanan ini dipesan oleh Siangkoan-kongcu di sana, akan tetapi untuk ji-wi kongcu (tuan muda berdua). Silakan!"

"Tapi... tapi... kami tidak mengenal dia," kata Han Tiong.

Pengurus restoran itu masih tetap tersenyum.
"Itu tandanya Siangkoan-kongcu menghargai ji-wi dan mengajak ji-wi untuk berkenalan. Beliau adalah seorang pemuda hartawan yang baik hati, mengenal semua pembesar di istana dan terkenal amat royal, membagi uang seperti pasir saja."

Setelah mengangguk dan membungkuk, pengurus restoran itupun meninggalkan meja itu, diiringkan empat orang pelayan.

Han Tiong dan Thian Sin saling pandang, kemudian keduanya bangkit dan menghampiri meja pemuda mewah yang masih nampak mengobrol dengan wanita cantik tadi, seolah-olah tidak melihat sedikit keributan tadi. Akan tetapi ketika dua orang muda itu menghampiri mejanya, diapun cepat menoleh, lalu bangkit dan bersikap hormat, tersenyum ramah.

"Kami tidak mengerti apa maksud Anda dengan pemberian hidangan itu!" kata Han Tiong, sikapnya halus dan sopan, akan tetapi sinar matanya tajam penuh selidik menatap wajah orang.

Melihat pandang mata ini, pemuda mewah itu kelihatan agak gugup, akan tetapi dia menutupi kegugupannya dengan senyum lebar.

”Ah, saya tidak mempunyai niat buruk. Saya amat tertarik kepada ji-wi, dan melihat bahwa ji-wi bukan penduduk sini, maka saya memberanikan diri berlaku lancang menjadi tuan rumah untuk menjamu ji-wi dengan hidangan sekedarnya."

"Tapi... tapi kami tidak mengenal Anda..."

"Perkenalkanlah, saya bernama Siangkoan Wi Hong, seorang pendatang di kota raja yang seorang diri dan kesepian, akan tetapi saya mengenal banyak orang disini dan akan menyenangkan sekali kalau menambah kenalan saya dengan ji-wi."

Melihat sikap yang demikian sopan, bicaranya lancar dan halus, Han Tiong tidak dapat menolak lagi. Thian Sin yang sejak tadi mendengarkan saja kini berkata.

"Akan tetapi, hidangan itu terlalu banyak untuk kami berdua. Maka silakan Saudara Siangkoan untuk makan bersama dengan kami, juga kami tawarkan kepada nona..."

Orang yang bernama Siangkoan Wi Hong itu tersenyum dan mengangguk-angguk, memuji sikap Thian Sin yang ramah dan juga tidak pemalu seperti Han Tiong.

"Terima kasih kalau memang ji-wi menghendaki, kami akan suka sekali. Bukankah demikian, Nona Siang Hwa?" Dia menoleh kepada wanita itu yang juga sudah bangkit berdiri.

Nona itu menjura dengan tubuhnya yang padat menggairahkan, gerakannya amat lemah gemulai ketika membungkuk.

"Ahhh, saya merasa amat terhormat sekali..." katanya, suaranya merdu, mulutnya tersenyum dan matanya mengerling tajam.

Di dalam hatinya, Han Tiong kurang setuju dengan penawaran adiknya, akan tetapi karena sudah terlanjur, tentu saja dia tidak dapat mengelak lagi. Entah bagaimana dia merasa kurang enak dan canggung menyaksikan sikap wanita cantik itu yang begitu memikat sikapnya, sikap genit sungguhpun kegenitan itu halus sekali dan nampaknya, melihat gerak-geriknya dan susunan kata-katanya, wanita itu juga seorang yang sopan terpelajar.

Siangkoan Wi Hong bertepuk tangan dan muncullah dua orang pelayan yang segera disuruhnya memindahkan bangku-bangkunya ke meja dua orang pemuda itu. Kini mereka berempat duduk menghadapi meja penuh hidangan dan dengan cekatan Wi Hong menuangkan arak ke dalam cawan wanita itu dan dua orang pemuda yang menerimanya dengan sungkan.

Baik Han Tiong maupun Thian Sin bukan peminum arak dan biarpun mereka biasa minum arak akan tetapi tidak begitu suka. Akan tetapi, karena orang itu sebagai fihak tuan rumah sudah menuangkan arak, terpaksa mereka mengangkat cawan dan meminumnya ketika Wi Hong berkata.

"Silakan minum demi persahabatan kita!"

"Saya telah memperkenalkan nama saya, yaitu Siangkoan Wi Hong, dan dia ini adalah Siang Hwa, kembang diantara kembangnya daerah hiburan di kota raja. Maka saya harap ji-wi sudi memperkenalkan nama agar lebih leluasa kita bercakap-cakap."

Biarpun mereka belum berpengalaman, namun istilah "kembang daerah hiburan" itu mengejutkan Han Tiong dan Thian Sin. Jadi wanita cantik ini adalah seorang pelacur? Ah, mereka berkenalan dengan seorang pelacur dan tentu pemuda itu merupakan seorang pemuda hidung belang, dan duduk semeja dengan seorang pelacur!

"Nama saya Thian Sin," kata Thian Sin dengan cepat.

"Aih she Thian? Jarang saya bertemu dengan orang she Thian!" kata Wi Hong memuji, kemudian memandang kepada Han Tiong. "Dan Anda?"

"Saya bernama Cia Han Tiong," jawabnya sederhana.

"She Cia? Ah, kalau Cia cukup banyak, bahkan terkenal karena bukankah keluarga Cin-ling-pai juga she Cia? Wah, jangan-jangan Saudara Cia Han Tiong ini keluarga Cin-ling-pai? Aha, tentu saja bukan, karena kalau keluarga Cin-ling-pai tentu langsung saja ke istana, bukan?"

"Kami berdua adalah kakak dan adik angkat." kata Han Tiong cepat, hanya asal dapat mengatakan sesuatu saja dan dia tidak perlu menjawab benar atau tidaknya ucapan Wi Hong tadi.

Wi Hong kembali hendak mengisi cawan arak, akan tetapi Han Tiong menolaknya dan berkata,

"Terima kasih... tapi kami berdua jarang minum arak, bagi kami cukup teh saja."

"Aihhh, pemuda-pemuda yang terpelajar dan hidup bersih menjauhi arak, ya? Bagus, mari silakan makan."

Wi Hong ternyata pandai sekali bicara dan sikapnya amat ramah sehingga mereka mulai makan minum sambil bercakap-cakap, atau lebih tepat lagi Wi Hong yang bercakap-cakap sedangkan dua orang muda itu hanya lebih banyak mendengarkan saja.

"Saya sendiri bukan orang kota raja," antara lain Wi Hong bercerita memperkenalkan dirinya, "saya tinggal di Tai-goan, akan tetapi saya sering pesiar di kota raja, dimana ayah mempunyai sebuah rumah, juga mempunyai sebuah cabang toko di kota raja ini. Apakah ji-wi datang dari utara? Logat bicara ji-wi seperti orang utara..."

"Kami datang dari dusun, di utara kota raja..."

"Ah, agaknya pelajar-pelajar yang hendak menempuh ujian tahun ini, ya? Jangan khawatir kalau memang demikian, saya mempunyai kenalan baik yang duduk sebagai anggauta panitia ujian..."

"Ah, sama sekali bukan!" kata Han Tiong dan mukanya menjadi agak merah.

Dia dan Thian Sin disangka pelajar-pelajar yang hendak menempuh ujian siucai (sasterawan)!

"Kami hanya melancong saja, hendak pergi ke rumah bibi kami di Lok-yang dan hanya singgah untuk melihat-lihat di kota raja ini."

"Ji-wi kongcu, harap jangan sungkan, makanlah daging dan sayurnya. Mari, jangan malu-malu!"

Wanita itu dengan gaya memikat lalu menggunakan sumpitnya untuk mengambilkan daging dan sayur dan diletakkan ke dalam mangkok

Thian Sin dan Han Tiong. Dua orang muda itu tersipu-sipu, akan tetapi tidak mampu menolak dan mengucapkan terima kasih. Melihat sikap dua orang muda itu demikian malu-malu, Siangkoan Wi Hong tertawa.

"Ha-ha-ha, Thian-lote dan Cia-lote, harap jangan malu-malu. Dia ini adalah kembangnya daerah hiburan di kota raja. Bahkan pembesar-pembesar tinggi, para pangeran pun merindukannya dan sering kali dia dipanggil ke istana untuk memberi hiburan. Suara nyanyiannya seperti burung hong dan kalau dia menari, wah, seperti bidadari baru turun dari sorga!"

Pendekar Sadis







Tidak ada komentar: