*

*

Ads

Rabu, 04 April 2018

Asmara Berdarah Jilid 187

"Desss...!"

Demikian hebatnya pukulan itu, akan tetapi juga demikian lihainya Raja Iblis sehingga Cia Sun yang memukul malah terpelanting sendiri! Akan tetapi dari dalam dada Raja Iblis itu keluar suara keluhan pendek, kemudian dia dan isterinya secara tiba-tiba meloncat dan melarikan diri ke arah bukit!

"Cepat kejar!"

Hui Song berseru dan mereka berempat lalu mengejar, diikuti oleh empat orang kakek, Cia Kong Liang dan para murid Cin-ling-pai yang tertinggal jauh di belakang.

Kakek dan nenek itu berlari seperti terbang cepatnya menuju ke arah gedung kuno di lereng bukit.

Melihat ini, Ci Kang berseru,
"Cepat, kalau mereka memasuki gedung, akan sukar bagi kita karena gedung itu menyimpan banyak rahasia! Mungkin mereka bisa lolos melalui jalan rahasia!"

Mendengar ucapan ini, semua orang melakukan pengejaran secepatnya. Akan tetapi mereka kalah dulu dan kini kakek dan nenek itu sudah tiba di depan gedung. Hal ini membuat delapan orang pengejar itu menjadi gelisah. Juga Cia Kong Liang mendengar ucapan Ci Kang tadi dan diapun yang berada agak jauh di belakang delapan orang itu merasa gelisah.

Tiba-tiba terdengar suara ledakan yang keras sekali dan gedung kuno di depan itu hancur berantakan! Kakek dan nenek itu tentu saja merasa terkejut sekali dan Raja Iblis terbelalak memandang kepada seorang gadis yang baru saja muncul dari belakang gedung yang sudah hancur itu.

"Hui Cu...!" Ratu Iblis berseru kaget. "Apa yang telah kau lakukan?"

Gadis itu memandang kepada ibunya dengan wajah muram, lalu berbalik memandang kepada Raja Iblis dengan sinar mata penuh kemarahan.

"Maafkan aku, ibu. Terpaksa aku menghancurkan gedung ini. Bagaimanapun juga aku harus menentang kejahatannya!" Ia menuding ke arah muka Raja Iblis.

"Anak keparat! Kalau begitu, engkau harus mampus!"

Raja Iblis tiba-tiba meloncat ke depan dan menyerang Hui Cu dengan pukulannya yang dahsyat. Pukulan itu dahsyat bukan main, datang menerjang Hui Cu seperti kilat menyambar. Gadis itu menggerakkan kedua tangannya menangkis untuk melindungi tubuhnya.

"Desss...!"

Tubuh gadis itu terlempar sampai beberapa meter ke belakang dan terbanting ke atas tanah. Akan tetapi, berkat latihan-latihan yang diterima dari ibunya, gadis itu tadi dapat melindungi dirinya dengan sin-kang sehingga ia hanya kesakitan saja dan tidak sampai terluka parah, maka ia hanya mengeluh dan perlahan-lahan bangkit lagi. Melihat ini, Raja Iblis menjadi penasaran dan semakin marah.

"Heh, satu kali pukulan belum cukup, ya?" katanya dan dia sudah menerjang lagi ke depan untuk menyusulkan pukulan maut kepada puterinya.

Akan tetapi pada saat itu, Ratu Iblis sudah meloncat mendahului suaminya dan menghadang di depan suaminya.

"Jangan bunuh anakku!" katanya dengan sinar mata mencorong seperti seekor harimau betina yang melindungi anaknya.

Sepasang mata Raja Iblis yang biasanya jarang bergerak itu kini terbelalak. Hampir dia tidak percaya melihat isterinya kini berdiri menghadang dan menentangnya. Selama ini, isterinya amat taat kepadanya, melaksanakan segala perintahnya dengan taruhan nyawa sekalipun.

Akan tetapi sekali ini, isterinya menghadapinya dengan sikap seorang musuh! Dia tidak tahu betapa di atas segalanya, seorang ibu mencinta anak tunggalnya dan berani menentang apa saja, berani kehilangan apa saja demi anaknya itu.

"Kau... kau berani menentang aku?" tanyanya, masih tidak dapat percaya.

"Jangan bunuh anakku!"






Hanya itulah yang dapat dikatakan Ratu Iblis karena sesungguhnya, nenek ini amat takut dan juga cinta kepada Raja Iblis, akan tetapi agaknya, kasihnya terhadap anak kandung yang tunggal itu lebih besar lagi.

"Kau membela anak keparat yang sudah menghancurkan tempat kita itu?" tanyanya lagi.

"Jangan bunuh anakku!"

"Hemm, kalau begitu kalian harus mampus!"

Dan Raja Iblis sudah menerjang isterinya dengan dahsyat. Ratu Iblis menangkis dan iapun terjengkang, sungguhpun tidak sehebat puterinya tadi. Ia meloncat bangun dan kini Hui Cu juga sudah meloncat dekat ibunya. Ketika Raja Iblis menyerang lagi, dia disambut oleh isterinya dan puterinya!

Terjadilah perkelahian yang seru dan yang membuat para pendekar yang sudah tiba di situ memandang bengong dan mereka tidak tahu harus berbuat apa. Mereka mengejar Raja dan Ratu Iblis, akan tetapi kini musuh-musuh yang dikejar itu bahkan saling hantam sendiri. Hal ini membuat mereka bingung, tidak tahu harus membantu siapa!

Betapapun lihainya Ratu Iblis, menghadapi suaminya sama saja dengan menghadapi gurunya. Dan kepandaian Hui Cu belum ada artinya kalau dibandingkan dengan ayahnya itu, maka dalam waktu tiga puluh jurus saja, pukulan tangan kiri Raja Iblis telah menyambar dengan tepat mengenai dada isterinya sendiri.

"Dukkk...!" Tubuh nenek itu terjengkang dan terbanting keras.

"Ibu...!"

Hui Cu menubruk ibunya dan pada saat itu, dengan kemarahan meluap Raja Iblis menyerang anaknya. Akan tetapi, Sui Cin, Hui Song, Ci Kang dan Cia Sun seperti dikomando telah menerjang maju, menyerang Raja Iblis yang sedang hendak membunuh puterinya itu.

Serangan empat orang muda yang parkasa itu sungguh dahsyat, membuat Raja Iblis terpaksa menarik kembali serangannya terhadap Hui Cu dan berloncatan ke belakang untuk menghindarkan diri dari hujan serangan yang berbahaya itu.

Kini, gedung kuno yang menjadi harapannya untuk dapat menyembunyikan atau melarikan diri telah dihancurkan puterinya sendiri, dan pembantunya yang paling dapat diandalkan, yaitu Ratu Iblis, telah tewas atau setidaknya sudah tidak mampu membantunya lagi.

Melarikan diri dari empat orang muda perkasa inipun percuma karena dia sendiri sudah amat lelah dan kalau disuruh berlomba lari, tentu dia akan kehabisan napas dan akhirnya tersusul juga. Kini, lalu mengeluarkan suara pekik melengking dan selagi tenaganya masih ada, tiada lain jalan bagi Pangeran Toan Jit Ong atau Raja Iblis kecuali melawan dan berusaha mengamuk, menjatuhkan semua lawan yang empat ini karena empat orang kakek itu tidak ada yang berani maju melanggar sumpah mereka sendiri. Oleh karena itu, Raja Iblis lalu mengeluarkan suara pekik melengking dan membalas serangan empat orang pengeroyoknya yang cepat menghindar pula.

Kini terjadilah perkelahian yang hebat dan mati-matian antara Raja Iblis yang dikeroyok oleh empat orang pendekar muda perkasa itu. Dan kini, empat orang kakek sakti tidak perlu lagi memberi petunjuk kepada murid masing-masing. Dengan hilangnya Ratu Iblis, maka kekuatan Raja Iblis banyak berkurang dan empat orang muda itu mulai mendesak dan memperketat pengepungan mereka. Bahkan Ci Kang dan Hui Song berhasil menyarangkan pukulan masing-masing ke tubuh Raja Iblis.

Akan tetapi, kakek ini memiliki kekebalan yang amat kuat sehingga nampaknya pukulan dua orang muda itu tidak berbekas. Betapapun juga, sama sekali tidak berarti bahwa pukulan itu tidak ada artinya. Biarpun kulit kebal dapat membuat pukulan-pukulan itu membalik, namun di sebelah dalam tubuhnya, Raja Iblis mengalami getaran hebat dan diapun telah mengerahkan terlampau banyak tenaga untuk menahan pukulan-pukulan tadi.

Gerakannya jelas nampak semakin lemah dan semakin lambat. Hal ini membuat empat orang pengeroyoknya bertambah semangat dan kembali tubuh kakek itu terkena pukulan, sekali ini Sui Cin yang menampar lambungnya, disusul Cia Sun mendaratkan pukulannya ke arah pundak.

Kakek itu terhuyung ke belakang dan ketika Hui Song menyusulkan sebuah tendangan keras yang mengenai perutnya, kakek itu mencelat ke belakang dan dari mulutnya tersembur darah segar. Namun, dia memekik dan menubruk maju. Hampir saja Sui Cin kena dicengkeram kalau saja Hui Song tidak cepat menolongnya dengan tangkisan yang membuat pemuda itu terjengkang, akan tetapi Sui Cin luput dari cengkeraman maut!

Ci Kang menampar pula dari belakang, tamparan yang keras mengenai tengkuk Raja Iblis. Tubuh kakek itu terputar dan kembali dia terhuyung-huyung. Dan tiba-tiba saja kakek itu terpelanting dan jatuh menelungkup tak bergerak lagi.

Empat orang pendekar muda itu tidak berani mendekat, khawatir kalau-kalau Raja Iblis hanya pura-pura roboh dan kalau mereka mendekat dengan gegabah, mereka mungkin celaka oleh serangan mendadak. Akan tetapi, beberapa menit mereka menanti, tubuh kakek itu tetap tidak bergerak dan tiba-tiba terdengar Ciu-sian Lo-kai terkekeh.

"Ha-ha, akhirnya Raja Iblis mati juga!"

Mendengar ucapan suhunya ini, barulah Ci Kang berani menghampiri dan membalikkan tubuh yang menelungkup itu. Nampak darah memenuhi tanah di bawah tubuh dan ternyata sebatang pedang telah menancap di dada kakek itu. Pedangnya sendiri! Kakek itu, setelah melihat bahwa dia tidak akan menang, lalu membunuh diri, memilih mati di tangan sendiri daripada di tangan empat orang muda itu!

Kini mereka semua menujukan perhatian kepada Hui Cu yang masih menangisi ibunya. Nenek itu masih belum tewas walaupun napasnya sudah empas-empis. Tiba-tiba ia berkata,

"Yang mana yang bernama Cia Sun...?"

Mendengar pertanyaan ini, Cia Sun mendekat dan berlutut di sebelah Hui Cu yang masih terisak menangis. Melihat Cia Sun, nenek itu mengangguk lemah. Ia sudah mengenal pemuda ini, sudah pernah jumpa di dalam guha bawah tanah.

"Engkau seorang pemuda yang gagah, dan aku girang Hui Cu mencintamu. Cia Sun, maukah kau berjanji untuk melindungi anakku Hui Cu dan menjadi suaminya? Ia mencintamu..." suaranya lemah dan agaknya nenek ini telah mengerahkan tenaga terakhir untuk bicara itu.

Cia Sun mengerutkan alisnya. Dia tidak perduli terhadap nenek ini yang dia tahu adalah seorang nenek yang keji dan jahat sekali. Akan tetapi dia harus mengakui pada diri sendiri bahwa dia merasa suka dan sayang kepada Hui Cu yang dianggapnya seorang gadis yang amat baik.

Tadi saja sudah terbukti bahwa Hui Cu menentang kejahatan dengan membakar gedung kuno itu. Akan tetapi, dia tidak mencinta Hui Cu dan hal ini sudah dia katakan terus terang kepada Hui Cu! Hal seperti ini mana mungkin dibicarakan di depan orang banyak? Hanya akan membuat Hui Cu berduka dan malu saja. Akan tetapi, nenek itu berada dalam sakratul maut dan dia harus bicara terus terang.

"Sayang, aku tidak bisa memenuhi permintaanmu. Aku akan melindungi Hui Cu sebagai seorang sahabat, akan tetapi... aku tidak bisa menjadi suaminya..."

Nenek itu terbelalak dan tangis Hui Cu semakin menjadi.
"Apa? Kau... kau tidak cinta padanya? Engkau berani menolak?"

Nenek itu tiba-tiba bangkit dan mengerahkan tenaga untuk menyerang Cia Sun, akan tetapi ia terpelanting dan napasnya putus.

Hui Cu bangkit, mukanya pucat ketika ia memandang kepada mayat ibunya.
"Ibu... kau... kau kejam... kejam...!" Dan gadis itupun melarikan diri dengan amat cepatnya.

"Hui Cu...!"

Cia Sun memanggil, akan tetapi gadis itu tidak menoleh dan terus lari dengan amat cepatnya. Cia Sun tidak dapat berbuat lain kecuali menghela napas panjang.

Sementara itu, Hui Song menghampiri ayahnya dan merekapun saling pandang dengan wajah muram dan hati berduka.

"Ayah... kongkong dan ibu..."

Cia Kong Liang mengangguk.
"Aku sudah tahu, mereka tewas oleh Raja dan Ratu Iblis, dan engkau sudah membalas-kan kematian mereka."

"Ayah...!"

Hui Song menahan air matanya, mendekati ayahnya dan merekapun saling berpegang tangan. Dari tangan mereka terasa getaran dan kedua orang pria yang kuat ini saling menghibur dengan pegangan tangan mereka itu.

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: