*

*

Ads

Rabu, 04 April 2018

Asmara Berdarah Jilid 186

Sementara itu, perkelahian antara Sui Cin dan Gui Siang Hwa terjadi amat serunya. Akan tetapi, bagaimanapun juga, Siang Hwa harus mengakui keunggulan Sui Cin. Sebelum gadis ini digembleng oleh Wu-yi Lo-jin, belum tentu Sui Cin akan dapat mengalahkan Siang Hwa dengan mudah.

Akan tetapi, selama tiga tahun ini Sui Cin mengalami gemblengan yang amat mendalam sehingga ilmu-ilmunya yang banyak macamnya, yang diwarisinya dari ayah ibunya itu, kini menjadi matang. Oleh karena itu, biarpun Siang Hwa mempergunakan pedang, bahkan telah mempergunakan pula saputangan suteranya yang mengandung racun, ia sama sekali tidak berdaya dan semua serangannya dapat digagalkan dengan mudah oleh Sui Cin, sebaliknya desakan gadis Pulau Teratai Merah ini membuat ia repot dan terhuyung-huyung.

Beberapa kali ia sudah menerima tamparan Sui Cin dan hanya kekebalan dirinya saja yang membuat Siang Hwa masih dapat bertahan sampai puluhan jurus. Akan tetapi, ketika jari tangan Sui Cin yang kecil mungil dan meruncing itu menyambar pundaknya dengan totokan yang amat cepat, Siang Hwa terpelanting dan pedangnya terlepas ketika tangan kanannya ditendang oleh Sui Cin. Pada saat itulah para perajurit menubruk dengan tombak dan golok mereka sehingga wanita cabul itu tewas dalam keadaan mengerikan, tubuhnya hancur oleh belasan batang golok dan tombak.

Dalam waktu yang hampir bersamaan, Ci Kang juga sudah merobohkan sutenya, yaitu, Sim Thian Bu. Memang sejak semula Sim Thian Bu sendiri sudah gentar menghadapi putera mendiang gurunya ini. Sejak dahulu dia tidak pernah dapat menang terhadap Ci Kang. Apalagi setelah Ci Kang digembleng dengan hebatnya oleh Ciu-sian Lo-kai, tentu saja gerakan-gerakannya menjadi semakin matang dan kuat.

Namun, karena perasaan Ci Kang menjadi halus dan lembut, dia merasa tidak tega untuk membunuh bekas sutenya. Beberapa kali dia membujuk agar Thian Bu menyerah saja dan kalau mau bertobat, dia yang akan mintakan ampun kepada Yang Tai-ciangkun.

Akan tetapi semua bujukannya disambut dengan ucapan-ucapan menghina oleh Thian Bu sehingga perkelahian itu menjadi lama. Akhirnya, sebuah tendangan yang dilakukan dengan posisi miring dari Ci Kang amat tidak terduga oleh Thian Bu. Tendangan itu mengenai lambung Sim Thian Bu, mambuatnya tersungkur roboh. Pada saat itu, para perajurit juga menubruk dan menghunjamkan senjata mereka. Namun, sebelum tewas, Thian Bu masih sempat melontarkan pedangnya membunuh seorang diantara mereka. Dia sendiri, seperti juga Siang Hwa, tewas di ujung belasan batang tombak dan golok.

Pada saat Hui-thian Su-kwi terhuyung karena pertemuan tenaga antara Raja dan Ratu Iblis melawan Hui Song dan Cia Sun, tiba-tiba muncullah Wu-yi Lo-jin dan Siang-kiang Lo-jin!

Dua orang kakek ini melihat kesempatan baik sekali. Pada saat itu, Raja Iblis tidak memegang tongkat yang mereka takuti. Mereka melayang seperti yang dilakukan Hui Song dan Cia Sun tadi, dan mereka sudah menerjang ke arah Raja dan Ratu Iblis yang berdiri di atas joli terbuka.

Empat orang pemikul sedang terhuyung maka tidak sempat membawa pemimpin mereka meloncat dan terpaksa Raja dan Ratu Iblis yang kaget melihat munculnya dua orang kakek ini, menyambut serangan mereka dengan dorongan tangan. Raja Iblis menyambut hantaman tangan Siang-kiang Lo-jin sedangkan Ratu Iblis juga menyambut pukulan Wu-yi Lo-jin dengan dorongan kedua telapak tangannya.

"Wuuuuttt... desss...!"

Pertemuan tenaga sin-kang sekali ini lebih hebat lagi. Akibatnya, tubuh Raja dan Ratu Iblis terdorong dan condong ke belakang sedangkan tubuh dua orang kakek penyerang yang tadi meloncat terdorong ke belakang dan hampir mereka terjengkang, akan tetapi empat orang Hui-thian Su-kwi sampai jatuh berjongkok karena kaki mereka tiba-tiba tidak kuat lagi menahan tenaga yang menekan dari atas!

Pada saat itu Sui Cin, Ci Kang, Hui Song dan Cia Sun sudah menerjang maju, masing-masing menyerang seorang dari Hui-thian Su-kwi. Empat orang tokoh Cap-sha-kui ini terkejut sekali. Mereka baru saja jatuh berjongkok dan serangan empat orang muda itu sedemikian dahsyatnya sehingga mereka terpaksa melepaskan pikulan joli dan bangkit untuk meloncat mengelak atau menangkis.

Segera terjadi perkelahian antara mereka dan empat orang muda itu dan joli itupun terlempar ke samping! Akan tetapi, Raja dan Ratu Iblis sudah berloncatan turun dan ketika Wu-yi Lo-jin dan Siang-kang Lo-jin hendak menyerang, tiba-tiba mereka berdua terbelalak dan mundur karena Raja Iblis sudah mengangkat tinggi-tinggi tongkat saktinya!

Para pendekar yang hadir cepat maju menyerang, akan tetapi dalam beberapa gebrakan saja mereka terpental roboh dan kini para perajurit pengawal mengepung lagi, mengeroyok kakek dan nenek itu. Akan tetapi, para perajurit ini seperti sekelompok nyamuk menyerang api lilin saja, setiap kali kakek dan nenek itu menggerakkan tangan, tentu banyak orang yang roboh terpelanting.

Karena itu, para perajurit menjadi gentar dan Raja Iblis bersama isterinya dengan mudah berloncatan lalu melarikan diri dengan cepat sekali, tak pernah dapat disusul oleh para pengejarnya. Apalagi karena para pengejarnya itu sudah gentar, bahkan dua orang kakek yang paling lihai diantara mereka, Wu-yi Lo-jin dan Siang-kiang Lo-jin, juga mengejar dari jauh saja karena mereka itu juga gentar, bukan gentar terhadap Raja dan Ratu Iblis, melainkan terhadap tongkat sakti itu!






Mereka takut kepada sumpah mereka sendiri, takut melanggar sumpah. Hal ini membuat kakek dan nenek iblis itu dengan mudah keluar dari San-hai-koan dan melarikan diri menuju ke padang pasir di sebelah selatan, kemudian membelok ke barat.

Sementara itu, dalam keadaan panik dan juga karena memang jauh kalah tinggi tingkat kepandaiannya, keempat orang Hui-thian Su-kwi yang menghadapi empat orang pendekar muda sudah roboh semua.

Su Cin, Hui Song, Ci Kang dan Cia Sun juga melihat betapa Raja dan Ratu Iblis melarikan diri. Maka mereka memperhebat serangan mereka sehingga empat orang pendekar muda itu sudah berloncatan dan lari mengejar pula. Walaupun mereka itu tadi tertinggal jauh, karena kehebatan ilmu gin-kang mereka, akhirnya mereka dapat juga menyusul Wu-yi Lo-jin dan Siang-kiang Lo-jin yang tidak berani terlalu cepat.

"Suhu, dimana mereka?" tanya Sui Cin.

"Wah, mereka tadi menghilang di balik bukit sana itu," kata Wu-yi Lo-jin kepada Sui Cin.

"Sayang kami berdua tidak berani mengejar terlalu cepat. Si laknat itu telah memegang tongkatnya!" kata pula Si Dewa Kipas.

"Akan tetapi kami tidak takut tongkat iblisnya itu!" kata Hui Song dengan gemas dan diapun terus berlari cepat ke depan, diikuti oleh tiga orang pendekar muda lainnya, sedangkan dua orang kakek itu terpaksa mengejar pula dari belakang mereka dengan gelisah.

Dari arah jalan yang diambil oleh Raja dan Ratu Iblis, Ci Kang dan Cia Sun teringat akan tempat persembunyian Raja Iblis di sebuah gedung tua di lereng bukit itu, dimana terdapat guha dalam tanah dan disana untuk pertama kali mereka bertemu dengan Hui Cu.

Tidak salah lagi, tentu kesana Raja dan Ratu Iblis pergi! Maka, mereka lalu menjadi penunjuk jalan dan berlari cepat ke arah bukit itu. Kini yang melakukan pengejaran hanya tinggal mereka berenam lagi karena pasukan pengawal dari San-hai-koan bersama para pendekar sudah tidak mengejar, tidak sanggup mengejar secepat itu, dan pula, mereka lebih sibuk dan mementingkan untuk menolong teman-teman yang terluka dan mengurus mereka yang tewas ketika terjadi pengeroyokan atas diri Raja dan Ratu Iblis bersama pembantu-pembantu mereka yang pandai

Para pengejar itu mempercepat lari mereka ketika mereka melihat betapa di sebelah depan, pada persimpangan jalan menuju ke Ceng-tek dan ke bukit tempat gedung kuno persembunyian Raja dan Ratu Iblis, terdapat keributan. Agaknya disana terjadi pertempuran yang seru antara banyak orang yang melakukan pengeroyokan.

"Ayah...!"

Hui Song berseru kaget sekali ketika melihat bahwa yang mengeroyok Raja dan Ratu Iblis adalah ayahnya bersama sumoinya Tan Siang Wi, dan tiga puluh lebih orang anggota Cin-ling-pai, sisa dari para murid Cin-ling-pai.

Betapa lihainya Raja dan Ratu Iblis, namun dikeroyok oleh puluhan orang murid Cin-ling-pai yang dipimpin sendiri oleh ketuanya, mereka harus bersikap hati-hati. Mereka berdua dikurung ketat dan para murid Cin-ling-pai yang merasa dendam kepada Raja Iblis, berkelahi dengan semangat tinggi dan mati-matian.

Memang sudah ada lima enam orang diantara murid Cin-ling-pai yang roboh akan tetapi mereka masih bersemangat. Juga ketua Cin-ling-pai, Cia Kong Liang, nampak terluka pada pahanya, akan tetapi pendekar ini masih bergerak dengan gagah perkasa, mendesak Raja Iblis dibantu oleh Tan Siang Wi dan puluhan orang murid Cin-ling-pai.

Ketika Cia Kong Liang melihat munculnya puteranya, dia merasa girang sekali. Sebaliknya, Raja Iblis menjadi terkejut bukan main. Menghadapi orang-orang Cin-ling-pai mereka tidak merasa takut dan biarpun harus mengerahkan kepandaian dan dalam waktu yang agak lama, mereka yakin akan mampu mengalahkan puluhan orang musuh itu.

Akan tetapi kemunculan empat pendekar muda dan dua orang kakek itu membuat mereka gentar juga! Memang benar bahwa dua orang kakek itu tidak akan berani turun tangan melihat tongkat sakti di tangan Raja Iblis, akan tetapi empat orang pendekar muda itu sama sekali tidak boleh dipandang ringan! Mereka berempat itu bahkan lebih tangguh daripada ketua Cin-ling-pai sendiri!

Kini tanpa banyak cakap lagi, Hui Song, Sui Cin, Cia Sun dan Ci Kang sudah menerjang maju mengeroyok Raja dan Ratu Iblis. Para murid Cin-ling-pai bernapas lega dan mereka yang merasa bahwa tingkat kepandaian mereka masih jauh berada di bawah untuk dapat mengimbangi perkelahian antara orang-orang sakti itu, lalu mundur dan hanya mengurung tempat itu sambil menonton dan siap-siap membantu pihak mereka.

Perkelahian kini menjadi seru bukan main setelah Sui Cin, Hui Song, Cia Sun dan Ci Kang maju mengeroyok Raja dan Ratu Iblis! Benar-benar merupakan perkelahian tingkat tinggi dimana setiap orang mengeluarkan semua kepandaian mereka dan mengerahkan seluruh tenaga.

Empat orang muda itu tangkas dan lihai, dengan jurus-jurus mereka yang merupakan ilmu-ilmu silat pilihan. Cia Sun dan kawan-kawannya maklum akan kelihalan kakek dan nenek itu, maka mereka berempat tidak merasa sungkan untuk maju berempat melawan dua orang.

Bahkan Cia Kong Liang berdiri bengong penuh kagum. Puteranya itu kini telah memiliki kepandaian yang amat hebat, bahkan berani bertemu tangan beradu sin-kang melawan Raja Iblis! Diapun hanya berdiri di pinggir dan siap membantu kalau-kalau puteranya dan para pendekar muda itu terancam bahaya.

Dua orang kakek Si Dewa Arak dan Dewa Kipas hanya nonton diantara para murid Cin-ling-pai tanpa berani turun tangan. Akan tetapi, Wu-yi Lo-jin mendapat akal. Dia melihat betapa gerakan-gerakan muridnya, Sui Cin, walaupun sudah hebat sekali, namun ada beberapa bagian yang masih lemah. Dia lalu berteriak-teriak memberi petunjuk kepada Sui Cin dan begitu gadis ini mendengar petunjuk-petunjuk gurunya, ia menyerang makin dahsyat membuat Ratu Iblis kewalahan!

Melihat ini, segera Siang-kiang Lo-jin berteriak memberi petunjuk kepada Hui Song yang segera dapat memperbaiki dan memperhebat gerakan-gerakannya setelah mendengar petunjuk-petunjuk dari kakek gendut itu.

Melihat ini, Cia Kong Liang semakin heran dan baru dia dapat menduga bahwa kakek gendut ini tentu seorang guru baru dari puteranya.

Selagi dua orang kakek itu berlomba memberi petunjuk kepada murid masing-masing, tiba-tiba terdengar suara dua orang lain yang berseru memberi petunjuk kepada Cia Sun dan Ci Kang!

Dua orang kakek ini girang sekali karena mengenal suara guru-guru mereka, Ciu-sian Lo--kai dan Go-bi San-jin! Lengkaplah sudah guru keempat pendekar muda itu. Mereka berempat berada disitu akan tetapi karena tongkat sakti di tangan Raja Iblis atau Pangeran Toan Jit Ong, mereka berempat tidak berani berkutik dan hanya dapat memberi petunjuk kepada murid masing-masing.

Akan tetapi petunjuk-petunjuk ini berharga sekali karena kini gerakan keempat orang muda itu menjadi semakin dahsyat sehingga Raja dan Ratu Iblis sendiri menjadi repot, terdesak dan permainan silat mereka menjadi kalang kabut. Selain itu, mereka berdua sudah amat tua sehingga dalam hal daya tahan tubuh dan pernapasan, mereka kalah jauh dibandingkan empat orang lawan mereka.

Empat orang muda itu mengeroyok secara bergantian dan mereka seperti membentuk barisan segi empat, membuat suami isteri iblis itu kewalahan. Ketika memperoleh kesempatan yang baik, tiba-tiba Sui Cin menubruk maju dari tamparan tangannya yang penuh dengan tenaga Thian-te Sin-ciang itu mengenai punggung Ratu Iblis.

"Uakkk...!"

Ratu Iblis tidak roboh akan tetapi dari mulutnya muncrat darah segar, tanda bahwa tamparan itu telah melukainya. Dan pada saat yang hampir bersamaan, dengan jurus Hok-mo Cap-sha-ciang yang mujijat, Cia Sun juga sudah berhasil memukul lambung Raja Iblis.

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: