*

*

Ads

Selasa, 03 April 2018

Asmara Berdarah Jilid 185

Perang sudah selesai setelah San-hai-koan dan Ceng-tek direbut kembali oleh balatentara pemerintah. Ketika enam orang pendekar itu memasuki San-hai-koan, mereka disambut dengan ramah oleh Yang-tai-ciangkun dan para pendekar yang tadinya membantu pasukan dan kini masih berada di San-hai-koan.

Ketika mendengar bahwa Raja dan Ratu Iblis diduga keras bersembunyi di dalam sebuah tempat rahasia di San-hai-koan dan tempat itu diketahui oleh Ci Kang dan Cia Sun, Yang-ciangkun terkejut sekali dan cepat menyerahkan seratus orang pasukan pengawal untuk membantu enam orang pendekar itu mengepung tempat rahasia.

Pagi hari itu juga, Wu-yi Lo-jin, Siang-kiang Lo-jin, Cia Sun, Hui Song, Ci Kang dan Sui Cin berangkat ke tempat rahasia itu diikuti pula oleh beberapa orang pendekar yang merasa tertarik walaupun mereka merasa jerih juga mendengar bahwa enam orang itu hendak menyergap Raja dan Ratu Iblis yang amat sakti, juga diikuti oleh seratus orang perajurit pengawal pilihan.

Tempat rahasia itu dikepung oleh pasukan dan enam orang pendekar berjaga di luar lubang sumur dan lubang terowongan di balik semak-semak yang merupakan dua jalan keluar dari tempat rahasia itu.

"Kami akan bersembunyi dulu," kata Wu-yi Lo-jin kepada para pendekar muda, "kalau Raja Iblis melihat kami dan dia mempergunakan tongkat sakti itu, bagaimanapun juga kami berdua tidak dapat melanggar sumpah sendiri dan tidak akan dapat melawan."

"Baiklah, suhu," kata Sui Cin, "Nanti saja kalau kami sudah mengeroyoknya, suhu dan Siang-kiang locianpwe keluar membantu sehingga dia tidak sempat mengeluarkan tongkatnya itu."

Setelah dua orang kakek yang takut melanggar sumpah terhadap tongkat sakti yang berada di tangan Raja Iblis itu bersembunyi, Hui Song lalu menjenguk ke dalam lubang sumur dan berteriak sambil mengerahkan khi-kangnya.

"Pangeran Toan Jit Ong, Raja Iblis yang terkutuk, keluarlah menerima kematian!"

Tidak ada jawaban dari bawah, juga tidak nampak gerakan sesuatu. Yang ada hanya gema suara teriakan Hui Song yang terdengar mengaum dan menyeramkan, seperti jawaban atas teriakan tadi, jawaban yang bukan keluar dari mulut manusia.

Melihat ini, seorang perwira yang memimpin pasukan pengawal itu menjadi tidak sabar lagi.

"Siapkan kayu bakar dan tiupkan asap ke dalam sumur!"

Perwira ini hendak menggunaken siasat mengisi tempat persembunyian itu dengan asap agar mereka yang berada di sebelah dalam akan terpaksa keluar karena tidak tahan diasapi dari luar.

Melihat kesibukan para perajurit pengawal mempersiapkan perintah sang perwira, Wu-yi Lo-jin yang berada dalam persembunyiannya terkekeh.

"Heh-heh-heh, kelinci-kelinci yang diasapi tentu akan keluar sekarang!"

Akan tetapi, tiba-tiba terdengar bentakan-bentakan keras dan delapan orang perajurit yang berada paling dekat dengan lubang sumur berteriak dan roboh terjengkang. Mereka tewas seketika karena jarum-jarum beracun telah menyambar tenggorokan mereka. Dan dari dalam lubang sumur itu kini melayang dua sosok tubuh seorang laki-laki dan seorang perempuan, tampan dan cantik dan keduanya mengenakan pakaian indah pesolek.

Tentu saja para perajurit pengawal menjadi kaget dan marah melihat robohnya delapan orang teman mereka. Dengan senjata golok atau tombak mereka segera mengepung dan menyerang. Akan tetapi, dua orang muda itu amat lihai dan begitu mereka berdua menggerakkan pedang kembali robohlah empat orang perajurit yang mengeroyok mereka.

Sementara itu, ketika mengenal bahwa dua orang itu adalah Sim Thian Bu dan Gui Siang Hwa, Ci Kang sudah marah sekali. Sim Thian Bu adalah murid mendiang ayahnya dan terhitung sutenya walaupun Thian Bu lebih tua darinya. Dia sudah meloncat maju, hampir berbareng dengan Sui Cin yang juga sudah marah sekali melihat Siang Hwa.

"Sim Thian Bu manusia keparat!" Ci Kang membentak marah. "Hayo menyerah sebelum aku terpaksa menggunakan kekerasan!"

Ternyata gemblengan Ciu-sian Lo-kai telah merobah sifat pemuda ini. Biarpun dia marah sekali dan tahu bahwa bekas sutenya ini adalah seorang jahat yang sepatutnya dibasmi, namun dia ingin memberi kesempatan kepada Thian Bu untuk menyerah dan menerima hukuman, kalau mungkin merobah sifatnya yang jahat.






Akan tetapi, Sim Thian Bu tersenyum mengejek.
"Siangkoan Ci Kang manusia busuk! Engkau seperti harimau berkedok domba, ha-ha-ha! Siapa tidak tahu bahwa engkau adalah putera mendiang Siangkoan Lo-jin Si Iblis Buta? Engkau pura-pura alim dan menjadi pendekar? Ha-ha-ha, alangkah lucunya!"

Setelah berkata demikian, Sim Thian Bu sudah menggerakkan pedangnya menusuk dada Ci Kang. Namun, dengan mudah saja, Ci Kang mengelak dan menendang ke arah pergelangan lengan lawan yang juga dapat dielakkan. Mereka segera berkelahi dengan seru walaupun Ci Kang hanya bertangan kosong dan lawannya berpedang.

Sementara itu, Sui Cin yang marah melihat murid Raja Iblis itu sudah menyerang tanpa banyak cakap lagi. Iapun menggunakan tangan kosong saja, menubruk dan mencengkeram ke arah pundak Siang Hwa sambil membentak,

"Perempuan iblis, bersiaplah untuk mati!"

Siang Hwa, seperti juga Thian Bu, maklum bahwa ia telah terkepung banyak orang pandai, maka tanpa banyak cakap iapun juga mengelak dan mengelebatkan pedangnya membalas serangan Sui Cin dengan nekat.

Akan tetapi sabetan pedangnya juga hanya mengenai tempat kosong, bahkan ia terkejut bukan main melihat tubuh lawannya berkelebat lenyap dan tahu-tahu telah menyerang dengan tamparan ke arah kepalanya dari samping! Tahulah ia bahwa gadis cantik yang menjadi lawannya ini adalah seorang ahli gin-kang yang tangguh, maka iapun cepat meloncat ke belakang sambil memutar pedangnya melindungi tubuh. Terjadi perkelahian yang cepat dan mati-matian antara Sui Cin dan Siang Hwa.

Cia Sun dan Hui Song hanya menonton dan siap-siap membantu dua orang teman mereka kalau perlu, akan tetapi mereka tidak mengeroyok karena maklum bahwa Ci Kang dan Sui Cin akan mampu menundukkan dua orang musuh itu. Membantu teman yang lebih kuat daripada lawan merupakan pantangan bagi mereka.

Tiba-tiba terdengar suara ledakan keras dan tanah dengan batu muncrat dari tempat tidak jauh dari situ. Ledakan itu ternyata mengakibatkan tanah itu berlubang besar dan dari dalam lubang itu nampak empat orang yang memanggul kayu pikulan berbentuk joli tanpa atap berloncatan keluar dengan kecepatan yang luar biasa.

Mereka adalah empat orang yang berpakaian seragam, bukan pakaian perajurit melainkan pakaian jago silat dan diatas joli terbuka itu duduk dua orang yang membuat semua orang terkejut dan ngeri melihatnya. Dua orang itu adalah Raja dan Ratu Iblis!

Tentu saja para perajurit segera mengepungnya dan belasan batang tombak dan golok berkelebatan menyerang empat orang pemikul joli terbuka itu. Akan tetapi, segera terjadi kekacauan dan semua orang terkejut melihat betapa empat orang pemikul joli itu memiliki gerakan yang bukan main cepatnya.

Kadang-kadang mereka berloncatan seperti terbang, lalu turun dan lari, sedangkan kakek dan nenek yang kadang-kadang duduk kadang-kadang bangkit berdiri itu menggerak-gerakkan tangan mereka dan hawa pukulan menyambar dahsyat, membuat belasan orang perajurit terpelanting ke kanan kiri tanpa dapat bangkit kembali! Tentu saja hal ini menggegerkan para perajurit dan perwira mereka memberi aba-aba agar terus mengepung dan mengejar.

Melihat betapa Raja dan Ratu Iblis sudah keluar, Hui Song mengeluarkan bentakan dan diapun sudah berloncatan diantara para perajurit untuk membantu mereka mengepung dan mengeroyok Raja dan Ratu Iblis.

Cia Sun mengenal empat orang penggotong tandu atau joli tanpa atap itu. Mereka berempat itu bukan lain adalah Hui-thian Su-kwi, empat orang Cap-sha-kui yang memang memiliki gin-kang yang luar biasa sekali. Maka diapun cepat lari menghampiri dan ikut pula mengepung. Juga para pendekar ikut membantu sehingga kini empat orang pemikul tandu itu dikepung dari empat jurusan!

Akan tetapi, gerakan Hui-thian Su-kwi sungguh luar biasa cepatnya. Sebentar mereka berloncatan ke atas kepala para perajurit dan dua orang kakek dan nenek di atas tandu itu menyebar maut dengan pukulan-pukulan jarak jauh mereka. Hanya para pendekar yang dapat menghindarkan diri atau menangkis sambaran angin dahsyat itu, akan tetapi para perajurit pengawal banyak yang roboh dan tewas.

Agaknya Raja Iblis yang lebih banyak menyebar maut sedangkan Ratu Iblis "mengemudi" empat orang pemanggul tandu itu dengan teriakan-teriakannya,

"Kanan...! Maju...! Mundur... ke kiri!"

Dan Hui-thian Su-kwi mempergunakan kecepatan gerak kaki mereka untuk berloncatan sesuai dengan petunjuk Ratu Iblis. Sambil berloncatan, kaki merekapun tidak pernah bergerak dengan sia-sia, karena tendangan-tendangan mereka lakukan yang merobohkan pula banyak perajurit pengawal yang mengepung.

"Kejar! Kepung, robohkan para pemikul tandu!"

Perwira pasukan memberi aba-aba dan kini empat orang pemikul tandu itu berloncatan tinggi sampai di tenda besar yang didirikan oleh para perajurit setiba mereka disitu. Tenda itu diterjang dan tiang-tiangnya roboh oleh tendangan empat orang pemikul tandu yang berloncatan ke atas. Dan hantaman-hantaman yang dilakukan oleh telapak tangan Raja Iblis sedemikian hebatnya sehingga mayat-mayat para pengeroyok roboh berserakan.

"Kepung rapat!" teriak perwira pasukan ketika melihat empat orang pemikul tandu itu meloncat tinggi dan hinggap di atas tiang-tiang kayu bekas tenda besar. Para perajurit mengepung dan menyerang dengan tombak.

"Loncat turun ke depan!" terdengar Ratu Iblis mengomando dan Raja Iblis melancarkan pukulan ke arah tiang melintang di depannya.

"Krakkkk...!"

Tiang yang besar itu patah tengahnya dan tiang-tiang itupun roboh menimpa para perajurit sedangkan empat orang pemikul tandu meloncat jauh ke depan.

Melihat betapa Raja Iblis menyebar maut, Hui Song dan Cia Sun menjadi marah sekali. Mereka tidak dapat leluasa bergerak karena kesimpang-siuran para perajurit yang mengeroyok.

"Kita serang berbareng dengan loncatan ke atas!" tiba-tiba Cia Sun berbisik dan Hui Song mengangguk.

Tiba-tiba dua orang pemuda perkasa ini meloncat jauh ke atas, melampaui kepala beberapa orang perajurit dan mereka itu langsung menerjang Raja Iblis dari kanan dan belakang!

Memang mereka sudah memperhitungkan agar loncatan mereka tiba di sebelah kanan dan belakang Raja Iblis dan mereka menyerang dengan berbareng. Sambil meloncat itu, dari sebelah kanan Cia Sun sudah mengirimkan pukulan dengan sejurus Hok-mo Cap-sha-ciang, sebuah ilmu pukulan tangan kosong yang mujijat dan luar biasa ampuhnya. Pukulan itu mendatangkan angin kuat dan nampak seperti ada sinar kemerahan menyambar dahsyat ke arah leher Raja Iblis.

Pada saat yang sama pula, Hui Song sudah menyerang dengan pukulan Thian-te Sin-ciang yang juga merupakan pukulan amat ampuh, ditujukan ke arah punggung Raja Iblis.

Menghadapi penyerangan dua orang pemuda yang amat lihai ini, Raja Iblis mengeluarkan suara mendengus marah dan juga kaget. Cepat dia memutar tubuhnya ke kanan, tangan kirinya diputar menahan pukulan Cia Sun sedangkan tangan kanannya menangkis pukulan Hui Song.

Sementara itu, Ratu Iblis tidak tinggal diam melihat suaminya menghadapi penyerangan dahsyat itu dan iapun mengerahkan tenaga pada kedua tangannya dan mendorong ke arah Cia Sun dan Hui Song dari sebelah kanan suaminya.

"Plakkk! Desss...!"

Tubuh Hui Song dan Cia Sun yang menyerang sambil melompat itu, karena tidak mempunyai tempat berpijak dan saking kuatnya tenaga Raja dan Ratu Iblis, terpental ke belakang dan terpaksa berjungkir balik menghindarkan diri dari terbanting, akan tetapi tenaga mereka juga demikian kuatnya sehingga Raja dan Ratu Iblis yang tadi mengerahkan tenaga, membuat empat orang Hui-thian Su-kwi terhuyung karena tiba-tiba saja panggulan mereka menjadi berat luar biasa.

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: