*

*

Ads

Senin, 26 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 178

"Pangcu, aku menerima perintah dari Toan Ong-ya untuk menjatuhkan hukuman mati kepadamu. Maka, kuminta agar engkau suka menyerahkan nyawa dengan ikhlas dan memasang dirimu agar pedang ini dapat melaksanakan tugas sebaiknya!"

Cia Kong Liang memandang wajah pemuda itu dan diapun menjawab dengan suara lantang dan gagah,

"Aku akan menghadapi kematian dengan berdiri!"

Dan diapun menjulurkan kedua lengan yang diikat menjadi satu, juga kedua kakinya agak direntangkan.

"Baik, bersiaplah!"

Cia Sun berkata dan semua mata kini dengan terbelalak memandang ke arah pedang yang sudah diangkat ke atas kepala oleh Cia Sun. Tiba-tiba pedang itu berkelebat ke bawah dua kali dan putuslah tali sutera pengikat lengan dan kaki Cia Kong Liang sehingga ketua itu menjadi bebas!

"Heiii...!"

Perwira itu berteriak akan tetapi teriakannya terhenti di tengah jalan karena dia sudah roboh dan pingsan oleh tamparan Ci Kang yang mengenai tengkuknya. Gegerlah keadaan di situ! Pedang yang tadi membikin putus belenggu kaki tangan Cia Kong Liang, kini telah berada di tangan ketua itu dan bersama Cia Sun dan Ci Kang, dia mengamuk dan merobohkan banyak pengeroyok yang masih panik karena perubahan keadaan yang tiba-tiba dan tidak disangka-sangka itu.

"Locianpwe, mari kita pergi!"

Ci Kang berkata sambil mendekati Cia Kong Liang yang mengamuk dengan pedangnya itu.

"Baik!" kata ketua Cin-ling-pai karena diapun tahu bahwa mereka bertiga saja, betapapun lihainya, tidak mungkin akan mampu menghadapi pengeroyokan banyak sekali perajurit, apalagi mereka berada di dalam benteng musuh.

Untung bagi mereka bahwa pada saat itu, pasukan pemerintah yang mengepung benteng itu mulai bergerak dan pertempuran mulai terjadi di sepanjang tembok benteng sehingga ketika ketiganya melarikan diri, keadaan di luar penjara cukup kacau balau sehingga sukarlah bagi para pengejar mereka untuk dapat mengikuti jejak mereka. Apalagi para pengejar itupun merasa gentar menyaksikan kelihaian tiga orang itu yang dalam waktu singkat saja sudah merobohkan puluhan orang pengeroyok.

Setelah menyusup-nyusup, akhirnya dua orang pendekar muda itu berhasil mengajak Cia Kong Liang memasuki guha rahasia di bawah tanah dan mereka disambut dengan girang oleh Hui Cu. Melihat gadis ini, Cia Kong Liang merasa heran dan dia segera bertanya.

"Siapakah nona ini?"

Bagaimanapun juga, dia tentu saja ingin mengenal semua orang yang berada disitu, mengingat bahwa mereka semua masih berada di tempat yang berbahaya.

"Lociainpwe, nona ini adalah Toan Hui Cu, puteri dari... Pangeran Toan Jit Ong."

Ci Kang hampir saja menyebut nama Raja Iblis, akan tetapi diubahnya ketika dia teringat bahwa gadis itu tentu akan merasa tersinggung dan tidak enak kalau ayahnya disebut Raja Iblis.

Akan tetapi, mendengar bahwa gadis itu puteri Pangeran Toan Jit Ong, berarti puteri Raja Iblis, ketua Cin-ling-pal itu terbelalak dan mukanya berobah merah. Tangannya yang masih memegang pedang tadi bergerak dan dia sudah menyerang Hui Cu dengan pedangnya!

Akan tetapi dia terkejut karena tiba-tiba saja tubuh gadis itu lenyap dan ternyata dengan gerakan yang luar biasa ringan dan cepatnya, gadis itu telah melompat jauh ke belakang sambil mengerutkan alisnya.

"Toako, kenapa kalian membawa orang sejahat itu kesini?" teriak Hui Cu penasaran.






Sementara itu, Cia Sun dan Ci Kang cepat melerai dan berkata.
"Harap locianpwe suka menyimpan kembali pedang itu. Biarpun ia puteri Pangeran Toan, akan tetapi ia sama sekali tidak boleh disamakan dengan ayahnya atau ibunya. Ia menentang kejahatan orang tuanya dan ia pernah menyelamatkan nyawa kami, bahkan sekarangpun kalau tidak ada ia yang menunjukkan tempat rahasia ini, kita bertiga jangan harap dapat lolos dari San-hai-koan."

Cia Kong Liang menarik napas panjang dan diapun melepaskan pedangnya yang jatuh berdenting ke atas lantai. Dia teringat akan isterinya. Bukankah isterinya juga puteri seorang datuk sesat? Isterinya juga tidak dapat dikatakan berwatak penjahat, walaupun dia tahu bahwa ayah mertuanya, yang sudah lama mencuci tangan, kini agaknya kumat lagi dan bersekutu dengan pemberontak yang dipimpin datuk-datuk sesat.

"Maafkan aku," katanya lirih kepada Hui Cu yang kini berani mendekat lagi.

"Nona Toan Hui Cu ini bahkan dimusuhi oleh ayahnya sendiri," Ci Kang menambahkan.

Cia Kong Liang menggeleng-geleng kepala keheranan, lalu memandang kepada Ci Kang dengan sinar mata mengandung kagum dan terima kasih.

"Dan sekarang baru kita sempat bicara, orang muda. Siapakah engkau dan mengapa engkau dengan berani mati telah menolongku?"

Ci Kang tersenyum pahit dan diapun menjawab,
"Locianpwe, keadaan saya tidak banyak bedanya dengan keadaan nona Hui Cu. Nama saya Siangkoan Ci Kang dan ayah saya adalah mendiang Siangkoan Lo-jin..."

"Ahhh...!"

Kembali Cia Kong Liang terkejut sekali. Dia tahu siapa adanya Siangkoan Lo-jin alias Si Iblis Buta! Seorang datuk sesat yang terkenal jahat, yang mengepalai para datuk sesat untuk mengeruhkan dunia kang-ouw. Dan pemuda yang amat disukanya dan dikaguminya ini, pemuda yang sudah menolongnya secara cerdik dan berani, adalah putera datuk sesat itu!

"Saudara Siangkoan Ci Kang ini, walaupun orang tuanya menjadi datuk sesat, namun dia sendiri berjiwa pendekar sejati yang selalu menentang kejahatan, dan memang benar bahwa agaknya keadaannya tidak berbeda dengan nona Toan Hui Cu." Cia Sun menerangkan.

Cia Kong Liang menarik napas panjang beberapa kali sambil mengangguk-angguk dan memandang kepada Ci Kang.

"Siangkoan Ci Kang," akhirnya dia berkata, "kalau melihat putera seorang pendekar menjadi orang gagah, hal itu tidaklah aneh dan tidak perlu dibicarakan lagi. Akan tetapi putera seorang raja datuk sesat menjadi seorang pendekar budiman, sungguh hal ini merupakan suatu yang luar biasa dan amat mengagumkan." Kemudian dia memandang kepada Cia Sun. "Dan engkau sendiri, orang muda. Siapakah kau?"

Cia Sun menjura dengan hormat.
"Harap locianpwe suka memaafkan kalau saya bersikap kurang pantas. Sesungguhnya, saya adalah cucu keponakan locianpwe sendiri, nama saya Cia Sun dan ayah bernama Cia Han Tiong."

Sepasang mata ketua Cin-ling-pai itu terbelalak dan wajahnya berseri ketika dia mengulur tangan dan memegang lengan pemuda itu.

"Ahh...! Kiranya engkau putera Cia Han Tiong? Pantas... Cia Sun, bagaimana kabarnya dengan ayah dan ibumu? Apakah masih tinggal di Lembah Naga?"

"Terima kasih, ayah baik-baik saja dan masih berada di Lembah Naga, akan tetapi ibu telah tewas terbunuh orang jahat."

Cia Sun lalu menceritakan keadaan keluarganya dengan singkat dan percakapan lalu menjurus ke arah pemberontakan itu sendiri.

"Aku telah tertipu! Aku telah khilaf karena kesembronoanku sendiri!" Ketua Cin-ling-pai itu mengepal tinju dan mukanya menjadi merah sekali. "Tanpa penyelidikan lebih dahulu aku telah membawa keluarga dan murid-murid Cin-ling-pai untuk membantu pasukan pemberontak, karena tadinya kukira bahwa pemberontak Ji-ciangkun adalah suatu perjuangan yang menentang pemerintah lalim. Siapa kira, Ji-ciangkun sendiri diperalat oleh para datuk sesat yang hendak mencari kedudukan. Aku memberontak terhadap mereka dan ditawan, dan entah bagaimana nasib keluarga dan para muridku di Ceng-tek."

Tiba-tiba terdengar suara keras dan gaduh di sebelah atas.
"Ah, di atas terjadi pertempuran besar!" kata Hui Cu ketika mereka semua terkejut mendengar kegaduhan itu.

"Kota ini telah dikepung oleh pasukan besar pemerintah dan mungkin sekali kini telah terjadi pertempuran," kata Ci Kang.

"Bagus!" Cia Kong Liang bangkit berdiri dan mengambil pedang yang tadinya dilemparkan ke atas lantai. "Inilah kesempatan baik begiku untuk menebus dosa. Aku harus keluar membantu pasukan pemerintah dan menyerang para pemberontak laknat itu!"

"Akan tetapi kita harus bertindak hati-hati, locianpwe. Sebelum benteng ini bobol, kita bertiga saja mana mungkin dapat menghadapi pasukan besar," Ci Kang membantah.

"Tentu saja kita harus melihat keadaan," kata Cia Kong Liang yang sudah bangkit kembali semangatnya. "Mari kita keluar, kita melakukan pembakaran-pembakaran dan pengrusakan-pengrusakan untuk menimbulkan kekacauan dari dalam."

Cia Sun memandang kagum. Ketua Cin-ling-pai ini memang gagah perkasa dan penuh semangat, sayang sekali tadinya agak ceroboh sehingga mudah tertipu.

"Memang sebaiknya kalau kita keluar melakukan penyelidikan daripada menduga-duga di tempat ini dan tidak berbuat apa-apa."

"Harap kalian jangan pergi meninggalkan aku lagi!" kata Hui Cu. "Atau kalau kalian terpaksa pergi juga, aku akan ikut!"

"Hui Cu, kami keluar untuk melawan anak buah orang tuamu, sebaiknya engkau tinggal saja disini menunggu kedatangan ibumu. Tak mungkin engkau melawan ayahmu sendiri," kata Ci Kang.

Mendengar ini, wajah yang cantik dan agak pucat itu menjadi murung dan gadis itu hampir menangis, kini memandang kepada Cia Sun dengan sinar mata penuh permohonan.

Cia Sun merasa kasihan dan memegang tangan gadis itu.
"Hui Cu, kami terpaksa meninggalkanmu disini. Tinggallah kau disini. Kalau engkau ikut dan terlihat oleh ayahmu, tentu engkau terancam bahaya besar dan kami sudah berjanji kepada ibumu untuk menjagamu. Tinggallah disini dan aku berjanji bahwa kalau pertempuran sudah selesai, aku pasti menjemputmu disini."

Akhirnya Hui Cu tidak membantah lagi, akan tetapi tidak lama setelah tiga orang itu keluar, Hui Cu tidak tahan untuk berada di tempat itu seorang diri saja dan iapun segera menyelinap keluar.

**** 178 ****
Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: