*

*

Ads

Minggu, 25 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 175

Mendengar betapa ketua Cin-ling-pai yang masih terhitung paman dari ayahnya itu ternyata kini berbalik menjadi musuh Raja Iblis dan menjadi tawanan, hati Cia Sun merasa lega. Tadinya diapun ikut prihatin mendengar betapa paman ayahnya itu bersekutu dengan kaum sesat. Apalagi mendengar dari Ci Kang bahwa ketua Cin-ling-pai itu tertipu dan kini untuk sementara aman di dalam kamar tahanan karena Raja Iblis tidak berniat membunuhnya sekarang.

Dia lalu menceritakan kepada Ci Kang tentang Hui Cu yang ditahan di dalam sebuah bangunan kecil, dan percakapan antara ayah dan anak itu seperti yang telah didengarnya. Mendengar betapa Raja Iblis hendak memaksa Hui Cu menjadi isterinya, dan betapa Hui Cu lebih memilih mati, Ci Kang mengepalkan tinjunya.

"Manusia itu sungguh lebih keji daripada iblis! Anak kandungnya sendiri akan diperisteri!"

"Akan tetapi sikap Hui Cu sungguh mengagumkan. Di depan iblis itu sendiri ia berani mengatakan bahwa ia tidak sudi menjadi anaknya atau isterinya, menantang mati!" kata Cia Sun.

"Gadis itu memang hebat, Cia Sun, dan ia mencintamu!"

Wajah Cia Sun berobah merah.
"Hemm, dalam keadaan seperti sekarang ini, jangan kau berkelakar, Ci Kang!"

"Tidak, Cia Sun, aku mengatakan sejujurnya. Gadis itu tergila-gila kepadamu dan jatuh cinta kepadamu."

Cia Sun mengerutkan alisnya dan menarik napas panjang sampai tiga kali. Dia percaya kepada Ci Kang dan pemuda perkasa di depannya ini tidak akan mau membohonginya. Maka diapun merasa kasihan sekali kepada Hui Cu.

"Kasihan Hui Cu..." katanya, kata-kata yang tanpa disadarinya keluar dari mulut, langsung dari dalam hatinya.

Ci Kang menatap tajam, berusaha menembus kegelapan malam untuk menjenguk isi hati sahabat yang dikaguminya ini.

"Cia Sun, apakah kata-katamu itu berarti bahwa engkau tidak membalas cintanya?"

Cia Sun menggeleng kepalanya.

"Ahh, kalau begitu kasihan sekali Hui Cu...!" kata Ci Kang yang mengerutkan alisnya mengenang nasib gadis yang patut dikasihani itu.

"Memang kasihan sekali Hui Cu. Akan tetapi aku harus berterus terang, aku mencinta seorang gadis lain, jadi tak mungkin aku mencintanya."

Ci Kang memandang tajam sesaat lamanya, lalu berkata,
"Sudahlah, mari kita menolongnya sebelum terlambat."

Dua orang pemuda perkasa yang sama-sama berpakaian sebagai perajurit pemberontak itu lalu berangkat menuju ke bangunan yang dimaksudkan Cia Sun. Dia menjadi penunjuk jalan dan Ci Kang mengikutinya di belakangnya. Mereka bergerak cepat menyusup-nyusup, dan kadang-kadang kalau ada perajurit-perajurit lain mereka bersikap wajar, bergandengan dan sempoyongan seperti dua orang perajurit setengah mabok, pemandangan yang biasa saja.

Setelah tiba di dekat pondok dimana Hui Cu ditahan, dua orang pemuda itu bergerak perlahan sesuai rencana yang telah mereka atur ketika mereka menuju ke tempat itu. Ci Kang dan Cia Sun kini berpencar. Ci Kang menghampiri empat orang penjaga yang duduk sambil bercakap-cakap itu dari depan, sedangkan Cia Sun menyelinap dari samping pondok dimana terdapat jendela yang dipergunakan untuk mendengarkan percakapan tadi.

Sesuai yang telah direncanakan, Ci Kang berpura-pura mabok, berjalan terhuyung-huyung ke arah empat orang Hui-thian Su-kwi yang sedang duduk diatas bangku di depan pondok. Melihat seorang perajurit mabok menghampiri mereka, Su-kwi menjadi marah.

"Hei, perajurit tolol! Pergi dari sini dan jangan ganggu kami!" bentak seorang dari mereka yang bermuka pucat.

"Heh-heh-hoh-hoh...!"






Ci Kang tertawa seperti orang mabok.
"Sobat, mari kau temani aku minum arak. Kau perlu minum banyak arak agar mukamu tidak pucat seperti mayat, heh-heh-heh!" Dia menunjuk ke arah muka yang menegurnya tadi.

Si muka pucat itu menjadi marah dan bangkit berdiri.
"Manusia goblok! Berani kau mengeluarkan kata-kata sembarangan terhadap kami? Kami adalah Hui-thian Su-kwi, pengawal pribadi Toan Ong-ya!"

"Hah-hah, agaknya majikanmu kurang memberi upah kepadamu sehingga badanmu kurus mukamu pucat kurang makan..."

"Eh, keparat mulut lancang! Kuhancurkan mulutmu...!"

Si muka pucat menjadi marah sekali dan sekali menggerakkan tubuhnya, tubuh itu sudah mencelat ke depan Ci Kang dan tangannya menampar ke arah mulut Ci Kang dengan keras sekali karena si muka pucat itu agaknya hendak benar-benar menghancurkan mulut perajurit yang berani menghinanya itu.

Diam-diam Ci Kang terkejut menyaksikan gerakan gin-kang yang demikian ringan dan cepatnya dan tahulah dia mengapa mereka ini dijuluki Hui-thian (Terbang ke Langit). Kiranya mereka adalah ahli-ahli gin-kang yang cukup tinggi tingkat kepandaiannya. Akan tetapi tamparan tangan itu menunjukkan tenaga yang tidak perlu dikhawatirkan. Maka dia hanya mundur sedikit sambil miringkan mukanya sehingga bukan mulutnya yang kena tampar, melainkan pipinya.

"Plakkk...!" Ci Kang sempoyongan dan hampir roboh, ditertawai oleh empat orang itu.

Ci Kang bangkit dan mengusap pipinya yang menjadi merah, matanya melotot dan diapun maju sambil menudingkan telunjuknya ke arah hidung orang yang tadi menamparnya.

"Kau monyet tak tahu malu, manusia tidak mengenal budi. Diajak minum arak malah memukul. Aku harus membalas pukulanmu!"

Dan dengan gerakan sembarangan saja diapun menerjang maju hendak memukul kepala si muka pucat. Melihat gerakan Ci Kang, si muka pucat tentu saja memandang rendah dan dia sudah menggerakkan tangannya hendak menangkis dan menangkap lengan lawan untuk dipuntir dan ditelikung. Akan tetapi, tangan yang memukul kepalanya itu berkelebat aneh dan tahu-tahu pipinya telah kena ditampar.

"Plakkk...!" keras sekali tamparan itu, membuat kepala si muka pucat terasa nanar dan tentu saja ia menjadi marah bukan main.

Kemarahan membuat dia lengah dan dia masih tetap memandang rendah kepada perajurit mabok ini ketika dia membalas pula dengan tendangan tenaga yang cukup kuat.

Akan tetapi, Ci Kang dengan mudah mengelak dengan lagak sempoyongan dan pada saat kaki lawan masih terangkat, ujung sepatunya menotok ke arah lutut kaki lawan yang masih berpijak di atas tanah dan tanpa dapat dicegah lagi tubuh si muka pucat itupun terpelanting!

"Ha-ha!"

Ci Kang tertawa-tawa seperti orang mabok dan bertepuk-tepuk tangan kegirangan sambil memandang orang yang terpelanting itu.

Kini tiga orang lainnya juga bangkit berdiri. Orang yang mampu menampar teman mereka, bahkan mampu merobohkan dalam segebrakan saja, pasti bukan perajurit biasa!

"Siapa engkau?" bentak mereka dan kini mereka sudah mengurung bersama si muka pucat yang sudah bangkit kembali.

Akan tetapi Ci Kang bersikap pura-pura takut dikurung empat orang itu dan tiba-tiba diapun melompat ke belakang menjauhi empat orang itu yang kini menjadi semakin terkejut karena mereka yang mengurung itu ternyata tidak mampu menahan perajurit yang melompat jauh ke belakang itu.

Dan cara melompat Ci Kang juga mengejutkan mereka. Ci Kang melayang ke arah belakang begitu saja dan berjungkir balik sampai lima kali! Mereka dapat menduga bahwa orang yang berpakaian perajurit dan bersikap mabok-mabokan itu tentulah orang lihai yang mungkin adalah mata-mata musuh!

Maka, kini empat orang Hui-thian Su-kwi itu lalu mencabut pedang mereka dan melakukan pengejaran. Ci Kang sengaja memancing mereka agar menjauhi pondok dan pada saat itu, Cia Sun sudah cepat menyelinap masuk melalui jendela yang dibongkarya dari luar.

Dan benar saja, tepat seperti yang diduganya, di dalam pondok itu terdapat Hui Cu yang dibelenggu kaki tangannya dan rebah di atas sebuah pembaringan! Cia Sun tidak banyak bicara, cepat dia menghampiri dan menggunakan sin-kangnya mematahkan belenggu yang mengikat kaki dan tangan Hui Cu. Gadis itu terbelalak dan wajahnya berseri-seri ketika mengenal siapa pemuda yang menolongnya.

"Cia-toako...!" keluhnya setelah kaki tangannya bebas dan ia hendak berlari menghampiri, akan tetapi karena terlalu lama kakinya dibelenggu, aliran darahnya terganggu dan iapun terhuyung dan tentu terbanting kalau saja Cia Sun tidak cepat menyambarnya dan merangkulnya.

Hui Cu menjadi merah mukanya akan tetapi ia tersenyum dan balas merangkul leher Cia Sun dengan mesra dan penuh penyerahan. Ketika pemuda itu merasa betapa rangkulan Hui Cu tidak sewajarnya, melainkan rangkulan yang penuh arti, dia terkejut dan teringat akan ucapan Ci Kang bahwa gadis itu jatuh hati kepadanya, maka diapun cepat melepaskan rangkulannya dan membiarkan gadis itu berdiri.

"Aku harus membantu Ci Kang yang sedang bertempur melawan Hui-thian Su-kwi," katanya melihat betapa gadis itu memandang kecewa karena merasa betapa Cia Sun melepaskan rangkulan tadi dengan tiba-tiba dan agak kasar.

"Ahhh...!" Hui Cu seperti baru sadar. "Mereka itu lihai sekali. Akan tetapi jangan tinggalkan aku, lebih dulu bawa aku ke tempat rahasia yang hanya diketahui oleh ibu dan aku. Mari...!"

Ia menggandeng tangan Cia Sun dan diajaknya pemuda itu melarikan diri melalui pintu belakang. Gadis itu terus membawanya ke dalam taman dan membuka sebuah semak-semak yang cukup tebal.

Ternyata di bawah semak-semak ini terdapat sebuah bundaran besi yang segera digesernya dan nampaklah lubang. Hui Cu mengajak Cia Sun memasuki lubang itu dan ternyata di bawahnya terdapat tangga batu. Hui Cu menutupkan kembali bundaran besi dan segera otomatis semak-semak itupun ikut bergerak menutupi tempat rahasia itu.

Hui Cu terus berjalan turun sambil menggandeng tangan Cia Sun. Tempat itu tidak begitu gelap dan sinar remang-remang keluar dari depan. Dan ternyata lorong yang menyambung tangga itu membawa mereka ke sebuah ruangan segi empat. Sebuah ruangan bawah tanah pula!

Matahari dapat memasukkan sinarnya dari lubang-lubang yang terdapat pada retakan-retakan batu-batu yang berada di atas guha bawah tanah ini. Dan ternyata di ruangan itu terdapat sebuah lilin besar yang bernyala di atas meja. Nyala itu kecil saja karena sumbunya kecil, akan tetapi lilinnya besar sekali, sehingga kalau dibiarkan bernyala, mungkin dalam waktu sebulan belum habis! Dari nyala lilin inilah datangnya sinar remang-remang sampai ke lorong tadi.

"Tempat ini aman, toako. Hanya diketahui oleh ibu saja. Ibu yang memberitahukan kepadaku agar kalau sewaktu-waktu aku dapat lolos dari tangan iblis tua itu, aku dapat bersembunyi dengan aman disini. Ibu sengaja menyuruh seorang ahli bersama rombongannya membuat tempat ini dalam waktu dua hari setelah aku ditangkap iblis itu."

Cia Sun mengerutkan alisnya.
"Hemm, kalau begitu selain engkau dan ibumu, masih ada beberapa orang lain yang mengetahui rahasia tempat ini, yaitu para pembuatnya,"

"Tidak, mereka itu berjumlah sembilan orang dan begitu tempat ini selesai, ibu telah membunuh mereka semua dan ibu bahkan menanam mayat mereka di dalam tanah di belakang ruangan ini!"

Diam-diam Cia Sun bergidik mendengar kekejaman luar biasa itu. Ayah kandung gadis ini sudah jahat sekali, ternyata ibunya juga tidak kalah jahatnya. Yang amat mengherankan adalah gadis ini yang ternyata memiliki perangai yang jauh bedanya dengan ayah bundanya, seperti bumi langit!

"Hui Cu, aku sekarang harus keluar membantu Ci Kang."

Akan tetapi Hui Cu menghampirinya dan merangkulnya.
"Jangan, toako... jangan tinggalkan aku lagi. Aku takut kalau engkau celaka... lalu... bagaimana dengan aku? Kalau engkau mati, akupun tidak mau hidup lagi, toako. Aku... cinta padamu..." Gadis itu mempererat pelukannya.

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: