*

*

Ads

Kamis, 22 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 163

"Putert kalian? Ah, menarik sekali!" kata Lam-nong.

"Saudara Lam-nong, berlakulah baik kepada kami dan tolonglah tunjukkan dimana adanya nenek Yelu Kim agar kami dapat mencari puteri kami," kata Thian Sin, suaranya halus membujuk.

"Hemm, mengingat betapa kalian tadi baru saja menyelamatkan kami dari tangan pasukan pemberontak sudah cukup untuk kubalas dengan pertolongan apapun. Akan tetapi apakah arti pertolonganmu tadi sebagai pendekar dari selatan dibandingkan dengan kekejian yang dilakukan lain pendekar selatan kepada kami? Oleh karena itu, aku mau membantumu, bahkan bukan hanya menunjukkan melainkan mengantarmu ke sana kalau engkau mau berjanji bahwa engkau akan membantuku pula menangkap dan menyeret si jahanam Cia Hui Song ke depan kakiku! Bagaimana?"

Thian Sin saling pandang dengan isterinya. Janji yang berat. Bagaimana kalau ternyata bahwa pendekar itu benar-benar putera ketua Cin-ling-pai? Bukankah itu berarti bahwa mereka akan berhadapan sebagai lawan dan musuh dengan keluarga Cin-ling-pai? Demikian Thian Sin berpikir.

"Baik, kami setuju!" Tiba-tiba Toan Kim Hong berseru. "Siapapun juga adanya pendekar itu, kalau benar dia melakukan kekejian seperti itu, tentu akan kami hadapi sebagai lawan dan musuh!"

Ucapan ini menyadarkan Thian Sin akan kewajibannya sebagai seorang gagah, yaitu menentang siapa saja tanpa pilih bulu, menentang siapa saja yang melakukan perbuatan jahat.

"Benar, kami setuju. Mari antar kami kepada tempat kediaman nenek Yelu Kim!" katanya.

Lam-nong nampak gembira. Janji ini merupakan sinar terang dalam kegelapan hatinya. Dia baru akan merasa puas kalau dapat membalas dendam kepada Cia Hui Song, atas perbuatannya yang biadab kepada isteri-isterinya!

Memang kelihatannya aneh sikap Lam-nong ini, akan tetapi memang sudah demikianlah sifat dendam yang mengotori batin kita semua. Perbuatan merugikan kita yang dilakukan oleh orang yang dekat dengan kita terasa jauh lebih menyakitkan daripada kalau dilakukan oleh orang lain yang asing bagi kita.

Inilah sebabnya mengapa kebencian yang menyelinap dalam batin terhadap seorang bekas teman baik atau keluarga jauh lebih mendalam daripada kebencian terhadap orang asing.






Lam-nong seolah-olah melupakan parbuatan para pemberontak yang telah membasmi keluarga dan rombongannya, juga seperti lupa akan cerita kakek pembantunya betapa selir-selirnya yang lain diperkosa secara biadab oleh mereka. Yang diingatnya dengan penuh rasa sakit hati hanyalah perbuatan Hui Song yang berjina dengan empat orang isterinya!

"Baiklah, akan kuantar sampai ke depan nenek Yelu Nim. Bahkan aku akan mintai pertanggungan jawabnya atas peristiwa yang menimpa rombonganku, karena bukankah ia telah menamakan dirinya pemimpin para kepala suku? Mari, mari kita pergi. Tapi, siapakah ji-wi? Aku belum mengenal nama ji-wi."

Thian Sin tersenyum.
"Namaku Ceng Thian Sin dan ini adalah isteriku."

Lam-nong mengangguk-angguk, baru sekarang teringat dia betapa lihainya suami isteri ini ketika tadi membubarkan pasukan pemberontak.

"Mari, taihiap dan toanio, mari kita berangkat."

**** 163 ****
Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: