*

*

Ads

Kamis, 22 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 162

Dia tidak mau membunuh Hui Song, mengingat bahwa ayah pemuda itu menjadi sekutu Raja Iblis, akan tetapi dia ingin memberi kesan buruk terhadap pemuda ini kepada suku bangsa Mancu. Kalau sudah demikian, tidak mungkin lagi Hui Song kelak membantu orang-orang Mancu. Dan dia hendak merusak nama baik Hui Song, bukan hanya untuk melampiaskan kebenciannya terhadap pemuda ini akan tetapi secara tidak langsung dia hendak menghantam pula nama baik ketua Cin-ling-pai.

Betapapun juga, keluarga Cin-ling-pai sejak dahulu adalah musuh-musuh yang dibencinya, orang-orang dari golongan pendekar yang selalu memusuhi golongannya. Dan di samping semua alasan ini, juga Thian Bu hendak main-main untuk merendahkan dan membikin malu Hui Song.

Karena memang sudah diaturnya, ketika kakek itu melarikan diri. Diam-diam Thian Bu menyuruh belasan orang pengawalnya untuk membayanginya dan kalau kakek itu sudah bertemu dengan Lam-nong, agar menangkap mereka tanpa membunuhnya karena dia masih memiliki rencana lebih jauh dengan kepala suku Mancu Timur itu.

Demikianlah, ketika Lam-nong dan kakek Mancu itu bertangisan di dalam hutan, tiba-tiba muncul tiga belas orang perajurit pengawal pilihan yang sudah mengurung mereka dan membentak agar keduanya suka menyerah tanpa perlawanan.

Akan tetapi, Lam-nong yang sedang dilanda duka dan dendam itu, tentu saja tidak sudi menyerah. Dia mencabut pedangnya dan mengamuk, dibantu oleh kakek Mancu yang sudah luka pundaknya.

Mereka mengamuk dengan nekat tanpa memperdulikan keselamatan nyawa sendiri sehingga agak kewalahanlah tiga belas orang pengawal itu. Kalau saja mereka diperintahkan membunuh, tentu dua orang itu sudah terbunuh sejak tadi. Akan tetapi mereka dilarang membunuh, melainkan disuruh menangkap mereka berdua itu hidup-hidup dan inilah sukarnya.

Dua orang itu nekat, membuat para pengeroyok itu sukar menangkapnya hidup-hidup. Betapapun juga, karena dikeroyok oleh banyak orang, perlahan-lahan Lam-nong dan pembantunya mulai kehabisan tenaga dan napas mereka sudah terengah-engah, tubuh sudah basah oleh keringat. Agaknya tidak lama lagi mereka akan roboh sendiri kehabisan tenaga sehingga akan mudah ditawan.

Pemimpin regu pengawal pemberontak itu tahu akan hal ini, maka dalam suatu kesempatan yang baik, kakinya terayun dan tepat mengenai lutut kanan Lam-nong yang roboh terguling. Empat orang menubruknya dan kakek Mancu yang sudah kehabisan tenaga itupun dapat tertangkap dari belakang dan keduanya lalu dibelenggu. Lam-nong meronta-ronta dan memaki-maki, akan tetapi dia segera tidak berdaya setelah kaki tangannya diikat.

Pada seat itu terdengar bentakan nyaring dan dua orang perajurit terpelanting disusul oleh dua orang perajurit juga terpelanting ke kanan kiri. Semua orang melihat dan ternyata yang datang adalah seorang laki-laki dan seorang wanita yang gagah perkasa. Begitu mereka berdua itu menggerakkan tangan tadi, empat orang telah terpelanting dan hal ini amat mengejutkan hati pasukan itu, juga membuat mereka marah.

Sembilan orang sisa pasukan pengawal itu segera mencabut senjata dan tanpa banyak cakap mereka lalu menerjang dan mengeroyok laki-laki dan wanita yang baru datang itu. Akan tetapi, dengan gerakan ringan dan mudah saja, dua orang itu mengelak dan begitu mereka menggerakkan kaki tangan membalas, sembilan orang itu terpelanting satu demi satu!

Untung bagi tiga belas orang perajurit pemberontak itu bahwa laki-laki dan wanita ini agaknya tidak berhati kejam dan tidak bermaksud membunuh sehingga mereka itu hanya menderita luka-luka ringan saja. Akan tetapi merekapun maklum bahwa dua orang ini adalah orang-orang sakti. Hati mereka menjadi gentar dan tanpa menanti komando lagi mereka lalu berloncatan tunggang langgang melarikan diri dari tempat berbahaya itu, meninggalkan dua orang tawanan yang sudah mereka belenggu.

Suami isteri setengah tua yang gagah perkasa itu adalah Pendekar Sadis Ceng Thian Sin dan isterinya, Toan Kim Hong. Tidak mengherankan kalau dalam segebrakan saja tiga belas orang perajurit pemberontak itu terpelanting semua. Setelah semua perajurit melarikan diri, Ceng Thian Sin lalu melepaskan ikatan tangan kaki Lam-nong dan pembantunya.

Setelah dibebaskan dari belenggu, Lam-nong berdiri memandang kedua orang penolongnya itu dengan penuh perhatian, kemudian dia bertanya dengan suara kaku, dalam bahasa Han.

"Apakah kalian ini dua orang pendekar dari selatan?"

Tentu saja suami isteri itu merasa heran melihat sikap dan mendengar pertanyaan ini. Akan tetapi sambil tersenyum Thian Sin mengangguk.

"Benar, kami datang dari selatan. Sobat, siapakah engkau dan mengapa kalian ditangkap oleh pasukan itu?"

Tiba-tiba Lam-nong mengepal tinju dan memandang marah.
"Sudahlah! Aku tidak mau berurusan dengan segala pendekar dari selatan yang berhati palsu. Daripada nanti kalian akan mengkhianati aku lebih baik kalian membunuhku sekarang juga!"






Berkata demikian, tiba-tiba saja Lam-nong menyerang kalang kabut kepada Thian Sin. Tentu saja pendekar ini menjadi kaget dan terheran-heran, cepat mengelak.

"Manusia tak kenal budi memang lebih baik mampus!"

Toan Kim Hong berseru marah dan tangannya bergerak hendak menghajar orang yang diselamatkan akan tetapi berbalik memusuhi mereka itu. Akan tetapi suaminya memegang pundaknya dan mencegahnya menyerang Lam-nong. Dan dia sendiri lalu menghadapi Lam-nong dan ketika tangan orang itu menyambar ke depan, dia menangkap dan tubuh Lam-nong tidak mampu bergerak lagi.

"Nantl dulu, sobat. Segala perkara harus dibicarakan dulu, tidak membabi buta menuduh dan menyerang orang. Apakah yang telah terjadi dan mengapa engkau membenci para pendekar dari selatan?"

Akan tetapi Lam-nong tidak menjawab dan ketika Thian Sin melepaskan tangannya, diapun menutupi mukanya dan menangis lagi! Hal ini tentu saja mengejutkan hati suami isteri itu dan Thian Sin lalu bertanya kepada pembantu Lam-nong yang hanya berdiri dengan wajah kusut dan muram.

"Sobat, sebenarnya apakah yang telah terjadi kepada kalian?"

Kakek Mancu itu menarik napas panjang lalu menjawab dalam bahasa Han yang kaku akan tetapi cukup jelas.

"Dia ini adalah pemimpin kami bernama Lam-nong kepala suku Mancu Timur yang biasa hidup tenteram. Akan tetapi dalam perjalanan sekali ini kami tertimpa bencana. Semua anggota rombongan kami terbunuh oleh pasukan pemberontak, harta benda dirampok dan wanita-wanita kami ditawan. Yang amat menyedihkan dan menggemaskan hati, semua ini gara-gara pengkhianatan seorang pendekar dari selatan."

"Hemm, gara-gara seorang pendekar dari selatan? Apa yang telah dilakukan pendekar itu?"

"Pemimpin kami telah bertemu dan bersahabat dengan seorang pendekar dan memperlakukannya sebagai tamu agung dan sebagai sahabat. Akan tetapi, ketika rombongan kami diserbu dan dibasmi oleh pasukan pemberontak, baru ternyata bahwa pendekar yang tadinya kami kira seorang sahabat itu bukan lain adalah seorang mata-mata pemberontak yang amat keji dan telah mengkhianati kami!" Kakek itu mengepal tinju dan suaranya terdengar marah.

Agaknya Lam-nong kini sudah dapat menguasai dirinya. Dia menambahkan.
"Coba saja bayangkan, seorang yang kuanggap sebagai sahabat baik, bahkan seperti saudara sendiri, ketika rombonganku, anak buahku semua tertimpa bencana dan tewas, dia... dia malah menodai isteri-isteriku... dan aku yakin bahwa dia tentu menggunakan paksaan, kalau tidak, tidak mungkin isteri-isteriku bertindak serong dan berjina!"

Suami isteri itu terkejut juga. Kalau seperti itu perbuatan pendekar itu, maka dia sama sekali bukan pendekar melainkan seorang penjahat yang mengaku sebagai pendekar.

"Ah, dia itu penjahat keji yang terkutuk, bukan pendekar!" Toan Kim Hong berseru marah.

"Akan tetapi dia seorang pendekar, bahkan putera seorang tokoh yang terkenal. Menurut keterangannya, ayahnya adalah seorang ketua perkumpulan Cin-ling-pai yang besar."

"Tidak, Cia Hui Song adalah seorang pendekar, akan tetapi ternyata hatinya busuk dan penuh khianat keji!"

"Apa...? Siapa...?"

Ceng Thian Sin berseru kaget dan dia memegang lengan Lam-nong dengan kuat sehingga kepala suku itu menyeringai kesakitan. Thian Sin sadar dan melepaskan cengkeramannya dan ternyata baju pada lengan Lam-nong hancur lebur! Kepala suku itu memandang dengan wajah pucat, akan tetapi dia tersenyum.

"Aku tahu, pendekar-pendekar selatan memang memiliki kepandaian tinggi, akan tetapi hatinya palsu dan busuk. Nah, kau bunuhlah aku!" tantangnya.

"Nanti dulu, saudara Lam-nong. Tentu ada kesalah-pahaman disini. Kalau memang benar dia itu pendekar Cia Hui Song putera ketua Cin-ling-pai, tidak mungkin dia melakukan hal yang kotor itu. Dan andaikata benar dia melakukannya, tentu dia bukan putera ketua Cin-ling-pai atau semua itu hanya fitnah belaka."

"Fitnah? Orangku ini menyaksikan dengan kepala sendiri dan masih dianggap fitnah? Kalian pendekar-pendekar selatan tentu saja membela!" kata Lam-nong dan dia menyuruh pembantunya menceritakan kembali semua yang telah terjadi.

Kakek Mancu itu menceritakan sejak terjadinya penyerbuan pasukan pemberontak sampai ketika dia tertawan dan dia dilepas karena mirip wajah pemimpin pasukan pemberontakg dan betapa dia menyaksikan Hui Song berjina dengan empat orang isteri Lam-nong yang tertawan, betapa wanita-wanita lainnya menjadi korban perkosaan yang biadab.

Mendengar penuturan ini, Thian Sin dan isterinya saling pandang dan pendekar ini menggeleng-geleng kepalanya,

"Sungguh sukar untuk dipercaya!" serunya.

"Sungguh membingungkan!" kata pula Toan Kim Hong.

Mereka sudah mendengar dari puteri mereka akan nama Cia Hui Song itu yang oleh puterinya dipuji-puji sebagai seorang pendekar yang gagah perkasa. Akan tetapi menurut penuturan dua orang Mancu ini, ternyata Hui Song adalah seorang mata keranjang yang cabul den berwatak busuk dan palsu. Tentu saja mereka belum mau percaya sepenuhnya hanya dengan mendengar penuturan dua orang ini walaupun jelas bahwa dua orang yang keadaannya seperti itu, kehilangan semua kawan yang terbunuh habis, kiranya tidak akan sempat lagi untuk berbohong-bohong.

Tidak mungkin mereka ini menceritakan fitnah, akan tetapi besar kemungkinannya pendekar yang menjadi sahabat mereka itu bukan putera Cin-ling-pai yang sebenarnya, melainkan akuan saja. Betapapun juga, di dalam lubuk hatinya, suami istri ini kurang begitu suka kepada ketua Cin-ling-pai yang mereka anggap berwatak angkuh.

"Kami akan menyelidiki kebenaran keterangan kalian itu," akhirnya Thian Sin berkata. "Kalau benar orang itu melakukan hal yang demikian jahat, kami akan menghajarnya. Akan tetapi, dapatkah kalian menolong kami menceritakan dimana adanya nenek yang bernama Yelu Kim?"

Mendengar pertanyaan ini, sepasang alis Lam-nong berkerut dan diapun memandang penuh kecurigaan dan ejekan.

"Hemm, kiranya kalian ini pendekar-pendekar dari selatan yang ingin mengabdi kepada nenek Yelu Kim untuk memberontak terhadap pemerintah kalian di selatan?"

"Tutup mulutmu dan jangan menduga yang bukan-bukan!" Toan Kim Hong membentak marah.

Akan tetapi Thian Sin tersenyum dan dia maklum mengapa kepala suku ini demikian penuh dendam dan benci kepada para pendekar dari selatan.

"Sobat Lam-nong, mengapa kau menduga demikian?"

"Karena petualang-petualang dari selatan itu berkeliaran disini hanya untuk mencari kedudukan atau kekayaan. Nenek Yelu Kim sendiripun sekarang telah dibantu oleh seorang pendekar wanita dari selatan..."

"Ah, pendekar wanita itulah yang kami cari!" Toan Kim Hong berseru. "Bukankah ia masih muda sekali, cantik dan lihai, dan namanya Ceng Sui Cin?"

Lam-nong menggeleng kepala.
"Aku tidak mengenal namanya, akan tetapi memang ia muda, cantik dan lihai bukan main. Aku hanya mendengar bahwa ia menjadi murid dan pembantu nenek Yelu Kim, bahkan ialah yang memenangkan sayembara pemilihan jagoan sehingga kemenangannya membuat nenek Yelu Kim diangkat menjadi pimpinan para kepala suku."

"Ah, tentu ia itu puteri kami Ceng Sui Cin!" Toan Kim Hong berseru dan suaranya agak gemetar.


Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: