*

*

Ads

Minggu, 18 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 149

"Jangan khawatir, Ci Kang. Kau rebah saja yang enak, aku akan membuatkan obat untuk menyembuhkanmu dan memulihkan tenagamu."

Ia memasang bantal di punggung dan kepala Ci Kang sehingga pemuda itu dapat duduk setengah rebahan dengan enak. Lalu sibuklah gadis itu memasak akar dicampur nasi dan masakan yang sudah disediakan oleh pelayan tadi. Sebentar saja selesailah pekerjaannya dan ia membawa mangkok nasi berikut akar dan sayuran itu ke pembaringan. Dengan sepasang sumpit, diaduknya nasi itu agar agak dingin. Ci Kang masih rebah dengan kedua mata terpejam itu.

"Ci Kang, obatnya sudah masak. Mari kau makan ini, tentu engkau akan sembuh sama sekali." katanya.

Ci Kang membuka mata, nampak lemas sekali dan ketika dia mengulur tangan menerima mangkok itu, hampir saja mangkok itu terlepas dan tumpah karena tangannya juga gemetar. Melihat ini, Sui Cin cepat mengambil kembali mangkok itu.

"Ah, engkau benar-benar kehilangan tenagamu. Biarlah kubantu kau, Ci Kang." Sui Cin lalu menggunakan sumpit untuk menyuapkan makanan ke mulut pemuda itu.

"Sungguh engkau membuat aku merasa malu, nona. Perawatanmu seperti ini... aku... aku berterima kasih sekali..." kata Ci Kang yang merasa sungkan.

"Aihhh, engkau sedang sakit, sudahlah jangan banyak memikirkan hal-hal yang tidak perlu. Makanlah ini." kata Sui Cin dan mulai menyuapkan nasi berikut obat dan sayur-mayur itu ke mulut Ci Kang yang menerimanya dengan hati penuh rasa terima kasih.

Ci Kang sedang menderita sakit sedangkan Sui Cin sedang mencurahkan seluruh perhatiannya kepada pemuda itu, maka mereka berdua yang berilmu tinggi dan biasanya amat waspada itu tidak mendengar sama sekali bahwa di luar jendela terdapat sesosok bayangan orang yang baru tiba dan kini bayangan itu mengintai dari balik jendela.

Bayangan orang itu adalah Cia Hui Song dan setelah melihat keadaan di dalam kamar itu, Hui Song mengerutkan alisnya dan matanya mengeluarkan sinar marah! Hati siapa yang tidak akan marah melihat gadis yang sudah lama menjatuhkan hatinya itu, gadis pujaan hati yang diam-diam amat dicintanya, kini duduk di tepi pembaringan dan menyuapkan makanan kepada Ci Kang!

Begitu mesra nampaknya. Hui Song bukan seorang pemuda yang sembrono dan singkat pandangan. Dia tahu bahwa Ci Kang tadi roboh terluka dan agaknya pemuda itu kini menderita sakit cukup berat, maka kalau dia disuapi makanan, hal itu tidak membuatnya heran atau ribut-ribut.

Akan tetapi, justeru yang menyuapkan makanan adalah Sui Cin! Apa artinya ini! Bukankah tadi yang merobohkan Ci Kang adalah wanita penunggang harimau yang dia yakin adalah Sui Cin juga. Mending kalau Sui Cin merawat orang lain, akan tetapi yang dirawat ini adalah Ci Kang, tokoh sesat muda yang lihai dan berbahaya lagi jahat itu! Hati siapa tidak akan panas?

Hati Sui Cin merasa lega dan girang ketika melihat perubahan pada wajah Ci Kang. Kini warna pucat itu berangsur-angsur hilang dari wajah yang ganteng itu, terganti warna kemerahan. Akan tetapi, makin banyak pemuda itu menelan nasi dan obat, mukanya menjadi semakin merah dan pandang matanya yang juga kemerahan itu kini menatap wajah Sui Cin dengan aneh sekali, seolah-olah baru sekarang dia mengenal gadis itu!

Sui Cin masih terus menyuapkan makanan, diam-diam merasa heran dan juga agak khawatir. Agaknya kesehatan pemuda ini mulai pulih, pikirnya, akan tetapi kenapa mukanya menjadi begitu merah, bahkan kedua matanya juga agak kemerahan dan kini napas pemuda itu mulai terengah-engah? Dan yang amat menggelisahkan hatinya adalah pandang mata Ci Kang itu.

Pandang mata itu seperti merayap-rayap dan seolah-olah terasa olehnya betapa pandang mata itu menyentuh dan meraba-raba di seluruh mukanya, matanya, telinganya, pipinya, bibirnya bahkan lehernya. Diam-diam ia bergidik dan jantungnya berdebar keras dan tegang.

Hui Song yang mengintai dari luar jendela harus menekan perasaannya agar kemarahannya tidak sampai membuat dia berbuat sesuatu. Dia tiba di tempat ini bukan hanya kebetulan saja.

Rombongan suku bangsa Mancu Timur yang dipimpin oleh Lam-nong telah diam-diam pergi meninggalkan para suku lain, bersama suku-suku lain yang juga tidak setuju kalau pimpinan dipegang oleh Yelu Kim akan tetapi tidak berani menentang dengan terang-terangan. Lam-nong mengajak Hui Song pergi, akan tetapi Hui Song tidak mau dan mereka saling berpisah pada hari itu juga.

Hui Song masih mempunyai tugas lain, yaitu pertama menyelidiki Yelu Kim sehubungan dengan Perkumpulan Harimau Terbang yang diduganya telah mencuri dan melarikan harta pusaka di Guha Iblis Neraka. Di samping tugas ini, juga dia ingin berjumpa dengan Sui Cin. Dia harus bersikap hati-hati dan sebelum dia bertindak terhadap nenek Yelu Kim, dia harus lebih dahulu menemui Sui Cin dan mendapatkan keterangan mengapa gadis itu membantu nenek Yelu Kim.






Akan tetapi, dia tidak berhasil menemukan Sui Cin ketika pada malam hari itu dia melakukan penyelidikan. Akhirnya dia melakukan penyelidikan di perkemahan suku bangsa Khin untuk mencari keterangan tentang Siangkoan Ci Kang dan bagaimana putera datuk sesat ini dapat menjadi jagoan orang-orang Khin. Hal ini sehubungan dengan tugas yang diberikan oleh gurunya kepadanya, yaitu menyelidiki keadaan para suku bangsa yang agaknya hendak bergerak pula melakukan pemberontakan ke selatan.

Dan tanpa disengaja dia menjenguk ke dalam kamar itu dan melihat Sui Cin sedang merawat Ci Kang yang sakit, sedang menyuapkan makanan kepada putera Iblis Buta itu dengan sikap demikian mesra yang membuat perutnya terasa panas.

Sementara itu, keadaan Ci Kang semakin aneh. Pemuda ini merasa gelisah bukan main dan napasnya semakin memburu, matanya melotot menatap wajah Sui Cin tanpa berkedip.

Melihat ini, Sui Cin menjadi gelisah sekali. Nasi itu sudah hampir habis dan ia meletakkan mangkok di atas pembaringan. Lalu dirabanya dahi Ci Kang dengan telapak tangan kirinya. Terkejutlah ia merasa betapa dahi itu panas sekali dan kulit tubuh pemuda itu dari kepala sampai ke dada nampak merah!

Ci Kang sendiri sejak tadi gelisah bukan main. Setelah perutnya terisi nasi dan obat, tenaganya pulih kembali dengan cepat, akan tetapi bersama kembalinya tenaganya, datang pula suatu perasaan yang amat aneh. Tubuhnya terasa panas dan jantungnya berdegup seperti akan pecah, dan timbul gairah rangsangan yang amat kuat, makin lama makin kuat, yang membuat Sui Cin nampak semakin jelita menggairahkan, yang mendatangkan dorongan hasrat dalam hatinya untuk merangkul dan bemesraan dengan Sui Cin.

Namun, dengan kekuatan batinnya Ci Kang mempertahankan diri, tidak mau tunduk terhadap rangsangan gairah yang mendorongnya itu, rangsangan berahi yang tiba-tiba saja menyerangnya secara hebat.

Ketika Sui Cin meraba dahinya, gadis itu seolah-olah merupakan minyak bakar disiramkan kepada nafsu berahi yang sedang bernyala sehingga menjadi semakin berkobar. Dan Ci Kang yang sejak tadi mempertahankan diri, kini tidak kuat lagi.

"Nona...!"

Serunya dan tiba-tiba saja kedua lengannya bergerak merangkul, gadis itu sudah dipeluknya dengan ketat dan dia sudah menciumi muka Sui Cin dengan penuh nafsu berahi. Karena dirinya dipengaruhi nafsu maka belaian dan ciuman Ci Kang kasar sekali.

Sejenak Sui Cin terbelalak dan tak mampu bergerak saking kagetnya, akan tetapi ciuman-ciuman yang panas pada pipinya, bibirnya, lehernya, membuat ia tiba-tiba menjerit dan meronta untuk melepaskan dirinya. Akan tetapi pelukan Ci Kang itu kuat sekali dan terjadilah pergulatan.

Karena keduanya menggunakan tenaga terdengar suara "brettt..." dan kain baju bagian leher dan sebagian dada yang menutupi tubuh Sui Cin terobek! Melihat kulit leher dan dada bagian atas ini, Ci Kang seperti menjadi buas dan dia menciumi bagian itu seperti orang gila.

"Lepaskan...! Ah, lepaskan...!"

Sui Cin meronta sekuat tenaga dan pada saat itu terdengar suara keras disusul jebolnya tirai dan papan di atas jendela ketika Hui Song menerjang masuk. Sui Cin telah berhasil melepaskan dirinya dari pelukan Ci Kang dan ia meloncat turun dari pembaringan dan menjauhi pemuda itu.

Ci Kang sendiri terkejut mendengar suara gaduh itu dan diapun meloncat turun dan berdiri dalam keadaan siap siaga. Pada saat itu, Hui Song meloncat dan menyerbu ke arah Ci Kang, menggerakkan sebatang tongkat kayu yang disambarnya dari luar tadi, menyerang Ci Kang. Tongkat kayu itu menghantam ke arah kepala Ci Kang dan terdengar suara Hui Song memaki.

"Jahanam busuk, kuhancurkan kepalamu!"

Melihat datangnya serangan potongan kayu sebesar lengan yang menyambar kepalanya dengan dahsyat itu, Ci Kang cepat melemparkan selimut yang masih menempel di tubuhnya, kemudian dia mengelak sambil melompat ke belakang.

Hui Song yang sudah marah sekali terus menerjang lagi dengan hebatnya. Ketika dia melihat Sui Cin merawat Ci Kang yang sakit, biarpun hatinya terasa panas, namun dia masih mampu mengendalikan dirinya. Ketika dia melihat Ci Kang tiba-tiba bangkit duduk dan merangkul Sui Cin, menciumi gadis itu dan melihat Sui Cin meronta-ronta, darah dalam tubuh Hui Song mendidih.

Dia menyambar sepotong kayu dari dekatnya dan menerjang ke dalam kamar, langsung saja menyerang Ci Kang tanpa bertanya-tanya lagi. Apalagi yang perlu ditanyakan kalau sudah jelas betapa Ci Kang berbuat kurang ajar terhadap Sui Cin dan gadis itu meronta dan menolak? Agaknya Ci Kang hendak memperkosa Sui Cin dan untuk perbuatan itu, Ci Kang harus dibunuhnya!

"Hyaattt...!"

Kembali tongkat itu meluncur dan menyambar ke arah kepala Ci Kang yang masih berdiri kaget dan bingung. Pemuda ini masih bingung karena semua peristiwa yang terjadi ini sungguh berada di luar kemampuannya untuk menguasainya. Tadipun ketika dia merangkul dan menciumi Sui Cin, hal itu dilakukan dalam keadaan perang di dalam batinnya, sepihak didorong oleh nafsu berahi yang berkobar, di pihak lain batinnya menentang keras.

Ketika Hui Song muncul, dia merasa terkejut, malu dan bingung, tidak tahu harus berkata atau berbuat apa. Betapapun juga, tenaganya sudah pulih kembali dan melihat sambaran tongkat, maklumlah dia bahwa Hui Song yang marah itu menyerangnya dengan sungguh-sungguh, dengan pengerahan tenaga sin-kang dan dia tahu betapa bahayanya kalau sampai kepalanya terkena hantaman kayu yang mengandung tenaga sin-kang amat kuatnya itu.

"Ihhh...!"

Ci Kang terpaksa menggerakkan lengan kanannya untuk menangkis, karena mengelak dari sambaran tongkat seperti itu di ruangan yang sempit ini sungguh berbahaya sekali.

"Dukkk...!"

Keras sekali pertemuan antara tongkat dan lengan tangan itu. Ci Kang merasa betapa lengannya tergetar hebat, akan tetapi tongkat kayu itupun pecah berantakan! Hui Song membuang sisa tongkat itu yang tadi hanya dipergunakan karena dia sudah hampir lupa diri saking marahnya. Padahal, menggunakan kedua tangannya bahkan lebih dahsyat dan lebih berbahaya daripada tongkat yang mati itu.

Ci Kang yang merasa bahwa telah melakukan hal yang amat memalukan, merasa bahwa dia bersalah, tidak berniat melawan, dan dia bahkan merasa malu sekali kepada Sui Cin. Dilihatnya Sui Cin berdiri di sudut kamar itu dengan mata dan muka pucat, kedua tangan berusaha menyatukan lagi baju yang terobek.

Ci Kang merasa jantung seperti ditusuk melihat baju yang robek itu, suatu bukti bahwa hal tadi memang telah terjadi, bahwa dia tadi telah melakukan sesuatu yang amat memalukan. Bahkan sekarangpun, darahnya tersirap dan mukanya terasa panas melihat kecantikan Sui Cin. Dia tahu bahwa tidak ada gunanya menerangkan segalanya, tidak ada gunanya membela diri.

"Nona, maafkan aku...!" katanya dengan suara gemetar dan tubuhnya melayang keluar dari dalam kamar itu.

"Jahanam busuk, hendak lari kemana kau? Dosamu harus kau tebus dengan nyawa!"

Hui Song membentak dan melakukan pengejaran dengan loncatan jauh keluar dari dalam kamar itu.

Sui Cin yang sejak tadi tercengang dan masih terpengaruh oleh peristiwa yang amat mengejutkan dan membingungkan hatinya itu, kini baru tersadar dan iapun turut pula meloncat dan melakukan pengejaran, tangan kirinya memegang dan merapatkan bagian baju yang terobek tadi.

Akan tetapi ternyata oleh mereka ketika mereka tiba di luar, Ci Kang sudah tidak lagi nampak bayangannya. Pemuda itu masih dalam keadaan bingung dan menyadari kesalahannya itu, agaknya tidak mau melayani mereka, bahkan merasa malu untuk bertemu muka dengan Sui Cin, maka dengan cepat sekali dia telah melarikan diri menghilang ke dalam kegelapan malam yang mulai menyelimut tempat itu.

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: