*

*

Ads

Kamis, 15 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 142

"Ha-ha-ha-ha!" Lam-nong tertawa dan para selirnya yang rata-rata mengerti bahasa Han itupun tersenyum dan tersipu-sipu, menutupi mulut mereka dengan saputangan atau punggung tangan. "Kalau perlu aku bisa lebih kuat daripada seekor ayam jantan, ha-ha-ha! Cia-taihiap, memang manusia berbeda dengan ayam, karena itu dalam hal itupun berbeda, tidak sembarang seperti ayam."

Merekapun tertawa-tawa dan suasana menjadi meriah ketika para selir yang memiliki suara merdu itu bernyanyi-nyanyi diiringi suara gendang, tambur dan suling. Dan mulailah selir termuda dari Lam-nong, yang manis sekali dengan kedua pipi kemerahan bukan oleh pemerah muka melainkan merah karena sehat saking halusnya kulit pipi, bangkit dan atas isyarat Lam-nong, selir itupun mulai menari.

Dan Hui Song memandang dengan terpesona. Sellr ini pandai sekali menari, tubuhnya demikian lembut dan lemas meliuk-liuk di depannya, seolah-olah tubuh seekor ular saja. Suara gendang dan tambur menambah kuat gerakan pinggul dan leher itu.

"Sekarang permainan yang kami namakan Bulan Jatuh. Siapa kejatuhan bulan harus bangkit dan menari, siapapun tidak boleh menolak karena menolak bulan yang jatuh ke pangkuannya berarti mengundang malapetaka dan tidak menghormati orang lain."

Lam-nong berkata kepada Hui Song. Tentu saja pemuda ini tidak mengerti apa artinya kata-kata itu dan dia tidak pernah mendengar tentang permainan ini.

Sambil tertawa gembira Lam-nong menerangkan. Permainan itu seperti permainan kanak-kanak yang dikenal oleh Hui Song di selatan, akan tetapi kini dimainkan oleh orang-orang dewasa!

Selir yang menari tadi membuka permainan. Kedua matanya ditutup dengan sehelai saputangan diikatkan ke belakang kepalanya, kemudian oleh dua rekannya ia diputar-putar, hal ini dimaksudkan agar selir yang tertutup matanya itu akan lupa dimana dan siapa yang duduk di sekitarnya.

Setelah itu dilepas dan mulailah ia meraba-raba. Kalau ia berhasil menangkap seorang yang duduk berkeliling, ia akan meraba-raba muka orang itu dan mengatakan siapa dia. Kalau dugaannya keliru, yang ternyata setelah ia diperkenankan membuka penutup mata, maka ia harus menari lagi, kemudian setelah habis satu lagu, ia akan mencari sasaran lagi.

Bagaikan bulan meluncur diantara awan-awan, penari itu akan meraba-raba dan kalau bulan itu "jatuh" kepada seseorang dan orang itu dapat ditebak siapa adanya, maka ia kejatuhan bulan dan ialah yang harus menggantikan permainan itu dan menari. Demikian selanjutnya. Tentu saja dengan adanya Hui Song disitu, permainan itu menjadi lucu dan selain menegangkan hati Hui Song, juga membuatnya merasa malu-malu dan sungkan sekali.

Selir muda yang cantik itu sudah diputar-putar dan dilepas. Kini dengan mata tertutup selir itu melangkah ke depan perlahan-lahan, kedua tangannya diluruskan ke depan meraba-raba.

Hui Song merasa betapa jantungnya berdebar tegang, apalagi ketika kedua kaki yang kecil itu agaknya hendak maju ke arah tempat dia duduk! Akan tetapi kedua kaki itu meragu, dan membelok ke kiri, kemudian maju terus dan akhirnya berhenti karena kaki itu terantuk kaki seseorang yang duduk disitu. Selir itu terkekeh, lalu berjongkok dan kedua tangannya meraba-raba kepala dan muka orang itu.

"Ihhh...!" jeritnya kecil ketika ia meraba topi orang itu dan tahulah ia bahwa ia telah menangkap atau "jatuh" kepada seorang pemukul tambur atau gendang.

Terdengar suara ketawa dari para selir dan selir yang menjadi bulan itu membuka penutup matanya, cemberut secara main-main mencela kesialan dirinya. Kalau kebetulan menangkap seorang pemain musik, maka hal itu dianggap sial karena itu berarti bahwa ia harus main lagi. Pemain musik tidak masuk hitungan karena kalau dia harus main, lalu siapa yang memukul gendang?

Kembali selir itu ditutup mukanya dengan saputangan dan diputar-putar. Akan tetapi selir tadi sudah melirik ke arah Hui Song dan tersenyum. Ketika ia dilepas, iapun berjalan perlahan-lahan, berkeliling dan kedua kaki kecil tertutup sepatu baru itulah yang yang kini meraba-raba dan ketika kakinya menginjak bagian yang agak menonjol, iapun berhenti lalu membalik dan kini kedua kakinya itu bergerak perlahan menuju ke arah Hui Song duduk!

Selir ini memang menjatuhkan pilihannya kepada Hui Song dan sebagai orang yang sudah biasa melakukan permainan Bulan Jatuh ini, tentu saja ia mengerti akan akal-akal yang dipergunakan orang dalam permainan ini.

Tadi ketika ia membuka penutup matanya, ia telah memperhatikan dan mempelajari tanah di depan Hui Song dan ia melihat ada tanah menonjol di depan pemuda itu dan inilah yang dapat menuntunnya kepada Hui Song. Maka tadi ia berjalan keliling sampai kakinya mengijak tanah menonjol, baru ia menujukan langkahnya kepada Hui Song. Ia hendak memilih pemuda yang telah menolong adik suaminya ini untuk penghormatan dan bukan hanya selir ini, juga selir-selir yang lain dan mereka yang hadir disitu ingin sekali melihat Hui Song menjadi bulan dan menari-nari.






Dengan jantung berdebar penuh ketegangan Hui Song melihat betapa selir itu menggerakkan dua buah kaki kecilnya menghampirinya. Dia tidak mungkin dapat lari, dan hanya tersenyum tegang. Diapun tidak dapat mengelak ketika kaki kecil itu menumbuk kakinya dan ketika selir muda itu terkekeh kecil dan berjongkok di depannya,

Hui Song memejamkan mata karena hidungnya mencium bau yang amat harum dan melihat kulit muka yang demikian halusnya. Dia tetap memejamkan mata ketika wanita itu meraba-raba kepalanya, lalu mukanya, meraba-raba telinganya, hidungnya, bibir dan dagunya. Hui Song merasa betapa jari-jari tangan yang berkulit halus dan hangat itu merayap di mukanya dan dia merasa betapa semua bulu di tubuhnya meremang.

"Haii... ini... ini... Cia-taihiap...!" kata selir itu dan tebakannya disambut tepuk sorak memuji. Selir itu cepat membuka penutup matanya dan sambil tersenyum manis ia menjura dan mempersilakan.

"Silakan, taihiap, kami mohon taihiap menjadl bulan," katanya merdu.

"Ha-ha-ha, nasibmu baik, Cia-taihiap. Kami ingin sekali menyaksikan keindahan tarianmu!" kata Lam-nong gembira.

Suling, tambur dan gendang dipukul gencar dan Hui Song yang mukanya menjadi merah itu terpaksa bangkit berdiri. Dia merasa tubuh dan kepalanya ringan karena pengaruh arak. Hal ini membuat dia tidak malu-malu lagi dan karena dia tidak pandai menari, maka diapun mencoba untuk menirukan gerakan selir tadi.

Maka nampaklah pemandangan yang amat lucu ketika Hui Song melenggang-lenggok menggoyang pinggul mengikuti irama musik, berjoget dangdut! Karena dia memang ahli silat yang amat pandai, biarpun gerakannya lucu, namun juga lemas dan kadang-kadang bahkan diisi dengan gerak-gerak silat. Para selir tertawa-tawa dan bertepuk-tepuk tangan memuji, membuat Hui Song bertambah gembira dan tariannyapun menjadi semakin panas.

Ketika tiba giliran Hui Song untuk ditutup kedua matanya dengan saputangan, dengan mudah saja, mengandalkan ketajaman pendengarannya, dia menjatuhkan pilihannya kepada Lam-nong!

Biarpun Hui Song seorang pemuda romantis dan lincah jenaka dan gembira, namun dia belum cukup berani untuk menjatuhkan pilihannya kepada para selir itu, merasa tidak berani kalau harus meraba-raba muka seorang diantara mereka. Hal ini mengecewakan hati para selir karena mereka ingin sekali kejatuhan bulan! Mereka merasa suka kepada pemuda yang lincah ini dan ingin mempererat persahabatan.

Lam-nong adalah seorang kepala suku. Tentu saja diapun tahu bagaimana caranya untuk menjatuhkan pilihannya kepada Hui Song sehingga terjadilah hal lucu, yaitu hanya dua orang itu saja yang silih berganti menari!

Akhirnya Lam-nong menyuruh para selirnya menari bersama-sama dan suasana menjadi semakin gembira dan suara ketawa mereka riuh rendah ketika mereka menari bersama-sama. Hui Song merasa suka sekali kepada keluarga kepala suku ini dan mereka makan minum dan bernyanyi-nyanyi, menari-nari sampai hampir pagi.

Demikianlah, bersama rombongan ini, Hui Song ikut pula hadir ketika diadakan pertandingan jagoan di antara kepala-kepala suku. Lam-nong sendiri tidak mengajukan jagoan. Dia bersama para pangikutnya datang hanya untuk menyaksikan saja siapa pimpinan yang terpilih. Dan Hui Song yang hendak melakukan penyelidikan tentang Perkumpulan Harimau Terbang, bersembunyi diantara orang-orang Mancu Timur itu dan dapat dibayakngkan betapa besar rasa girang, kaget dan herannya melihat Sui Cin bersama seorang nenek yang menurut keterangan Lam-nong adalah nenek Yelu Kim, kepala dari Perkumpulan Harimau Terbang yang dicari-carinya itu! Dia merasa curiga dan heran, lalu diam-diam dia memperhatikan sambil menyelinap diantara anak buah Lam-nong.

**** 142 ****
Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: