*

*

Ads

Kamis, 15 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 141

Tiba-tiba saja terdengar jerit wanita melengking nyaring. Semua orang terkejut. Jerit itu keluar dari rumah terbesar yang berada di tengah dusun.

"Adikku perempuan...!" Laki-laki bertopi itu berteriak gelisah.

Hui Song segera dapat mcngerti apa yang telah terjadi. Agaknya, selagi dia ditawan dan dituduh sebagai pencuri anak perawan, si pencuri yang asli sedang bekerja dan agaknya sekali ini yang dicurinya bukan perawan kepalang tanggung, melainkan adik dari orang bertopi yang agaknya menjadi pemimpin mereka itu!

Dan inilah kesempatan baik baginya untuk membuktikan bahwa dia bukanlah penculik perawan, dan kesempatan baik baginya untuk mencegah terjadinya perbuatan terkutuk dan juga membasmi penjahat pemetik bunga itu. Maka diapun bergerak dan sekali meronta, terdengar suara keras dan semua tali laso itupun putus. Orang-orang berteriak kaget dan Hui Song meloncat dengan gerakan seperti seekor burung terbang saja.

"Aku akan menangkap penjahat itu!" serunya kepada si kepala dusun dan tanpa memperdulikan lagi teriakan-teriakan atau halangan-halangan dari mereka, dia berlompatan menuju ke arah suara jeritan wanita tadi.

Gerakannya yang memang lincah sekali itu tidak terlambat. Dia melihat bayangan berkelebat keluar dari rumah itu, memanggul tubuh seorang wanita yang kelihatan pingsan atau mungkin juga tertotok.

"Perlahan dulu, sobat!"

Hui Song berkata dan dia sudah menerjang ke depan, jari tengan kirinya menotok kearah pundak. Orang itu nampak terkejut dan gerakannya ternyata juga amat cepat dan ringan. Dengan mudahnya dia menggerakkan pundak, mengelak dan melanjutkan larinya.

Akan tetapi, dapat dibayangkan betapa kaget hatinya ketika tahu-tahu tangan yang tadi luput menotok itu dilanjutkan dengan totokan ke arah lambungnya sedangkan tangan lain menyambar ke atas, mencengkeram ke arah kepalanya. Dan dua gerakan ini mengandung hawa yang amat kuat!

Agaknya orang itu sama sekali tidak pernah menyangka akan bertemu dengan orang sepandai ini di daerah liar itu, maka dia mengeluarkan ke arah kepalanya.

"Dukk...!" dan orang yang tidak mengerahkan semua tenaganya itu terhuyung!

"Eh, siapa kau...?" bentaknya dan dari suaranya Hui Song tahu jelas bahwa orang ini adalah seorang Han.

Dan setelah orang itu kini melempar korbannya ke atas tanah dan menghadapinya, dia melihat di dalam keremangan senja bahwa dia adalah seorang laki-laki muda yang berwajah tampan bertubuh tegap dan berpakaian pesolek. Dia teringat akan putera Siangkoan Lo-jin Si Iblis Buta.

Bukan, pemuda ini bukan putera datuk sesat itu, melainkan seorang pemuda tampan pesolek yang gerak-geriknya halus. Kalau di tempat seperti ini ada seorang penjahat bangsa Han, jelaslah bahwa penjahat itu tentu anggauta dari para datuk sesat anak buah Raja Iblis!

"Aku adalah pembasmimu, jai-hwa-cat terkutuk!"

Hui Song membentak dan dia sudah menerjang lagi dengan tamparan-tamparan yang amat kuat karena dia mengerahkan tenaga Thian-te Sin-ciang menghadapi penjahat yang dia dapat menduga juga lihai ini.

Tamparan-tamparan itu hebat sekali dan si penjahat agaknya mengenal pukulan lihai, maka dia menggerakkan tangan, sekali ini mengerahkan seluruh tenaganya untuk menangkis.

"Plakk! Dukkk...!"

Sekali ini, dua tenaga raksasa bertemu dan akibatnya, keduanya terdorong mundur dan seluruh tubuh mereka tergetar. Hui Song terkejut dan marah, akan tetapi pada saat itu, orang-orang dusun sudah datang dengan senjata di tangan. Mereka berteriak-teriak dan hendak maju mengeroyok, sebagian lagi, dipimpin pemuda bertopi, menolong gadis yang tadi dilemparkan ke atas tanah.

Melihat keadaan tidak menguntungkan, penjahat pemetik bunga itu lalu mengeluarkan seruan panjang dan meloncat jauh, terus lari menghilang dalam cuaca yang sudah mulai gelap.






Hui Song tidak mengejar karena penjahat itu sudah melepas korbannya. Mengejar seorang musuh selihai itu di dalam gelap amatlah berbahaya, dan pula, tugasnya adalah menyelidiki suku-suku bangsa ini, bukan mengejar-ngejar jai-hwa-cat.

Si pria bertopi kini menghampiri dan merangkulnya.
"Engkau telah menyelamatkan adikku. Maafkan kecurigaan kami tadi. Kami mengira engkau penjahat itu, siapa tahu engkau malah penolong kami."

"Sudahlah, kesalah pahaman itu dapat kumengerti dan dapat kumaafkan. Betapapun juga, penjahat itu telah menolongku."

"Menolongmu?" Pria bertopi itu berseru heran.

"Kalau tidak dia muncul mencuri adikmu, tentu aku masih terus didakwa pencuri anak perawan."

Hui Song tertawa dan orang itupun tertawa, juga belasan orang wanita cantik yang mengerti omongannya tertawa. Suasana berobah gembira sekali.

"Ha-ha, ternyata engkau selain tampan dan lihai, juga periang seperti kami. Saudara yang baik, siapakah namamu tadi? Engkau tadi pernah memperkenalkan nama ketika muncul untuk pertama kali, akan tetapi sayang aku tidak begitu memperhatikan karena kemarahan menyangka engkau penjahat."

"Namaku Cia Hui Song."

"Bagus sekali, Cia-taihiap. Namaku adalah Lam-nong dan aku kepala suku bangsaku, bangsa Mancu Timur yang terpencil dan tidak besar jumlahnya. Kami hidup sebagai nelayan dan juga kadang-kadang memburu atau beternak, akan tetapi kami masih suka merantau seperti kebiasaan nenek moyang kami. Betapapun juga, kami hidup bahagia. Lihat, kami selalu bergembira, bukan? Saudaraku yang baik dan gagah, engkau menjadi tamu kehormatan kami. Malam ini kami akan berpesta untuk menyatakan kegembiraan kami."

Dengan suara lantang kepala suku bernama Lam-nong itu lalu memerintahkan pembantu-pembantunya untuk menyembelih domba dan lembu dan mempersiapkan pesta untuk menghormati Cia Hui Song.

Hui Song menerima dengan gembira dan sambil bergandeng tangan dengan Lam-nong yang diiringkan belasan orang wanita cantik, Hui Song diajak memasuki bangunan terbesar di dalam dusun itu.

"Dusun ini hanya menjadi tempat peristirahatan selama beberapa pekan saja, maka kami membangun pondok-pondok darurat." Lam-nong menerangkan ketika mereka sudah mengambil tempat duduk di atas lantai bertilamkan kulit domba. "Taihiap, orang seperti engkau ini tentulah seorang pendekar seperti yang pernah kudengar diceritakan orang tentang dunia persilatan. Akan tetapi bagaimana seorang pendekar seperti engkau sampai tersesat kesini?"

Hui Song tidak ingin bicara tentang pertemuan para pendekar dan diapun teringat kepada Sui Cin. Tadipun dia sudah cemas membayangkan Sui Cin yang kehilangan ingatan itu bertemu dengan jai-hwa-cat yang jahat seperti orang tadi.

"Aku... aku sedang mencari seorang teman..." Dia teringat betapa tadi dituduh pencuri anak perawan, maka dia menahan lidahnya yang hendak bercerita tentang Sui Cin, seorang teman perempuan! Dia tidak mau kalau nanti disangka seorang mencari wanita lagi. "Aku ingin mencari keterangan tentang Harimau Terbang..."

"Ah! Maksudmu perkumpulan rahasia Harimau Terbang?"

"Ya, benar!" Hui Song bertanya gembira. Dia memang sedang melakukan penyelidikan tentang Perkumpulan Harimau Terbang yang lencananya tertinggal di dalam Guha Iblis Neraka yang menunjukkan bahwa mereka itulah pencuri harta pusaka di dalam guha itu. "Apakah di daerah ini terdapat perkumpulan bernama Harimau Terbang?"

Mendengar pertanyaan ini, wajah Lam-nong yang tadinya gembira dan tersenyum-senyum itu berobah agak pucat dan alisnya berkerut, bahkan dia menengok ke kanan kiri seolah-olah tidak ingin percakapan itu didengar orang lain.

Melihat sikap ini, berdebar rasa hati Hui Song. Agaknya penyelidikannya tentang pencuri harta pusaka itu akan mendapatkan jejak.

"Harap jangan takut, saudara Lam-nong, kalau ada ancaman datang dari mereka, akulah yang akan menghadapinya!" katanya dengan suara tegas dan meyakinkan.

Agaknya jaminan ini melegakan hati Lam-nong dan wajahnya berseri kembali, bibirnya tersenyum lagi.

"Cia-taihiap, bukannya kami takut, melainkan kami tidak suka berurusan dengan nenek iblis itu."

"Nenek iblis siapa yang kau maksudkan?"

"Namanya Yelu Kim, menurut pengakuannya. Ia adalah keturnan dari Menteri Yelu Ce-tai penasihat agung dari Jenghis Khan. Kini ia menjadi tokoh sesat di daerah utara dan dianggap sebagai penasihat para kepala suku."

"Dan apa hubungannya dengan Perkumpulan Harimau Terbang?"

"Hemm, biarpun ia tidak pernah mengaku dan tidak pernah terbukti karena perkumpulan itu merupakan rahasia yang bergerak secara rahasia pula, akan tetapi semua orang disini tahu belaka bahwa nenek itulah pemimpin Perkumpulan Harimau Terbang."

"Di manakah sarang mereka? Dimana aku bisa bertemu dengan nenek Yelu Kim itu?" Cia Hui Song bertanya dengan penuh semangat.

"Tinggallah bersama kami dan engkau akan dapat bertemu dengannya, Cia-taihiap. Besok lusa kami akan berangkat menuju ke padang pasir dimana para ketua suku mengadakan pertemuan dan pemilihan calon pemimpin. Aku yakin bahwa nenek Yelu Kim pasti akan hadir pula disana."

"Para suku bangsa di utara ini hendak melakukan pemilihan pemimpin? Untuk apa dan apakah yang terjadi?"

Hui Song bertanya girang. Tak disangka-sangkanya bahwa selain berita yang baik sekali mengenai Harimau Terbang yang diselidikinya, juga dia mendengar berita tentang kepala-kepala suku. Justeru inilah tugas yang diberikan gurunya kepadanya.

"Di perbatasan terjadi pergolakan yang mengguncangkan kehidupan tenteram para suku kami. Menurut berita, golongan hitam di selatan telah bersekutu dengan para pemberontak, dan mereka bahkan telah merampas dan menduduki benteng San-hai-koan, dan kabarnya akan terus bergerak melebarkan wilayah mereka sebelum mereka menyerang ke selatan. Kami terancam, dan... menurut rekan-rekan yang berambisi, inilah saatnya terbaik bagi kami untuk bergerak, menegakkan kembali kekuasaan Mongol di selatan. Sebetulnya aku sendiri pribadi tidak menyukai ambisi itu, akan tetapi kalau memang ketenteraman kami terancam oleh para pemberontak dan diadakan persatuan untuk menghadapi mereka, tentu aku setuju. Nah, kini para kepala suku akan mengadakan pemilihan pimpinan dan lusa kami akan berangkat."

Bukan main girangnya rasa hati Hui Song. Sambil tersenyum dan dengan wajah berseri dia segera menyatakan setuju untuk menemani Lam-nong dan anak buahnya yang akan berangkat ke tempat pertemuan itu

Malam itu, dengan penuh kegembiraan Lam-nong mengadakan pesta untuk menghormati Hui Song. Seperti telah menjadi kebiasaan mereka, pesta itu dilakukan di luar rumah, di sebuah lapangan rumput dimana dibangun tenda besar dan dinyalakan api unggun.

Hui Song diberi pakaian orang Mancu dan mereka duduk di atas rumput. Daging-daging domba dan lembu dipanggang dengan bumbu-bumbu sedap sehingga asap dan uapnya memenuhi tempat itu, mengundang selera.

Lam-nong duduk di samping Hui Song, diapit-apit belasan orang wanita cantik yang ternyata adalah selir-selirnya! Hui Song sampai melongo ketika Lam-nong memperkenalkan mereka sebagai isteri-isterinya! Seorang dengan isteri demikian banyak, kesemuanya muda-muda dan cantik-cantik!

"Kenapa engkau kelihatan heran, Cia-taihiap? Aku hanya mempunyai empat belas orang isteri, itu masih sangat sedikit sekali kalau dibandingkan dengan yang dipunyai kepala-kepala para suku bangsa lainnya. Ada seorang kawanku mempunyai empat puluh empat orang isteri, ha-ha-ha!" Lam-nong tertawa bergelak melihat keheranan di wajah Hui Song.

Hui Song yang disuguhi arak istimewa buatan suku bangsa itu, arak yang amat harum dan keras, tertawa lepas. Memang wataknya bebas gembira, maka kini dengan hawa arak di benaknya, dia menjadi semakin gembira.

"Ha-ha, saudara Lam-nong. Aku pernah melihat seekor ayam jantan dengan puluhan ekor ayam betina, hal itu masih dapat kupercaya dan kumengerti. Akan tetapi manusia? Seorang harus... dengan demikian banyak...?"

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: