*

*

Ads

Senin, 12 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 127

Ci Kang adalah seorang yang sejak kecil dididik dalam kekerasan. Dasar wataknya jujur dan keras, dan karena sejak kecil hidup di tengah golongan sesat, dia sudah terbiasa dengan sikap dan perbuatan keras dan kasar. Akan tetapi, dia selalu menentang kejahatan, dan setelah dia digembleng selama beberapa tahun oleh Ciu-sian Lo-kai, dia sudah dapat mengatasi kekerasan hatinya. Dia selalu bersikap mengalah dan sabar, sesuai dengan pelajaran yang diterimanya dari kakek Dewa Arak itu.

Akan tetapi, penolakan dan penentangan para pendekar terhadap dirinya membuat hatinya kesal dan murung dan mudah marah. Kini, melihat sikap pemuda baju putih yang menentangnya pemuda baju putih yang dianggapnya tentulah kawan dari gerombolan penjahat yang membuka kedai arak ini, dia tidak lagi dapat menahan kemarahannya. Gerombolan penjahat ini harus dihajarnya, demikian dia mengambil keputusan.

"Kau mau membelanya? Nih, terimalah!"

Dengan gerakan tangannya yang kuat, Ci Kang bangkit dan melontarkan tubuh gendut yang dicengkeram rambutnya itu ke depan. Tubuh gendut itu terlempar melayang ke arah pemuda baju putih! Kalau mengenai dan menubruk pemuda baju putih itu, tentu dia akan terpelanting pula.

Akan tetapi, pemuda baju putih itu dengan sikap tenang menyambut tubuh itu dengan dua tangannya dan dia sudah berhasil menangkap tubuh itu pada lengan dan pundaknya, lalu menurunkan tubuh gendut itu sehingga tidak sampai jatuh terbanting.

Ketika dia memandang, ternyata Ci Kang sudah duduk lagi menghadapi meja dan mengangkat guci arak, menuangkan isinya ke mulut menggunakan tangan kiri, sedangkan lengan kanannya terletak di atas meja.

"Engkau sungguh manusia sombong yang patut dihajar!"

Si baju putih itu dengan cepat melangkah maju dan menggerakkan tangannya menotok ke arah leher Ci Kang yang sedang minum araknya.

Tiba-tiba Ci Kang menurunkan gucinya dan tanpa bangkit dari kursinya, dia menggerakkan tangan kanannya ke atas untuk menangkis tangan lawan. Gerakannya cepat mengandung tenaga amat kuat kerena memang dia mengerahkan sin-kangnya untuk menangkis dengan harapan sekali tangkis akan dapat mengalahkan lawan, sedikitnya mematahkan tulang lengan lawan.

"Dukkk...!"

Akibat benturan dua lengan itu membuat keduanya mengeluarkan teriakan tertahan saking kagetnya. Tubuh pemuda baju putih itu terdorong ke belakang sampai empat langkah, sedangkan sebaliknya, biarpun tubuh Ci Kang tidak terlempar karena dia sedang duduk, namun kursi yang didudukinya pecah berantakan!

Ci Kang sudah meloncat bangun dan alisnya berkerut semakin dalam. Kecurigaannya makin kuat. Orang ini tentu seorang tokoh sesat walaupun belum pernah dia melihatnya. Seorang tokoh muda yang entah datang dari mana dan agaknya diam-diam menjadi pelindung gerombolan penjahat yang menyamar menjadi pengusaha kedai arak.

Teringatlah dia betapa si gendut tadi berusaha memancingnya agar dia suka bicara tentang pertemuan para pendekar dan kini diapun menduga bahwa tentu tokoh sesat ini bertugas menyelidiki pertemuan itu!

"Bagus, kiranya engkau seorang yang memiliki kepandaian juga. Sayang, kepandaian itu kau pergunakan untuk kejahatan!"

Setelah berkata demikian, Ci Kang melompat ke depan dan menyerang dengan pukulan tangannya yang kuat.

Orang berbaju putih itu sudah mengenal kekuatan tangan lawan, maka diapun bersikap hati-hati sekali. Dengan mudah dia mengelak dari serangan Ci Kang lalu membalas dengan tendangan.

Terjadilah perkelahian yang amat hebat dalam restoran itu antara Ci Kang dan pemuda baju putih. Dan para tamu segera meninggalkan meja masing-masing, menjauh akan tetapi menonton perkelahian itu. Dari sikap mereka, hampir semua berpihak kepada si baju putih!

"Pemburu dari mana dia?" terdengar orang bertanya-tanya.

"Entah, dia baru datang, akan tetapi dia jahat sekali!"

"Dia telah memukuli Cou-twako, pengurus kedai yang baik hati!"






"Tentu dia penjahat!"

Demikianlah percakapan antara mereka yang sedang menonton perkelahian itu. Ci Kang menjadi semakin heran mendengar semua ini. Kenapa semua orang menganggapnya jahat? Akan tetapi dia tidak perduli karena dia maklum bahwa tentu semua orang telah tertipu oleh sikap penjahat-penjahat yang menyamar menjadi pemilik kedai arak ini. Hanya dia yang tahu bahwa mereka ini adalah orang-orang golongan hitam. Dan diapun merasa penasaran sekali.

Pemuda baju putih ini hebat bukan main! Bukan hanya dalam kegesitan dan tenaga si baju putih ini dapat menandinginya, juga dalam ilmu silat pemuda ini agaknya dapat pula mengimbanginya. Gerakannya demikian kuat dan tenang, dan semua serangannya dapat dielakkan atau ditangkisnya dengan baik.

Ci Kang yang sedang murung itu masih dapat menenangkan hatinya dan menahan kemarahannya dan ini adalah berkat gemblengan dari Ciu-sian Lo-kai selama ini. Sebelum dia menjadi murid Si Dewa Arak, mungkin saja tadi dia telah membunuh para pengurus kedai itu, dan mungkin kini dia akan mengeluarkan serangan-serangan maut untuk membunuh pemuda baju putih yang disangkanya tentu juga seorang tokoh sesat yang membela para penjahat yang menyamar menjadi pengurus kedai.

"Manusia jahat! Terimalah ini...!"

Tiba-tiba si baju putih itu membalas dengan serangan yang amat mengejutkan hati Ci Kang. Pemuda itu menyerangnya dengan pukulan aneh, dengan kedua tangan disilangkan dan didorongkan sambil merendahkan tubuhnya. Akan tetapi dari kedua tangannya itu menyambar hawa pukulan panas yang amat dahsyat, yang menyambar kepadanya seperti badai mengamuk!

Tahulah Ci Kang bahwa pemuda itu ternyata memiliki pukulan sakti yang amat berbahaya dan kini menyerangnya dengan ganas sekali. Maka diapun cepat mengerahkan sin-kangnya dan mendorongkan kedua tangannya dengan telapak terbuka ke depan.

Kembali dua tenaga raksasa saling bentur dan sekali ini sebelum dua pasang tangan bertemu, lebih dulu hawa pukulan itulah yang saling beradu. Dan sekali ini, Ci Kang merasakan betapa tubuhnya tergetar hebat oleh hawa panas itu dan biarpun dia tidak sampai terhuyung ke belakang, namun pasangan kuda-kuda kakinya tergeser. Terkejutlah dia.

Tak disangkanya sama sekali bahwa lawannya sehebat itu. Dan dia yang sudah banyak pengalamannya tentang ilmu-ilmu kaum sesat, tidak dapat mengenal ilmu pukulan apa yang dipergunakan pemuda baju putih ini. Maka mulailah timbul keraguannya. Jangan-jangan pemuda baju putih ini bukan seorang tokoh sesat, melainkan seorang pendekar yang juga tertipu oleh para pengurus kedai dan menganggap para pengurus kedai itu orang baik-baik dan dermawan, dan mengira bahwa dialah yang jahat!

Pemuda baju putih itu agaknya juga terkejut ketika melihat betapa pukulannya yang ampuh tadi dapat ditahan oleh Ci Kang dan hanya membuat pemuda berpakaian pemburu itu bergeser sedikit saja kakinya.

"Seorang pemuda yang berilmu tinggi, akan tetapi mempergunakannya untuk kekejaman dan kejahatan! Orang macam engkau ini harus dibasmi agar tidak menyebar kekejaman lagi!"

Pemuda baju putih itu berseru marah dan kini dia menyerang semakin hebat, dengan gerakan-gerakan aneh yang setiap gerakan mengandung daya serang mematikan! Ci Kang terkejut mendengar ucapan itu, apalagi melihat serangan bertubi-tubi yang amat hebatnya dan mendengar pula kata-kata para penonton yang jelas berpihak kepada si pemuda baju putih. Semua orang agaknya menganggap dia yang jahat!

Cepat dia mengelak beberapa kali lalu meloncat ke belakang sambil berteriak,
"Kalian semua seperti orang buta saja! Tidak tahukah kalian siapa enam orang pengurus kedai ini? Mereka adalah orang-orang dari golongan hitam, kaum sesat atau penjahat-penjahat yang menyamar! Mereka hanya pura-pura saja dermawan, akan tetapi mereka adalah penjahat-penjahat keji yang memusuhi para pendekar!"

Pemuda baju putih itu agaknya tidak percaya, bahkan semakin marah.
"Sudah busuk perbuatannya, busuk pula mulutnya melontarkan fitnah keji!" Dan diapun menyerang lagi dengan pukulan tangan kanan.

"Wuuuttt... dukk!"

Kembali Ci Kang menangkis dan keduanya tergetar dan terpaksa melangkah mundur beberapa tindak.

"Sobat, engkau masih belum percaya? Lihat, kemanakah mereka itu? Mereka telah lari setelah aku membuka kedok mereka!"

Ci Kang berseru dan pemuda baju putih itu menengok dan diapun tidak melihat seorangpun diantara enam pengurus kedai tadi.

"Kebakaran...! Kebakaran...!"

"Pembunuhan...! Rampok... rampok...!"

Di luar kedai terdengar suara gaduh dan tiba-tiba di bagian belakang kedai itupun dimakan api. Asap sudah masuk ke dalam ruangan itu dan semua orang sudah cerai-berai dalam keadaan panik dan sebentar saja yang tertinggal di dalam kedai tinggal Ci Kang dan si pemuda baju putih.

Akan tetapi keduanya segera sadar bahwa di luar tentu terjadi hal-hal yang membutuhkan pertolongan mereka, maka seperti orang berlomba, kedua orang muda itu meloncat keluar kedai. Dan memang keadaan di dusun kecil itu kacau balau. Kebakaran-kebakaran terjadi di sana-sini dan orang-orang berlarian simpang siur dengan panik.

Ci Kang melihat betapa enam orang pangurus kedai tadi, dengan belasan orang lain yang jelas terdiri dari golongan sesat, sedang membakari rumah dan merampoki barang-barang yang mereka angkut keluar. Tentu saja Ci Kang menjadi marah bukan main. Akan tetapi dia sudah keduluan pemuda baju putih yang sudah meloncat dan menerjang orang-orang yang membakari rumah-rumah dan merampoki barang-barang itu. Di beberapa tempat terdapat mayat bergelimpangan, agaknya mayat dari mereka yang hendak melawan keganasan para perampok.

Ci Kang menerjang segerombolan orang yang sedang melakukan pembakaran rumah. Empat orang penjahat yang bertubuh tinggi besar dan berwajah kejam mengeroyoknya dengan senjata golok mereka. Akan tetapi, dengan mudah Ci Kang menyambut serangan mereka dengan tamparan dan tendangan yang membuat empat orang itu kocar-kacir dan jatuh bangun.

Mereka merasa penasaran dan hendak melawan terus, akan tetapi dalam beberapa gebrakan saja Ci Kang membuat mereka tak berdaya, mematahkan tulang lengan atau kaki mereka dan akhirnya empat orang penjahat itu lari tunggang-langgang, yang patah tulang kakinya menyeret kaki itu terpincang-pincang.

Ci Kang tidak mengejar mereka. Gurunya, Si Dewa Arak, selalu menekankan kepadanya betapa tidak baiknya melakukan pembunuhan-pembunuhan. Bahkan sedapat mungkin jangan melakukan kekerasan, kata gurunya itu. Andaikata terpaksa harus menggunakan kekerasan terhadap penjahat, cukup kalau menundukkan dan sekedar memberi hukuman saja agar mereka tidak berani melanjutkan kejahatan mereka, akan tetapi sama sekali tidak boleh dibunuh.

Ajaran Si Dewa Arak ini sungguh berlawanan sekali dengan kebiasaan hidup di lingkungan kaum sesat, akan tetapi Ci Kang menerimanya dengan hati senang dan patuh karena memang cocok sekali dengan pendiriannya sendiri yang tidak suka akan kejahatan dan kekerasan karena dia sudah muak hidup di lingkungan yang penuh dengan kekerasan.

Tiba-tiba Ci Kang terkejut oleh suara teriakan-teriakan yang mengerikan. Dia cepat menoleh dan wajahnya berobah merah. Dia melihat pemuda baju putih itu mengamuk dan sepak terjangnya menggiriskan sekali. Sudah ada tujuh atau delapan orang penjahat termasuk si gendut dari kedai arak dan anak buahnya, berserakan menjadi mayat.

Pemuda itu menurunkan tangan mautnya dan tidak memberi ampun kepada para penjahat. Masih ada beberapa orang penjahat yang mengeroyoknya, akan tetapi Ci Kang maklum bahwa mereka semua itu tentu akan tewas di tangan si pemuda baju putih kalau dia tidak mencegahnya. Cepat dia meloncat dan ketika tangan pemuda baju putih itu menyambar dengan serangan maut kepada seorang penjahat yang goloknya sudah terlempar, dia menubruk dan menangkis.

"Dukkk...!"

Untuk ke sekian kalinya kembali dua lengan yang mengandung tenaga kuat itu saling bertemu, menggetarkan tubuh kedua pihak.

Pemuda baju putih itu mengerutkan alisnya dan matanya memandang terbelalak kepada Ci Kang.

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: