*

*

Ads

Minggu, 11 Maret 2018

Asmara Berdarah Jilid 124

"Mari silakan, ji-wi taihiap. Saya kira ayah dan ibu sedang bersamadhi di dalam kamar samadhi," kata gadis itu sambil mengajak mereka menuju ke sebuah ruangan yang pintunya kecil.

Mendengar ini, kembali Cia Sun dan Ci Kang melirik. Kalau mereka sedang bersamadhi, tentu orang tua gadis ini termasuk orang-orang yang pandai ilmu silat, atau kalau tidak tentu orang-orang yang saleh.

Mereka melewati pintu kecil itu dan memasuki sebuah ruangan yang bentuknya aneh. Kamar itu tidak berjendela, dan bentuknya bundar. Lantainya tertutup babut tipis yang sudah lapuk, dan tidak terdapat perabot rumah, akan tetapi cukup bersih keadaannya. Di dekat dinding nampak seorang kakek dan seorang nenek sedang duduk bersila dalam keadaan bersamadhi. Dan melihat keadaan dua orang kakek dan nenek ini, dua orang pemuda itu merasa heran dan terkejut.

Kakek itu berpakaian serba polos putih kuning, rambutnya putih semua riap-riapan, jenggot dan kumisnya pendek terpelihara baik-baik, tubuhnya jangkung dan wajahnya aneh menyeramkan. Wajah itu memang bagus bentuknya, membayangkan ketampanan, akan tetapi wajah itu nampak begitu dingin, agak kehijauan kulitnya dan matanya terpejam. Sukar ditaksir berapa usianya, akan tetapi tentu sudah enam puluh tahun lebih.

Adapun nenek itu juga mempunyai keadaan yang sama, baik pakaiannya yang sederhana kedodoran maupun rambutnya yang juga sudah putih semua dan riap-riapan. Rambutnya lebih panjang ketimbang rambut kakek itu, dan bentuk atau raut wajah wanita inipun menunjukkan bekas kecantikan, hanya nampak begitu dingin seperti topeng.

"Silakan duduk, ji-wi taihiap dan maaf disini tidak ada bangku atau kursi, terpaksa kita duduk di atas lantai," kata Hwa Hwa dengan ramahnya.

Cia Sun dan Ci Kang yang sudah terlanjur masuk, lalu duduk di atas lantai berbabut itu, bersila dengan sikap hormat karena mereka berdua meragu orang-orang macam apa adanya kakek dan nenek ini. Yang jelas, bukan orang-orang sembarangan saja, demikian mereka berpikir.

Setelah dua orang pemuda itu duduk, Hwa Hwa lalu keluar dari dalam kamar itu, sampai di ambang pintu menoleh dan berkata sambil tersenyum,

"Maafkan, saya akan mempersiapkan minuman untuk ji-wi..."

Sebelum dua orang muda itu menolak, pintu yang sempit itu tiba-tiba sudah ditutup dari luar oleh Hwa Hwa dan baru nampak oleh dua orang muda itu bahwa pintu itu berbuat daripada besi yang kokoh kuat! Akan tetapi karena di dalam ruangan itu masih terdapat kakek dan nenek tadi, Cia Sun dan Ci Kang bersikap tenang saja dan kini mereka berdua memandang kepada kakek dan nenek itu dengan penuh perhatian.

Tiba-tiba kakek dan nenek itu membuka matanya dan terkejutlah dua orang pendekar muda itu melihat betapa dua pasang mata itu amat tajam, mencorong seperti bukan mata manusia biasa! Mata kakek dan nenek itu mencorong dan kehijauan!

Terkejutlah Cia Sun dan Ci Kang, tahu bahwa mereka itu ternyata bukan orang sembarangan, melainkan orang-orang yang memiliki tenaga sin-kang amat kuat, kalau tidak demikian, tak mungkin mereka memiliki sinar mata seperti itu. Akan tetapi keduanya tetap tenang saja dan menanti apa yang akan terjadi selanjutnya, tentu saja dengan penuh kewaspadaan karena kini mereka mulai dapat menduga bahwa sikap gadis yang bernama Hwa Hwa tadi hanya pura-pura saja.

Tiba-tiba terdengar suara kakek itu yang bicara seolah-olah tanpa menggerakkan bibir.
"Berlutut...!"

Dua orang pemuda itu terkejut dan heran, akan tetapi biarpun mereka menduga bahwa kakek itu menyuruh mereka berlutut, tentu saja mereka tidak sudi melaksanakan perintah itu. Mereka hanya memandang tajam, menentang dua pasang mata hijau yang mencorong itu. Kini, nenek itulah yang bicara, suaranya lirih akan tetapi mendesis dan menusuk jantung.

"Kalau murid kami sudah membawa kalian kesini, tentu kalian bukan orang-orang biasa dan ada harganya untuk menjadi pembantu-pembantu kami. Nah, orang-orang muda, berilah hormat kepada Ong-ya!"

Dua orang muda itu kini terkejut bukan main. Mereka berdua sudah mendengar dari guru masing-masing tentang Raja dan Ratu Iblis yang menganggap dirinya raja dan ratu, dan betapa semua tokoh sesat yang takluk kepada mereka menyebut Raja Iblis itu Ong-ya karena memang dia dahulunya seorang pangeran bernama Toan Jit-ong.

Kini Cia Sun dan Ci Kang memandang penuh perhatian dan merekapun baru sadar bahwa mereka sebenarnya berhadapan dengan Raja dan Ratu Iblis yang amat ditakuti itu, yang kini kabarnya sedang menggerakkan para datuk kaum sesat termasuk Cap-sha-kui untuk menguasai dunia!






Bahkan karena adanya gerakan mereka inilah maka para pendekar dan orang sakti hendak mengadakan pertemuan di bekas benteng Jeng-hwa-pang untuk merencanakan langkah-langkah untuk menentang gerakan berbahaya itu. Dan kini, tanpa mereka sangka-sangka, mereka telah dipancing oleh seorang gadis cantik yang ternyata murid iblis-iblis ini, dan telah berhadapan dengan mereka, berada di sebuah ruangan tertutup!

"Apakah ji-wi yang berjuluk Raja dan Ratu Iblis?" Dengan hati tabah, sedikitpun tidak gentar suara Ci Kang bertanya.

Nenek itu mengeluarkan suara seperti orang tertawa, walaupun mulutnya tidak tertawa.
"Kalau kalian sudah tahu, cepat memberi hormat!" katanya.

Akan tetapi, seperti dikomando saja, Cia Sun dan Ci Kang sudah meloncat berdiri. Mereka berdua sudah banyak mendengar tentang suami isteri iblis ini, dan mereka tahu bahwa sudah menjadi kewajiban mereka untuk menentang dua orang ini. Mereka sama sekali tidak merasa takut, walaupun mereka sudah mendengar betapa lihainya kakek dan nenek ini.

"Inilah penghormatanku!" kata Cia Sun yang sudah menyerang kakek yang duduk bersila itu.

"Dan ini bagianku!" bentak Ci Kang, secepat kilat diapun menyerang ke arah si nenek.

Serangan dua orang muda itu hebat sekali, mendatangkan angin pukulan dahsyat karena mereka berdua yang maklum akan kelihaian kakek dan nenek itu sudah mengerahkan sin-kang dan menyerang sekuat tenaga.

Kakek dan nenek itu mendengus dan mengulur tangan menyambut. Mereka hanya mendorong tangan mereka ke depan dan segumpal uap menyambar dan menyambut serangan Cia Sun dan Ci Kang.

"Bresss...!"

Tubuh dua orang muda itu terdorong ke belakang dan tanpa dapat mereka cegah lagi, keduanya terbanting pada dinding di belakang lalu terguling ke atas lantai!

Pada saat itu, lantai tertutup babut itu terbuka dan tentu saja dua orang pemuda yang baru saja terguling, cepat meloncat ke depan. Hanya bagian dimana kakek dan nenek itu duduk saja yang tidak terjeblos dan jalan satu-satunya hanyalah mencoba untuk menyerang lagi kakek dan nenek yang masih duduk bersila di atas lantai, bagian yang tidak terbuka.

"Desss...!"

Kini empat pasang tangan itu bertemu langsung secara dahsyat sekali dan akibatnya, kakek dan nenek itu mengeluarkan seruan kaget bukan main. Benturan tangan mereka dengan tangan pemuda-pemuda itu membuat tubuh mereka tergetar dan terguncang hebat!

Akan tetapi karena mereka duduk di atas lantai, sedangkan tubuh Cia Sun dan Ci Kang melayang, tentu saja kedua orang pemuda itu yang tidak mempunyai landasan, terdorong mundur dan tak dapat dihindarkan lagi tubuh mereka terjatuh ke dalam lubang di bawah mereka.

Mereka mempergunakan gin-kang dan tidak sampai terbanting, juga mereka tiba di dasar lubang itu dengan kaki lebih dulu, dalam keadaan berdiri. Akan tetapi tiba-tiba tempat dimana mereka terjatuh itu menjadi gelap gulita karena lantai dari kamar di atas tadi telah tertutup kembali!

Tiba-tiba terdengar suara mendesis-desis dan tercium bau harum yang menyengat hidung.

"Asap beracun...!"

Cia Sun berseru dan keduanya segera menahan napas dan meraba-raba mencari jalan keluar. Akan tetapi kamar dimana mereka tersekap itu ternyata terbuat dari besi dan tidak ada pintunya! Mereka lalu meloncat ke atas dan menghantam ke arah lantai kamar atas yang kini menjadi langit-langit bagi mereka itu.

"Bress! Bress!"

Akan tetapi lantai itu terlalu kuat dan tubuh mereka terlempar lagi ke bawah. Mereka seperti dua ekor tikus memasuki perangkap dan kini kamar itu mulai penuh dengan asap wangi beracun. Mereka menahan napas sekuat mungkin, akan tetapi tentu saja kekuatan ini ada batasnya. Betapapun saktinya kedua orang muda itu, jantung mereka harus berdenyut terus dan untuk ini, jantung membutuhkan hawa murni melalui pernapasan.

Akhirnya Cia Sun dan Ci Kang tidak kuat bertahan lagi dan merekapun terpaksa menyedot asap itu dan tubuh mereka terguling dan mereka pingsan oleh asap pembius. Sebelum mereka kehilangen kesadaran, mereka mendengar suara ketawa merdu, suara dari Hwa Hwa yang sebetulnya adalah Gui Siang Hwa, murid terkasih dari Raja Iblis atau Pangeran Toan Jit-ong.

Ketika Cia Sun dan Ci Kang siuman kembali, mereka telah saling berpisah, Cia Sun yang siuman mendapatkan dirinya telah berada di atas pembaringan sebuah kamar dalam keadaan terbelenggu dan tertotok jalan darahnya! Dia berusaha membebaskan jalan darahnya ketika terpaksa usaha ini dihentikannya karena ada langkah kaki orang memasuki kamar. Kiranya yang masuk adalah gadis cantik yang telah menjebaknya itu! Tentu saja Cia Sun menjadi marah sekali dan memandang dengan mata melotot.

"Hemm, perempuan hina! Kiranya engkau adalah seorang penjahat betina yang sengaja menjebak kami! Engkau tentu kaki tangan perampok yang mengacau di dusun itu!" bentak Cia Sun.

Siang Hwa tersenyum manis dan menghampiri, lalu duduk di tepi pembaringan dan membelai pundak yang nampak karena baju di bagian pundak Cia Sun robek ketika dia meloncat dan mendobrak lantai atas. Cia Sun merasa betapa bulu-bulu tubuhnya meremang ketika jari-jari tangan yang berkulit halus itu menelusuri pundaknya dengan belaian sayang. Dia menggerakkan pundaknya untuk menolak, akan tetapi karena dia berada dalam keadaan tertotok, pundaknya hanya bergerak sedikit saja, membuat Siang Hwa tertawa geli.

"Hi-hik, pemuda yang gagah dan tampan. Sun-koko, dugaanmu itu terbalik. Bukan aku kaki tangan mereka, akan tetapi mereka adalah kaki tanganku, para pembantuku. Sun-koko, tahukah engkau kenapa suhu dan subo tidak langsung saja membunuhmu? Akulah yang minta ampun. Nyaris aku dibunuh karena mintakan ampun untukmu, koko. Akan tetapi, aku menangis dan meratap minta agar engkau tidak dibunuh..."

"Hemm, apa maksudmu?"

Cia Sun bertanya, merasa heran mendengar bahwa murid kedua iblis itu mintakan ampun untuknya.

Tiba-tiba Siang Hwa merangkul leher pemuda yang masih rebah terlentang karena belum dapat bangun itu. Tentu saja Cia Sun terkejut bukan main akan tetapi dia tidak mampu meronta atau mengelak, apalagi memukul. Kedua tangannya ditelikung ke belakang, juga kedua kakinya terikat dan selain itu, kaki tangannya lumpuh oleh totokan.

"Sun-koko, tidak dapatkah engkau menebak? Aku cinta padamu...! Aku cinta padamu, karena itu mati-matian aku mempertahankan nyawamu. Kalau engkau mau membalas cintaku, kita akan hidup bahagia dan menjadi pembantu-pembantu suhu yang amat dipercaya. Ah, koko, marilah kita hidup bahagia bersamaku..."

Siang Hwa mendekatkan mukanya dan siap untuk mencium dengan sikap yang amat memikat. Bau harum semerbak keluar dari rambut dan leher gadis itu, akan tetapi hal ini sama sekali bukan membuat Cia Sun terpikat atau terangsang, sebaliknya mengingatkan dia akan bau harum asap beracun yang membuat dia dan Ci Kang terbius.

"Ci Kang... dimana dia?"

Gadis itu tersenyum manis dan karena mukanya sangat dekat, Cia Sun dapat melihat rongga mulut yang merah, lidah yang meruncing merah dan deretan gigi yang putih bersih. Mulut yang penuh daya pikat, akan tetapi yang mendatangkan rasa jijik dan marah kepadanya karena maklum bahwa di balik kecantikan ini tersembunyi kejahatan yang mengerikan.

"Sun-koko, temanmu itu sudah dibunuh, dan kalau tidak ada aku, engkau tentu dibunuh pula. Karena itu, marilah kita mengecap kebahagiaan, mari kita menikmati hidup berdua..." Gadis itu kini menunduk dan mencium bibir Cia Sun. Akan tetapi ia terkejut dan mengeluh. "Aihhh...!"

Ia merasa betapa bibir itu kaku dan dingin, betapa pemuda itu sama sekali tidak membalas perasaan cintanya, bahkan pemuda itu kini memandang marah.

Asmara Berdarah







Tidak ada komentar: